BRIAN AND STEVEN

95 18 3
                                    

Devian menutup bukunya karena pelajaran Bu Yuyun telah usai. Kurang lebih 30 menit, otak mereka diperas oleh persoalan Matematika itu. Tapi tidak untuk Devian dan tentunya untuk Steven.

"Devian, lo mau ke kantin?" Steven berniat untuk mengajak Devian pergi bersamanya ke kantin.

"Hehehe, lo duluan aja. Gue masih ada tugas yang mau dikerjain." Steven merangkul bahu Devian.

"Itu bisa nanti, sekarang kita makan dulu." Akhirnya Devian yang mengalah, karena dia juga tidak enak kepada Steven yang sudah mengajaknya.

Mereka berdua pergi ke kantin dimana tempat itu pasti sudah ramai dengan anak-anak yang perutnya sudah mulai memberontak.

"Lo mau pesen apa Devian?" Tanya Steven sambil membuka menu makanan yang ada di salah satu kantin.

"Lo aja, gue tadi udah makan." Devian tersenyum.

"Bang, pesen dong," Ujar Steven sambil mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan.

"Iya dek, mau pesen apa?" Steven berpikir sejenak, "pesen es teh sama Pecel lele nya dua bang." Pelayan itu atau yang biasa disebut Bang Rul itu mencatat pesanan Steven.

"Oke pecel lele dua, sama es teh dua." Steven mengiyakan apa yang dikatakan Bang Rul itu.

Devian sedikit kaget karena Steven membeli dua porsi makanan dan minuman itu. Tapi dia berpikir mungkin Steven sangan menyukai makanan itu atau mungkin sedang lapar. Mereka berdua hanya terdiam sambil menunggu makanan yang dipesan Steven datang.

"Pecel lele sama es tehnya," ujar Bang Rul sambil menaruh makanan itu dimeja. "Thank's ya bang." Bang Ruli mengacungkan Jempolnya dan kembali melayani siswa lain.

"Ini Devian dimakan." Steven menyodorkan seporsi pecel lele kepada Devian.

"Gue baru makan Ven, masa iya gue makan lagi?"

Wajah Steven berubah tidak secerah sebelumnya. "masa iya gue makan sendiri, Mana abis nih makanan."

Devian tersenyum. "Okelah sini gue makan, tapi sekali ini aja ya lo traktir gue," ujar Devian sambil memakan timun yang diberi sambal olehnya.

"Siapa yang mau traktir lo, ini bayar sendiri-sendiri." Devian tersedak saat Steven mengatakan itu.

"Hahaha santai aja Devian, ini gue yang Traktir kok." Steven tertawa puas saat melihat Devian kepedasan akibat sambal tadi.

Sandra duduk di salah satu meja yang ada di kantin itu. Dia tersenyum melihat Devian tertawa dengan Steven, dia bingung apakah dia harus menghampiri Devian atau tidak.

"Tarik, buang, tarik, buang, lo pasti bisa Sandra." Sandra menyemangati dirinya. Dengan mengumpulkan keberaniannya Sandra sampai di meja Devian dan Steven.

"Gue boleh gabung sama kalian?" Devian melirik Sandra yang sedang berdiri dengan ekor matanya.

"Oh boleh silahkan aja." Steven menjawab dengan senang hati.

"Heh, kayak nggak ada meja lain aja," Ujar Devian sarkas, dan membuat Sandra sedikit malu kepada Steven.

Setelah kedatangan Sandra, keheningan menyelimuti mereka, tidak ada yang membuka suara. Terpaksa Sandra yang berusaha mencairkan suasana di antara mereka.

"Oiya nama gue Sandra salam kenal." Sandra mengulurkan tengannya, dan dibalas dengan jabatan tangan dari Steven.

"Gue Steven, salam kenal juga." Sandra tersenyum, dia berharap Devian melihatnya, tapi itu hanya sebatas harapan.

Bagaikan hujan Deras di bulan Agustus. Devian sudah selesai dengan makanannya begitu juga dengan Steven.

"kepada Saudara Devian Aidan diharapkan dengan segera menuju ruangan Pak Usman, terima kasih perhatiannya."

Pengumuman itu terdengar diseluruh penjuru SMA ANGKASA 1 termasuk di kantin.

"Gue duluan ya Stev, ketemu nanti dikelas." Steven menelan makanan yang ada di mulutnya dan menjawab pertanyaan dari Devian.

"Oke oke Vian." Setelah mendapat balasan dari Steven, Devian menuju ke ruangan Pak Usman.

Steven kembali melanjutkan makannya begitu juga dengan Sandra.

"Gue udah selesai, gue ke kelas dulu ya Sandra," ujar Steven.

Sandra hanya mengangguk mendengar perkataan Steven. Setelah membayar makanan yang tadi dia pesan Steven membayarnya dan meninggalkan Sandra dengan makanannya.

'Gue bakal dapetin lo, gimana pun caranya.'

.

Devian mengetuk pintu ruangan Pak Usman, "Masuk." Devian masuk setelah mendapat izin dari sang empunya ruangan.

"Kenapa lagi?" Pak Usman membenarkan kacamatanya yang melorot.

"Devian kamu itu bisa tidak merubah sikap kamu menjadi lebih baik karena-"

"Bapak ini guru IPA kan? Jadi Stop nasehatin saya. Bilang aja tujuan saya dipanggil kesini apa." Pak Usman hanya menggelengkan kepalanya.

"Oke gini Devian tanggal 20 nanti kita dapet undangan untuk berpartisipasi dalam lomba cepat tepat mata pelajaran Kimia di SMA KENCANA, jadi bapak mau kamu mempersiapkan diri dari sekarang dan kamu hanya punya waktu satu minggu lagi." Devian hanya memutar bola matanya.

"Dan jika kamu bisa meraih tempat pertama, akan bapak pastikan selama kelas dua ini kamu aman dari DO." Devian kaget dengan perkataan yang tidak langsung adalah kesepakatan dari Pak Usman itu.

"Oke, saya akan membuktikan perkataan Bapak tadi akan menjadi boomerang buat bapak. Saya permisi."

Devian keluar dengan diiringi tatapan tajam dari Pak Usman. "Seiring berjalannya waktu, kamu semakin berubah Devian."

Steven menuju kelasnya, tiba-tiba saja perutnya berontak.

"Ini pasti karena sambal tadi."

Steven masuk ke salah satu kamar mandi dan menyelesaikan urusan perutnya itu. Setelah semuanya selesai, Steven membuka pintu kamar mandinya. Dan ia kaget karena ada tiga orang yang telah menunggunya.

"Lo temennya si anak miskin banyak tingkah itu kan?" tanya Brian.

"Ma-maksud lo Devian?" Brian tersenyum.

"Nggak nyangka gue anak cupu kayak lo ini jenius juga." Brian memberi Kode kepada kedua temannya.

Mungkin sudah mereka rencanakan kedua teman Brian memegang kedua tangan Steven.

"Lo bertiga mau ngapain?" Nada ketakutan terdengar jelas saat Steven mengatakan itu.

"Gue cuma benci sama Devian, karena lo temennya gue juga benci sama lo." Brian tersenyum kepada Steven, seperti Singa yang tersenyum didepan kelinci yang siap untuk menjadi mangsanya.

'Devian tolongin gue,' ujar Steven dalam hati.

Devian sedang berjalan menuju kelasnya, dia harus belajar dengan cepat dan efektif untuk lomba kali ini. Devian sadar dengan sikapnya itu, dia bisa dikeluarkan kapan saja dari sekolah ini. Oleh karena itu Devian harus mempunyai jaminan bahwa setahun ini dia akan baik-baik saja di sini. Sedikit lagi Devian sampai di depan pintu kelasnya,

"kampret, gue kebelet lagi."

Terpaksa Devian harus memutar arah dan menuju ke kamar mandi. Karena tidak akan lucu jika sampai dia mengompol, apa yang akan dikatakan semua siswa di sini?

Hooligans Vs UltrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang