CH 16 - Ma Happiness -

604 30 0
                                    

"Bunda sama Ayah kecelakaan Lit."

DEG

*****

"Gak! Kakak bohong!" Gue mendorong-dorong tubuh kakak gue. Gue ga percaya sama sekali dengan omongannya.

"Lita, sekarang kita harus ke rumah sakit. Tapi kamu jangan nangis lagi ya? Kakak ga mau liat adik kakak nangis, hm?" Dengan amat terpaksa gue menganggukkan kepala sambil menyusut air mata. "Lita mau ngambil jaket dulu kak." ucap gue dengan suara parau.

"Iya." ucapnya sambil tersenyum tipis.

*****

Sejujurnya gue benci bau obat-obatan, kursi roda, terutama cat warna putih. Ya, gue benci rumah sakit. Sangat amat benci. Karena apa? Karena di tempat inilah yang membuat gue berubah. Gue yang awalnya periang, hyperaktif, mudah bergaul, berubah menjadi sekarang. Menjadi cuek, dingin, tidak mudah bergaul.

"Ayo Lit, masuk."

"Iya kak." Gue dan kakak masuk ke dalam kamar yang serba putih dan bau obat-obatanpun semakin menyengat.

"Tata." Itu suara Bunda. Guepun mendekat ke arah Bunda dengan air mata yang sudah berjatuhan sedari tadi. "Bunda." gue langsung memeluk Bunda dengan sangat erat seolah-olah tidak ingin jauh dari Bunda.

"Lit, jangan terlalu erat meluknya. Kasian Bunda."

"Oh iya kak." Guepun melepaskan pelukan gue dan melihat wajah Bunda yang sedang tersenyum dengan air mata yang mengalir. "Mana Ayah Bun?"

"Ayah kamu lagi keluar."

"Kok gak istirahat?"

"Ayah ada disini." itu suara baritone Ayah gue. Langsung gue lari ke arahnya dan memeluknya erat. "Eh ini si bungsu kenapa?" ucap Ayah gue sambil mengelus puncak rambut gue.

"Maafin Tata, yah. Tata janji, Tata bakal nurut sama Ayah dan juga Bunda. Tapi yang positif aja."

"Lu napa dah Ta?"

"Ayah kenapa gak istirahat? Luka Ayah kan pasti belum sembuh. Udah udah, Ayah tiduran aja sana." ucap gue sambil memandang Ayah.

"Ayah guencana, Ta."

"Gwaenchanha, yah."

"Hooh ntu maksudnya."

"Kok bisa?"

"Ya bisa dong, ayah Farhan." Farhan itu nama ayah gue.

"Kok bisa sih bun?"

"Bapak lu ketinggalan pesawat."

"Lah kok?"

"Au dah. Bunda aja kesel, katanya mau ke toilet, tapi ampe sejaman."

"Abis ngeluarin feses, bun."

"Ga selama itu juga yah." Bunda mulai merajuk.

"Iya iya, maafin ayah ya." Ayah nyamperin bunda lalu meluk bunda.

"Khem khemm. Duh tenggorokan Tata gatel."

"Di kom*k ajaa." abang gue malah ngiklan guys:'

"Etdah kakk." gue pun tertawa diikuti oleh bunda, ayah, dan kak Rifky. Gue sangat amat bersyukur sama keadaan keluarga gue saat ini. Gue harap ini semua bukan cuma mimpi ataupun hayalan. Dan semoga keluarga gue seperti ini terus selamanya. Tapi... seketika gue teringat sesuatu, sesuatu yang dimana semua orang gak tau tentang hal itu. Bahkan gue gak berniat ngasih tau ke orang-orang apalagi orang tua dan kakak gue.

Cold Girl vs Cold Boy | ✔ [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang