Pagi ini, adalah pagi yang paling dibenci oleh mayoritas siswa SMA ANGKASA 1. Apalagi jika bukan senin pagi, dimana mereka disibukkan oleh persiapan upacara dan atribut sekolah lainnya. Semua siswa telah berkumpul dan berbaris dengan rapi. Jika tidak guru BK akan menjadikannya sasaran.
Setelah semuanya siap mereka menjalankan upacara itu dengan khidmat, walaupun tidak semua peserta upacara bisa menjaga mulut mereka. Devian Aidan, siswa kelas dua yang sebentar lagi akan menjadi kelas tiga, melepas topi yang dia pakai dan menggunakannya sebagai kipas untuk menghilangkan keringatnya. Dia memang siswa yang cukup nakal di SMA ANGKASA 1 tapi dia tidak pernah melewatkan kegiatan Upacara bendera disekolahnya kenapa? Entahlah hanya Devian yang tau.
Bendera merah putih telah dikibarkan dan bertengger dengan gagahnya. Devian menurunkan tangannya dan kembali menjadi Devian yang tidak tertib terhadap peraturan sekolah. Dia duduk dengan enaknya dan terlindungi dari panas matahari karena teman di depannya cukup tinggi. Pak Syahrul, guru agama yang bertugas sebagai pembina upacara mulai menyampaikan amanatnya dan sudah bisa dipastikan dengungan lebah mulai terdengar pagi itu.
"Kok gue ngerasa kayak gini yaa? Badan gue kenapa gemeteran gini? Apa gue sakit? Ah kayaknya gue mau pingsan ini tapi kalo gue pingsan pasti nggak ada yang nolongin gue. Semoga aja gue nggak pingsan."
Devian berniat bangkit dari duduknya tapi belum sempurna dia berdiri, gadis disampingnya pingsan dan mengarah kepadanya. Devian yang tidak siap dengan kejadian itu terpaksa harus terjatuh bersama gadis itu.
"Anjirr, nih anak nggak punya etika banget sih pingsan aja nyusahin orang," ujar Devian saat gadis disampingnya itu menimpa badannya.
Petugas PMR yang telah siap siaga dibelakang peserta upacara hendak menolong gadis itu tetapi tandu yang mereka punya hanya ada satu dan itu sudah terpakai oleh siswa lain yang juga pingsan. Bu Maya, pembina ekstrakulikuler PMR menghampiri Devian.
"Nak kamu tolong bawa anak ini ke UKS ya, tandunya sedang dipakai ibu minta tolong sama kamu."
Devian berusaha menyingkirkan gadis yang sedang pingsan itu dari tubuhnya, dan dia berhasil.
"Petugas PMR kan banyak bu," Ujar Devian.
"Ibu mohon sama kamu Devian Aidan." Akhirnya Devian mengalah karena Bu Maya memohon kepadanya dan itu membuat Devian teringat kepada ibunya.
Devian membawa anak itu ke UKS dan disambut oleh Penjaga UKS. "Sini nak," ujar Bu Maya sambil menunjukan ranjang untuk gadis itu.
Setelah gadis itu tertidur di atas kasur UKS Devian ingin segera keluar dari sana, tapi gadis itu memegang tangannya.
'nih anak gila kali ya? Kenapa tangan gue dipegang? Tapi ada untungnya juga sih, gue nggak perlu keluar ikut upacara. Disini kan adem.' Pikir Devian.
Bu Maya yang melihat adegan didepannya tersenyum.
"Kalian berdua pacaran tapi sedang marahan ya?" Devian tersenyum menanggapi pertanyaan yang diajukan untuk nya itu.
"Oke nak, kamu tolong jaga dia disini nanti kalau dia sudah sadar kasih dia teh sama roti ini ya." Devian mengangguk sambil tersenyum.
"Di sini ada kamera CCTV jadi jangan macem-macem sama pacar kamu," ujar Bu Maya dan berlalu dari UKS. Devian tidak peduli dengan ucapan ibu Maya, toh karena dia juga tidak kenal dengan cewek di depannya ini.
Devian masih penasaran kenapa cewek ini bisa memegang tangannya saat dia akan pergi, kayak kebanyakan sinetron alay di tv saja. Itulah pemikiran Devian. Cewek di depannya itu membuka mata.
"Gue dimana?" tanya cewek itu yang entah ditujukan ke siapa.
"Lo dialam kubur dan gue yang cabut nyawa lo tadi."
Mendengar apa yang diucapkan oleh Devian Gadis itu kaget dan merubah posisinya dari berbaring menjadi duduk.
"Gue nggak mau mati," ujarnya.
Devian menepuk jidatnya bagaimana cewek didepannya ini bisa sangat bodoh.
"Lo itu di UKS, dasar cewek gila." Devian akan meninggalkan cewek itu tapi- "Minum tuh teh, sama rotinya dimakan."
Cewek itu tidak fokus dengan apa yang diucapkan oleh Devian tetapi dengan Badge nama didada Devian.
"Makasih ya Devian, udah nolongin gue. Dan nungguin gue sampe sadar."
Devian tetap melanjutkan jalannya tanpa menengok sedikitpun kepada cewek yang mempunyai nama, Brisia Alexandra itu. Sandra tersenyum kecut melihat Devian pergi tanpa melihatnya sedikitpun, dia tahu mungkin dia tidak populer disekolahnya itu. Tetapi dia tidak peduli dengan hal yang akan dipikirkan oleh siswa di sekolah itu, jadi Sandra memilih mengejar Devian yang sudah berlalu.
"Devian tunggu!!!"
Sandra tetap mengejar Devian walaupun dia tidak mendapat respon sedikitpun. Bahkan menengok pun tidak walaupun seharusnya Devian mendengar jika ada seseorang yang memanggil namanya.
'liat cewek aneh itu tambah aneh deh.'
'dih nggak malu ngejar cowok yang nggak mau nengok ke dia sedikitpun.'
'cocok lah ANAK ANEH, sama ANAK ORANG MISKIN YANG SONGONG.'
Begitulah hinaan siswa yang telah menyelesaikan upacara tadi, dan sedang duduk atau sekedar lewat dikoridor.
"Devian, STOP!"
Akhirnya karena Devian tidak tahan dengan Sandra, dia berhenti.
"Hn,"
Sandra tersenyum dan mencoba menyembunyikan napasnya yang terengah-engah.
"Ini, Topi lo ketinggalan tadi di UKS."
Devian mengambil topinya dari tangan Sandra.
"Jangan kejar gue lagi," ujar Devian berbisik kepada Sandra, dan meninggalkannya untuk yang kedua kali.
Kemana perginya Devian? Kantin? Rofftop? atau kantin? Tebakan kalian salah, Devian memilih menjadikan perpustakaan sebagai tempat favoritnya. Mungkin kalian berpikir kenapa cowok suka keperpustakaan? Ya inilah Devian, dia memiliki beribu alasan untuk menjadikan perpustakaan sebagai tempat favoritnya.
"Anjirrr, sampai kapan gue harus dipanggil kayak gitu sama mereka, apa salah gue."
Jika ada yang menebak Devian suka perpustakaan karena dia bisa menumpahkan tangisnya, selamat kalian benar. Bukan kali ini saja Devian dipanggil sebagai anak orang miskin, bahkan dia pernah dipermalukan secara telak saat dia pergi ke kantin dan dia hanya memesan segelas es teh dan memakan beberapa gorengan saja.
Sebenarnya Devian sudah tidak tahan dengan semua perlakuan siswa kepadanya. Tapi apa yang bisa dia perbuat? Dia bukan anak orang kaya. Jika dia keluar dari sekolah ini, akan dibawa kemana masa depannya?. Saat ini saja dengan adanya beasiswa yang selalu dia dapat, orangtuanya masih kesusahan memenuhi kebutuhan mereka. Apalagi jika dia melepaskan beasiswa dan keluar dari sekolah yang telah dua tahun ini menjadi tempatnya menuntut ilmu itu.
Devian menghapus airmatanya dan memasang wajah datar yang selalu dia tunjukan didepan semua orang, saat ada beberapa siswa yang melewati tempat yang dia duduki untuk mencari buku. Devian kembali melanjutkan kegiatannya membaca buku yang berjudul, "SEBUAH SENI UNTUK BERSIKAP BODO AMAT" KARYA MARK MANSON.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hooligans Vs Ultras
Teen Fiction"cowok brengsek kayak lo itu nggak seharusnya ada disekolah ini, udah berapa cewek yang lo pakai dan lo tinggalin gitu aja!! DASAR HOOLIGANS!!" "denger yaa cewek ULTRAS, gue emang hooligans dan gue bangga jadi itu, mending sekarang lo pergi sebelum...