Karnamu atau KarnaNya? ; 1

88 8 4
                                        


Enjoy ya guys!!!!!!

Kebanyakan orang kalau membuka sebuah lembar cerita itu identik dengan sinar matahari menusuk mata setelah itu ia akan terlambat untuk pergi ke sekolah. Rasanya itu sudah basi ya! Tapi, biarkanlah itu terjadi untuk sepenggal cerita. Toh, awal yang biasa akan menimbulkan efek luar biasa di akhir nanti.

Biarkan aku, Arona Gyatri Sabillah membuka lembaran ceritaku dengan hal yang berbeda. Dengan sinar cintamu yang menusuk relung hatiku mungkin? Kenapa? Tidak suka? Biarin.

Kini aku sedang ada di Bandara Soekarno-Hatta menunggu panggilan pesawat yang akan membawaku ke Pontianak. Dulu aku sempat 5 tahun ada di Kota Pontianak. Iya, saat aku SD-SMP aku berada disana karna Mama dan Papa ada tugas disini. Aku dan Cecil adikku tinggal di rumah Oma yang aku sudah lupa bagaimana bentuknya sekarang. Ya jelas, karna aku sekarang sudah selesai mengenyam bangku pendidikan. Baru saja beberapa bulan yang lalu aku mencoret-coret bajuku di lapangan sekolah. Pulang-pulang aku diomeli panjang lebar oleh Papa. Padahalkan aku hanya coret baju, bukan mengedarkan narkoba.

Tak lama menunggu panggilan pesawatku sudah terdengar karna aku check in saat mendekati boarding, tak tik supaya tidak bosan menunggu.

Pontianak, im back.

***

Kadang aku heran dengan Mama yang tak mau membiarkan aku dirumah sendirian ketimbang menghamburkan uang untuk membelikan aku tiket ke Pontianak. Aku juga tidak akan membawa siapa-siapa kerumah kok. Ya, palingan pulang pukul 2 malam. Tapikan itu sudah biasa. Aku hanya hangout bersama teman-teman yang sudah Mama dan Papa kenal. Seperti Yudha, Ricky, James, Indah, dan Elo. Walaupun Mama selalu menceramahiku jika aku pergi dengan mereka. "Rona, mama gak suka kamu bergaul dengan mereka. Berandalan," itulah kalimat Mama jika aku sudah pulang malam.

Tapi beneran deh, aku gapernah mabuk. Minum dikit aja, ga sampe sempoyongan. Gak kayak Indah yang sampai di bopong oleh kami karna sudah tak kuat berjalan. Aku selalu memperingati teman-temanku untuk jangan pernah memaksaku untuk mabuk. Karna kalau mereka sampai memaksaku, aku akan memutilasi mereka dan membuang potongan badan mereka ke kali yang ada di Jakarta secara tersebar. Mungkin terlalu hiperbola, tapi ancaman itu sunggu berpengaruh bagi mereka. Mangkanya, sampai saat ini mereka sekalipun tidak pernah memaksaku untuk mabuk.

Kembali ke topik awal.

Bandara International Supadio.

Sungguh berbeda dari beberapa tahun yang lalu. Sekarang bandara ini sudah terlihat lebih megah dan mewah. Dulu bandara ini tidak nyaman dipandang, sekarang sungguh besar dan dilengkapi kedatangan International. Sungguh berkelas. Setelah keluar dari pintu kedatangan aku sedikit mengedarkan pandanganku. Aku mengecek handphone untuk melihat apakah ada telfon atau pesan masuk yang menandakan dimana Teh Desy berada. Namun ternyata nihil.

Teh Desy adalah sepupuku asli sunda yang sekarang sudah menetap di Pontianak. Ia ingin menjaga Oma yang sudah sangat berjasa kepadanya. Dulu saat ia mau kuliah, Oma yang membayarkan semuanya. Maka dari itu, Teh Desy sangat menyanyangi Oma. Ayah dan Bunda Teh Desy sudah lama meninggal karna kecelakaan pesawat. Karna keterpurukannya jugalah Teh Desy lebih memilih menetap di Pontianak dan menjaga oma disini.

Saat aku menoleh ke arah kiri disana ada seorang wanita dengan jilbab biru laut melambaikan tangannya dan tersenyum hangat. "Rona sini," teriaknya dan membuatku menghampirinya. Teh Desy sangat menawan dibalut jilbab biru lautnya. Ia memelukku hangat sambil sesekali memujiku yang sudah beranjak dewasa. "Body goals banget sih kamu," ucapnya seraya melihatku dari atas kebawah. Yaampun, ini menurutku gendut dan tak pantas disebut body goals.

"Teteh sendiri?" Tanyaku karna tak melihat satu orang pun.

"Iya, bawa mobil sendirian. Yuk, sini ke parkiran. Oma udah kangen kamu banget," aku hanya mengangguk dan mengikuti Teh Desy dari belakang.

SECUILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang