Hate destroys the haters-- Martin Luther King Jr
Di sebuah ruangan istana terdalam, tangisan bayi pecah di udara untuk beberapa saat sebelum kembali dalam keheningan. Hanya dibantu oleh pelayan setianya, Ratu Natya memanggil penjaga rahasia yang bersiaga dari balik kegelapan. Ia segera menyambar sebuah surat yang telah disiapkan di atas meja.
Tidak ada yang tahu bahwa Ratu Natya sebenarnya telah melewati persalinan beberapa jam sebelumnya dan mengelabuhi berita yang tersebar.
“Pergilah melalui lorong rahasia di dekat pemandian. Bawa dan lindungi pangeran melalui hutan firewood menuju perbatasan Lanley, lalu temui Jenderal Greer. Pastikan tidak ada siapapun yang tahu. Sampaikan suratku, dia akan melindungi pangeran.”
“Ya Mulia Ratu...“
Di luar istana, api membumbung semakin tinggi. Bunyi kekacauan dan pertempuran sengit membelah langit malam.
“Tidak ada waktu. Cepat pergi!”
Ratu Natya mengecup dahi putranya penuh kasih sayang sebagai ucapan perpisahan dan menyerahkan pada penjaga rahasia berpakaian hitam. Penjaga itu memeluk bayi yang lelap tertidur dalam gendongannya dan membungkus dengan kain hitam. Ia mengangguk pada Sang Ratu sebagai tanda hormat untuk terakhir kali.
“Saya akan melindungi pangeran dengan segenap nyawa,” Sumpah penjaga rahasia itu sebelum berbalik pergi.
Setetes air mata jatuh di pipi Ratu Natya setelah bayang-bayang hitam menghilang secepat angin dalam kegelapan. Pelayan setengah baya yang berdiri di samping, menyerahkan bayi perempuan dalam gendongannya.
“Ya Mulia Ratu...“
Ratu Natya meletakkan jari telunjuknya di depan bibir memberi peringatan untuk diam. Ia memeluk bayi mungil di dekapannya penuh rasa bersalah. Itu adalah putri saudara sumpahnya sejak muda meski status mereka sesungguhnya tuan-pelayan. Sekarang, wanita itu tidak memiliki pilihan selain berjudi dengan nyawa putri saudaranya sebagai tameng untuk melindungi putranya.
Ratu Natya terpejam membiarkan air mata kembali mengalir di pipi sebelum kembali membuka netra saat suara bising dan jeritan pilu terdengar semakin mendekat dari balik pintu. Ia bergegas naik ke atas ranjang dibantu oleh pelayannya.
“Maafkan aku, Ulli,” Ucap Ratu Natya dengan penuh penyesalan sambil menggenggam tangan wanita yang setia melayaninya, “Seharusnya kau melarikan diri bersama pelayan lainnya.”
“Kami tidak akan,” Ucap pelayan wanita tersebut, “Meski harus mati, kami akan tetap setia pada Yang Mulia Ratu.”
Suara ‘brak’ terdengar saat pintu ruangan ditendang. Seorang pria dengan wajah garang memasuki ruangan diikuti beberapa prajurit berzirah. Lalu dari arah pintu, terdengar langkah kaki yang mengetuk pelan dan mantab. Prajurit yang mengepung segera membuka jalan bagi wanita cantik yang baru saja datang.
“Selamat pada Ratu yang telah melahirkan,” Ucap wanita itu dengan senyum tersirat sambil melirik bayi dalam gendongan Ratu Natya.
Ratu Natya semakin mendekap bayi dalam pelukannya dan menggenggam tangan pelayan wanita setianya yang sedikitpun tidak gentar meski tahu kematian akan segera menjemputnya.
“Apa yang kau inginkan?” Tanya Ratu Natya dengan nada tenang.
Tawa mengejek wanita cantik yang berdiri bersidekap tangan itu pecah di udara.
“Kau sungguh ingin tahu?” Lidya Anster mencemooh, kemudian berkata, “Orang-orang mengatakan bahwa kau adalah ratu paling murah hati dan bijaksana. Kau cantik, baik, dan dicintai. Sayang sekali mulai sekarang, namamu hanya akan tertulis dalam sejarah hitam. Itulah yang aku inginkan!”
Ratu Natya tersenyum dengan sedih mendengarnya, “Sebesar itukah kebencianmu padaku?”
Lidya tersenyum mengejek mendengar pertanyaan Ratu Natya. Ia memberi perintah pada salah satu prajurit dengan sudut matanya.
“Cepat ambil bayinya!”
“Tidak, jangan sakiti bayiku.” Ucap Ratu Natya.
Prajurit itu tidak peduli dan segera merampas bayi dalam gendongan Ratu Natya yang mulai menangis. Ulli yang berusaha menghalangi akhirnya terdorong ke samping dan jatuh membentur lantai dengan keras.
“Bayi perempuan?”
Lidya menatap bayi yang menangis dalam gendongannya dengan tatapan meneliti. Bulu mata Ratu Natya sedikit bergetar. Lidya adalah orang yang tidak akan membiarkan ancaman menghantuinya. Jika bayi itu laki-laki, seratus persen ia yakin Lidya akan membunuhnya di tempat. Ratu Natya hanya bisa berjudi dengan nyawa bayi perempuan itu karena kemungkinan limapuluh persen Lidya masih akan membiarkannya hidup.
“Aku mohon, jangan sakiti putriku,” Pinta Ratu Natya.
Lidya mengalihkan tatapannya dan menyeringai puas melihat wanita yang ia benci memohon padanya.
“Tenang saja, aku belum berniat membunuh putrimu.”
Diam-diam Ratu Natya bersyukur dalam hati. Setidaknya, ia berhasil menyelamatkan kedua bayi itu meski dengan cara yang keliru.
Setelah melirik sekali lagi pada Ratu Natya dengan pandangan cemoohan, Lidya berjalan pergi meninggalkan ruangan. Ratu Natya kembali pada pria yang berdiri menatapnya dengan seringai membunuh.
“Gerard, Yang Mulia Raja tidak pernah memperlakukanmu dan para pejabat dengan tidak adil. Tapi, kenapa kalian bersekongkol untuk menjatuhkannya?”
Gerard mengulas senyum kejam, “Benar, Yang Mulia Raja Argus adalah pemimpin yang baik. Tapi, membiarkannya hidup tidak akan membuat kami berkuasa. Selanjutnya, meski Herodias tidak memiliki darah raja secara langsung, ia masih keluarga kerajaan.”
Mendengar semua pengakuan Gerard membuat Ratu Natya tersenyum dingin.
“Setelah kalian berkhianat dan membunuh orang-orang yang tidak bersalah, apa kalian pikir langit masih akan berdiam begitu saja?”
Gerard menyeringai dan menarik pedang dari sarungnya dengan tidak sabaran. Raja Argus dan orang-orangnya telah mati meski dengan perlawanan sengit. Ia tidak ingin lagi membuang tenaga untuk melayani omong kosong Ratu Natya tentang karma dan pembalasan langit. Yang jelas, wanita terhormat itu juga akan segera menemui kematiannya.
“Kalau begitu, aku sangat menantikan saat itu datang,” Gerard tersenyum jahat sambil berjalan mendekati Sang Ratu dan mengangkat pedangnya yang dipenuhi bercak warna merah, “Sekarang saatnya bagi Yang Mulia Ratu untuk mengucapkan selamat tinggal pada dunia.”
Malam semakin kelam saat seluruh lantai istana dipenuhi genangan darah. Jerit kesakitan dan api yang berkobar bercampur teriakan tentara pembelot penuh kemenangan menembus kegelapan malam.
Sebagian orang menggigil dalam ketakutan dan sebagian lainnya berpesta ria. Tidak ada yang menyadari bahwa di suatu tempat yang bercampur dengan kegelapan malam, pria berpakaian hitam mempertaruhkan nyawa untuk menembus kedalaman hutan bersama bayi dalam gendongan.
Yang diketahui seluruh rakyat dalam malam yang panjang itu, masa pemerintahan Raja Argus Liht telah berakhir dan digantikan oleh kepemimpinan baru. Kerajaan Ivory menyambut sang penguasa, yaitu Raja Herodias.
Sae || 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
THRONE - The Real Of The King
FantasíaIa adalah pemilik takhta yang sesungguhnya. Ia pemuda terhebat satu dalam seratus tahun yang diimpikan setiap wanita. Ia mampu mengendalikan dunia seakan membalik telapak tangannya. Ia lah penguasa sebenarnya yang mengendalikan pertarungan dan kejat...