Ah~ Mercy jadi teringat kembali dengan sesuatu yang dia pikirkan. "Indigo tolong absenkan aku, katakan jika perutku sakit."
"Eh..."
"Tolong..."
"YAH!!"
Mercy berlari pelan. Dia juga tidak begitu mahir berlari. Fisiknya tidak sehebat Indigo yang bisa berlari beberapa putaran penuh tanpa istirahat.
Suasana kafetaria begitu lenggang mengingat sebagian mahasiswa masih banyak di kelas. Mercy memelankan langkahnya mendekati konter penjualan.
"Berikan satu botol air mineral." Ucapnya sembari mengeluarkan beberapa lembar uang dan menyerahkan pada bibi penjual.
"Terima kasih." Ucap Mercy tanpa makna.
Mercy berbalik mundur dan mengubah langkahnya menjadi lari kecil agar cepat sampai ke tujuannya.
Dia menahan nafas supaya ulu hatinya tidak sakit.
Teman-teman klub basket Riley memenuhi pinggir lapangan gedung olahraga. Hanya Ramon yang Mercy kenali dari postur tubuhnya yang tinggi masih berlari dilapangan.
Mercy berjalan perlahan mendekati sisi pinggir lapangan. Disana banyak tubuh bergelimpangan seperti mayat. Dia mencari satu sosok yang dia kenali.
Riley duduk paling ujung lapangan, wajahnya menghilang dibalik lengan. Bahunya naik turun dengan tempo yang cepat.
Mercy melewati beberapa tatapan penasaran ketika dia mendekat.
"Riley." Ucapnya pelan menunggu Riley mendongak.
Tubuh pria itu menegang kaku. Dia mengenali suara Mercy. Pelan-pelan dia mendongak. "Mer-Mercy?" Riley terbata, "apa yang kau lakukan disini?" Tanya Riley berusaha menutupi rasa bahagianya yang naik ke tingkat maksimal melihat Mercy di depannya.
Rasa lelah dan pegal diseluruh tubuhnya serta merta menghilang. Cinta memang obat ampuh untuk segala macam penyakit, fisik maupun sikis.
Mercy mengulurkan tangannya dan memberikan sebotol air mineral. "Aku ingin memberikanmu ini."
Mereka sadar jika sekarang mereka menjadi pusat perhatian. Bahkan pelatih Riley tidak bisa menghilangkan rasa canggung dan geli saat melihat kedua pasangan dimabuk asmara itu berdiam diri saling bertatapan penuh arti. Rona merah pipi Riley menambah semarak pemandangan lovey dovey dipinggir lapangan.
Beberapa sahabat Riley bersiul pelan. Mereka menggoda pasangan yang asik dan masih belum kembali menginjakkan kaki kebumi itu tanpa henti.
"Te- terima kasih." Ucap Riley menerima botol yang diberikan Mercy.
Lalu kemudian????
Kriiikk~~~~~
BGM dibelakang mereka semakin bertambah ribut. Ada koar aneh yang Riley tangkap.
"Cium.... Cium..."
Riley mengambil bola basket yang bersender dikakinya dan melemparnya kearah sahabat-sahabat yang menggodanya. Mereka bukannya takut malah semakin bertambah gila, berjoget ditepi lapangan mengelilingi Ramon sebagai pusat rotasi kemudian bernyanyi.
"Riley... Jeng... Jeng... Mercy.. Jeng.. Jeng... Syalalalala... Subidup – bidup.. papparapa......"
Pelatih klub basket mereka bahkan ikut menyoraki, mereka lupa jika saat ini mereka tengah latihan serius untuk menghadapi pertandingan antara kampus minggu depan. Semua sudah terlupakan. Menggoda Riley lebih menarik daripada berlari keliling lapangan atau menertawakan pelatih mereka yang akan mengembang kempiskan hidungnya ketika marah saat salah satu dari mereka tidak berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romance Short-Story Collection [END]
Storie d'amoreRomance Light! Enjoy! Indonesia Langue! be Nice or Leave ^^!