PART. 5 - THE PUNISHMENT.

16.2K 1.2K 81
                                    

WARNING: MATURE CONTENT 21+

Tiap kali aku edit dan revisi cerita ini, tiap kali itu juga aku merasa ribet dengan harus taro tinggal, tarik napas, berusaha untuk nggak mikir jorok, tapi akhirnya malah jadi... 🥴



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Vanessha memperhatikan sekeliling dengan bosan dan tidak bisa memahami jalannya pertandingan. Semakin melihat keramaian itu, kepalanya terasa penat oleh karena kebisingan dan hiruk pikuk yang ada di stadium. Perubahan rencana yang dilakukan Felix membuat Vanessha menjadi salah satu penonton dengan pertandingan liga sepakbola lokal itu.

Felix, teman dari Alena, tampak begitu antusias dan berseru kegirangan saat tim andalannya berhasil mencetak gol. Vanessha memijat keningnya dengan perlahan sambil berusaha untuk bertahan sedikit lagi. Jika bukan karena dia terlanjur emosi dan membutuhkan penyegaran, dia memilih untuk tetap berdiam di sebuah kafe yang sepi dan membaca buku.

PIkirannya masih dipenuhi oleh kejadian tentang Noel yang menciumnya dengan lancang di depan umum dan membuatnya menjadi wanita perebut kekasih. Rasanya tidak menyenangkan, apalagi diberikan tatapan penuh kebencian oleh wanita cantik berambut pirang itu.

Kembali dengan keramaian yang ada di stadium, Vanessha sudah tidak tahan dan melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul enam sore waktu setempat. Itu berarti dia sudah hampir seharian diluar dan teringat jika belum memberikan kabar melalui pesan singkat pada ibunya, juga belum mengetahui kabar Alena dan Ashley yang melanjutkan akhir pekannya hingga tengah malam.

"Apa kau sudah bosan?" tanya Felix yang membuatnya sedikit tersentak karena pria itu tahu-tahu sudah berbisik tepat di telinganya.

Vanessha menoleh dan mendapati Felix tersenyum penuh arti. Dia tidak menyukai pria itu, terlebih caranya dalam mendekatkan diri atau seperti sengaja ingin mencondongkan tubuh agar ada sentuhan yang disengaja.

"Sudah saatnya aku harus pulang," jawab Vanessha lugas.

Felix mengerutkan kening sambil menatap Vanessha dengan penuh penilaian. "Apakah kita bisa menunggu sampai sejam lagi? Atau setidaknya sampai jam makan malam dan aku akan mengantarmu pulang dalam keadaan kenyang."

"Aku tidak bisa sebab aku yang bertugas untuk membuat makan malam di rumah," ujar Vanessha beralasan dan cukup bangga dengan diri sendiri yang begitu lancar dalam membuat kebohongan yang terdengar masuk akal.

"Baiklah," ucap Felix dengan nada kecewa dan beranjak berdiri sambil mengulurkan tangan pada Vanessha.

Berpura-pura tidak melihat uluran tangan itu dengan mengambil tasnya, Vanessha beranjak dan segera berbalik untuk meminta jalan pada penonton yang duduk sebaris dengannya. Tidak mudah untuk keluar dari stadium, juga begitu bising yang membuat telinganya berdenging, Vanessha ingin segera melompat saja agar bisa keluar dari sana.

Menghela napas lega, Vanessha sudah berhasil keluar dan berjalan menyusuri koridor panjang menuju jalan keluar. Dia masih berjalan saat sebuah sentuhan yang menggenggam tangannya membuat langkahnya terhenti untuk menoleh pada Felix yang melakukan itu.

"What?" tanya Felix sambil tertawa pelan.

"Lepaskan, aku tidak nyaman," jawab Vanessha sambil menarik tangannya tapi Felix tetap menggenggamnya erat.

"Aku tidak mengerti kenapa kau harus bersikap seperti ini. Kau cantik dan muda, tapi tidak cukup pintar dalam menarik perhatian. Kau terus bersikap seolah aku adalah sumber penyakit yang harus kau jauhi," ucap Felix dengan ekspresi serius.

UNSTOPPABLE PLAYER (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang