Rumah Devian

57 5 0
                                    

Devian dan Steven menunggu angkutan kota yang akan membawa mereka ke rumah Devian, setelah menunggu lumayan lama angkutan kota yang ditunggu datang.

"Ayo, Ven." Steven mengikuti Devian, masuk kedalam angkot itu. Didalam Angkot tidak banyak yang mereka berdua bicarakan karena keadaannya cukup ramai, sepertinya ucup berhasil mendapatkan banyak penumpang siang itu.

Satu persatu penumpang angkot yang terdiri dari siswa sekolah itu telah sampai di tempat tujuan mereka, dan tersisa Devian dan Steven.

"Bang, kawan lo itu mau di anterin kemana?" tanya Ucup.

"Dia mau ke rumah gue cup, ayo cepet. Ntar gue izin dulu yak." Jawab Devian.

"Siap bang, hari ini ucup yang bawa angkot seharian." Yusuf atau yang akrab dipanggil Ucup itu gembira, karena tidak pernah dia membawa angkot seharian.

Mereka sampai di gang depan rumah Devian.

"Ayo turun, Ven. Rumah gue masih masuk ke dalem." Steven meng-iyakan ucapan Devian.

"Cup, lo hati-hati bawa angkotnya."

"Siap bang, gue berangkat dulu." Dan Brumm angkot itu meninggalkan Devian dan Steven.

Mereka berjalan menuju ke rumah Devian, sepanjang jalan Steven hanya memperhatikan kawasan rumah Steven yang menurutnya lumayan tidak layak. Sampah bertebaran, belum lagi got-got yang mampet menimbulkan bau yang tidak sedap.

Steven berusaha untuk tidak membuat pergerakan yang menunjukkan bahwa dia tidak nyaman berada di lingkungan Devian.

"Ini rumah gue, Ven." Steven dan Devian melepas sepatu dan masuk ke rumah Devian. Setelah kunci rumahnya terbuka.

"Lo di rumah sendiri, Ven?" Devian mengangguk.

"Biasanya jam segini orangtua gue lagi kerja, dan gue narik angkot yang tadi itu."

"Berati gue kesini ganggu lo ya?" Devian tertawa. "Ya nggaklah, Ven. Gue malah seneng lo maen ke rumah jelek gue ini. "

Steven dan Devian duduk dengan beralaskan tikar sederhana dan menonton televisi.

"Ven, lo laper kagak?" tanya Devian, sepertinya perutnya mulai berontak.

"Nggak kok, Vian." Sedetik setelah Steven mengatakan itu, perutnya berbunyi. Dan bersamaan dengan itu tawa Devian pecah, sedangkan Steven hanya bisa menahan malunya.

"Lo mau makan apa? Atau gimana kalo kita makan di luar?"

"Makan? Apa adanya aja, Vian. Gue nggak mau ngerepotin." Devian beranjak dari duduknya untuk melihat ada makanan apa di dapur.

'Gue nggak nyangka Devian berasal dari keluarga dan lingkungan seperti ini.' Batin Steven.

"Ven, mak gue masak sayur pare. Lo mau kagak?" tanya Devian dari dapur.

What? Pare? Yang benar saja Steven belum pernah memakan itu sebelumnya. Tapi karena dia menghormati Devian dia meng-iyakan tawaran Devian.

"Ok, Cus lah makan, Ven." Ujar Devian sambil meletakan nasi, piring, sayur, dan minum di depan Steven.

Devian dan Steven makan bersama, walaupun hanya Devian yang sebenarnya menikmati makanan itu. Steven perlahan-lahan memasukan sayur dan nasi kemulutnya. Setelah itu dia mengunyahnya dan menelannya.

"Vian, ini enak." Steven mengatakan itu dengan mata yang berbinar-binar.

"Hehehe, lo baru pertama kali makan ini ya?" Steven mengangguk sambil terus memakan sayur sederhana itu. Devian sedikit terharu melihat Steven makan dengan lahap walaupun hanya hidangan sederhana saja.

Devian dan Steven telah selesai makan. "Oiya Ven, bukannya apa ya. Lo mau pulang jam berapa?" tanya Devian.

"Oh, Lo sibuk ya?" Devian mengangguk.

"Gue mau narik angkot lagi nggak enak sama bos. Lo mau gue anterin naik angkot?"

"Eh, nggak usah gue naik ojek online aja. Makasih ya makanannya, kapan-kapan lo maen ke rumah gue ya." Ajak Steven.

"Tenang aja, kalo gue nggak sibuk pasti bisa maen kok." Devian mengantarkan Steven ke depan gang rumahnya dan menunggu sampai ojek online Steven datang. Setelah Steven pulang, Devian menelpon Ucup untuk bekerja.

.

Sandra memasuki rumahnya dengan lesu, dan membuat mamanya khawatir.

"Kamu kenapa nak? Ada masalah?" Sandra menggeleng

"Nggak ma, Sandra ke kamar dulu."

Sesampainya Sandra di kamar dia langsung merebahkan dirinya di ranjang tanpa melepas seragam yang dia kenakan. Sandra benar-benar tidak bersemangat hari ini.

Mama Sandra masuk ke kamar anaknya itu dan melihat Sandra telah tertidur pulas. Padahal tidak biasanya Sandra seperti itu. Mamanya sangat paham anak semata wayangnya itu sedang tidak baik. Tapi Mila, mama Sandra tidak pernah memaksa anaknya itu untuk bercerita kepadanya. Kecuali jika Sandra sendiri yang ingin bercerita kepada mamanya itu.

Jadi jika Sandra tidak bercerita mamanya itu tidak akan mengetahui masalah apa yang sedang dia hadapi. Sampai sekarang Lita tidak tahu bahwa anaknya itu tidak mempunyai satupun teman di sekolahnya, bahkan dia seperti dikucilkan di kelasnya. Tapi bukan Sandra namanya jika tidak bisa menyembunyikan masalahnya, selagi dia bisa menghadapi itu sendiri.

.

Hari yang ditunggu telah tiba, lomba cerdas cermat di SMA KENCANA akan dilangsungkan hari ini. Semua persiapan telah matang dilakukan walaupun persiapan hanya dilakukan beberapa hari, khususnya Devian walaupun dia diharuskan belajar dengan intensif tetapi dia masih bekerja untuk Abah Rahmat.

Disinilah Devian dan Sandra berada di ruangan Pak Usman, sang guru IPA sekaligus guru yang diberikan wewenang untuk mendampingi Devian dan Sandra.

"Baik, hari ini adalah pertarungan final kalian berdua. Bapak harap kalian memberikan yang terbaik untuk sekolah kita." Sandra dan Devian hanya diam mendengar nasihat Pak Usman. Setelah pembicaraan mereka selesai, mereka menuju SMA KENCANA.

Sepanjang perjalanan Devian dan Sandra hanya diam, mereka lebih memilih asik dengan pikiran mereka masing-masing. Sandra memilih diam karena dia masih ingat dengan kejadian Devian dan Maura kemarin. Jika Devian? dia memang sudah biasa diam seperti itu.

Mereka akhirnya sampai di SMA KENCANA hiruk pikuk peserta lomba sudah memenuhi halaman sekolah itu.

"Devian, Sandra bapak harap kalian jangan berpencar. Bapak ada urusan. Selalu aktifkan ponsel kalian." Ujar Pak Usman.

Devian dan Sandra menganggukan kepala, setelah itu Devian dan Sandra berpisah dengan Pak Usman.

"Devian gue kebelet," ujar Sandra.

"Ke kamar mandi lah bego, kenapa ngomong ke gue?" Devian mengerutkan keningnya.

"Kata Pak Usman kita nggak boleh pencar." Devian menghela napasnya.

"Okelah ayo cari kamar mandi."

Mereka berdua berkeliling mencari kamar mandi, tak lama mereka menemukannya. Devian menunggu agak jauh dari kamar mandi, setelah selesai dengan urusannya Sandra keluar dan kebingungan mencari Devian. Saat Sandra akan melewatinya Devian menarik tangan Sandra.

"Mata lo masih berfungsi dengan baik kan?." Sandra tersenyum kikuk mellihat Devian sudah ada di sebelahnya.

"Lo laper nggak?" tanya Devian, Sandra mengangguk.

Akhirnya mereka berdua pergi ke kantin dan memesan juice dan makanan ringan. Setelah mereka menerima pesanan, mereka kembali ke tempat yang tadi.

Tapi- BRUKKK juice yang ada ditangan Sandra tumpah mengenai baju cowok yang dia tabrak.

"Bego sih lo, nggak punya mata ya!" Cewek di sebelah cowok yang menabrak Sandra itu bereaksi.

"Maaf gue nggak sengaja, maaf banget ya." Sandra meminta maaf kepada cowok yang bajunya kotor karena jus milik Sandra.

"Enak banget lo bilang maaf, bajunya Diaz jadi kotor karena lo!" Cewek itu menunjuk muka Sandra, sedangkan Sandra hanya menundukan kepalanya.

Hooligans Vs UltrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang