Daun musim gugur yang jatuh menghias jalanan malam ini, terlihat seperti karpet cokelat dibawah cahaya lampu. Angin terus berhembus Hi halus, membawa rambut sunny melayang lembut di belakang kepalanya. Udara dingin di malam musim gugur itu, seakan terus mendorong Sunny, dan membuatnya mempercepat langkah kakinya
Sunny berhenti di depan rumah berlantai dua dengan cat putih terang, dan halaman kecil penuh bunga menyapa di depannya. Dari situ, Sunny sudah bisa melihat bayangan seseorang mondar-mandir di balik cahaya yang tembus keluar jendela.
Sudah dua bulan sejak terakhir Sunny mengunjungi rumah, walaupun jaraknya hanya berkisar sepuluh menit dengan berjalan kaki dari apartmentnya. Sunny berjalan masuk dengan rasa terpaksa di setiap langkahnya. Semua itu terlihat jelas dari helaan nafas panjang yang dia bawa sepanjang jalan. Makan malam bersama ayah dan keluarga tirinya selalu membosankan. Sunny tidak pernah bertahan sehari penuh di sana.
Aroma ayam panggang sudah tercium sampai ke depan pintu. Sunny mengetuk lembut.
"Sunny!" Seorang pria paruh bayah dengan badan yang cukup kekar muncul dari balik pintu. "Ayo, makan malam hampir siap." Ayah Sunny, dengan senyum lebarnya menyambut anak gadis yang hampir jarang dilihatnya itu. Ayah membawa Sunny mendekat ke meja makan yang sudah rapih teratur.
"Wah, Sunny tiba di saat yang tepat." Amy, ibu tirinya menyapa dari dapur dengan senyum ramahnya. "Ayo, silahkan duduk."
Mata Sunny mengelilingi seisi ruangan dengan sedikit dekorasi baru itu. Ibu tirinya memang gemar mendekorasi rumah dengan gaya yang berbeda setiap musim berganti. Sunny membuka mantel yang dia pakai dan menggantungnya di sandaran tempat duduk.
"Semuanya siap." sahut Amy, sambil membawa nampan berisi sup macaroni yang baru saja matang. "Andrea, ayo turun! Semuanya sudah siap."
Andrea, saudara tirinya, adalah salah satu alasan Sunny tidak menyukai rumah. Bukan sesuatu yang serius, hanya saja kedua gadis itu memang tidak saling cocok. terpahut perbedaan umur satu tahun seharusnya membuat Sunny dan Andrea menjadi saudari yang bersahabat, tapi sayangnya mereka memulai dengan kesan yang tidak baik. Sunny, anak yang tertutup dan Andrea anak yang bubbly.
"Hm, bau makanan enak!" Andrea muncul dari tangga di belakang Sunny dengan langkah ringannya yang girang. Dia berjalan menghampiri kursi yang terletak berlawanan arah dengan Sunny. "Oh, hi Sunsun." Sapanya setelah duduk berhadapan dengan saudara tirinya itu.
Sunny membalas dengan senyuman kaku.
Kecanggungan saat makan malam sudah menjadi hal biasa untuk keluarga kecil itu. Andrea yang banyak bicara selalu meramaikan keheningan. Berbeda dengan Sunny yang selalu membunuh suasana dengan tidak menanggapi setiap percakapan. Sunny cenderung membuka mulutnya hanya pada saat melahap makanannya saja.
"Sunny, apa kau sudah memutuskan tentang pekerjaan?" Ayah berusaha membawa Sunny dalam bincangan keluarga itu. Tingkat S1 sudah cukup untuk mendapat pekerjaan yang bagus.
Oh tidak lagi. Sunny sudah mendapatkan pertanyaan ini berkali-kali setelah beberapa bulan menyelesaikan studinya. Walaupun alasannya tetap sama, Sunny tetap berusaha menjawab. "Ya, aku sedang memikirkannya." Katanya, acuh.
"Bagaimana kalau Andrea membatu mencarikan? Mungkin ada lowongan di tempatnya." Sambung Amy sambil menatap Sunny dan Andrea bergantian.
Mata Sunny bergetar, Andrea memang bekerja di kantor rumah sakit ternama dalam kota, tapi tentu saja Sunny akan menolaknya. Tak pernah sekalipun dia berpikir untuk bekerja di tempat yang sama dengan saudara tirinya itu. "Aku akan mencari pekerjaan yang cocok denganku." Jawabnya setelah sedikit jeda.
"Perpustakaan? Tempat itu sunyi. Cocok untukmu." Andrea menyambung pembicaraan dan menatap Sunny sesaat lalu melanjutkan kesibukan dengan makanan di hadapannya.
YOU ARE READING
Fallen Moon
RomanceSunny masih mengikat erat janji sahabat kecilnya, dengan harapan Jonathan pasti kembali untuknya. Setelah sepuluh tahun, Jonathan berhasil mengajarinya menunggu. Sunny terus menunggu janjinya. Tapi, bukan hari ini. Bukan hari ini juga, sampai Lucas...