Sebuah meja lebar tertata rapih di dalam ruangan kantor, dengan ukuran yang begitu luas. Dekorasi modern di dalamnya sudah pasti membuat siapapun merasa nyaman bekerja disana. Jonathan duduk santai di balik meja dengan papan 'Presiden Direktur' berdiri gagah di depannya. Jonathan kembali setelah sepuluh tahun meninggalkan kota.
Tidak. Jonathan sedang tidak menjabat sebagai Presiden Direktur, dia hendak menyapa pamannya, sang pemilik Reys Works, perusahaan desain grafis yang cukup ternama. Lucas menunggu pamannya datang, sambil sedikit menjelajah ruangan sang pemilik itu.
Jonathan berdiri sopan saat pintu ruangan mulai terbuka.
"Joe!" Seorang pria dengan pakaian rapih, muncul dari balik pintu. "Senang melihatmu." Pak Reynolds masuk dan bergegas memeluk keponakannya itu.
"Paman apa kabar?" Jonathan menerima pelukan pamannya dengan hangat.
"Baik!" Jawab paman dengan tegas. "Ayo duduk. Kita mengobrol sebentar." Pak Reynolds mengantar Jonathan ke tempat duduk di tengah ruangan. "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya tanpa basa-basi.
Jonathan memulai jawaban dengan tawa kecil. "Keadaanku tidak pernah sebaik ini."
"Aku senang mendengarnya." Pak Reynolds berbicara sambal terus memandang Lucas dengan penuh sayang. "Jadi, apa rencanamu disini?"
"Tidak ada." Lucas mengangkat bahunya. "Aku mungkin hanya akan menghabiskan hari-hariku disini." Sambungnya.
"Beri tahu paman apa yang kau butuhkan." Pak Reynolds menepuk bahu Lucas dengan lembut. "Kau sudah sarapan? Ada restoran bagus di depan kantor."
"Tidak, terima kasih." Lucas mengangkat kedua tangannya dan menggoyangkan keduanya. "Aku harus ke rumahku dulu."
"Rumah?" Pak Reynolds menaikkan nada suaranya. "Paman pikir, kau sudah menjualnya?"
Jonathan tersenyum kecil. "Tidak. Aku masih punya hutang disana."
***
Matahari masih condong ke barat. Jonathan memegang setir mobil dan menuju ke rumah lamanya. Hari yang tepat, karena keluarga penghuni akan segera pindah pagi ini. Untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun, Jonathan akan masuk ke rumah masa kecilnya itu.
Dua tahun yang lalu, Jonathan datang menjenguk kota, tapi dia hanya bisa mengintip rumahnya dari depan gerbang, karena ada keluarga yang menghuni tempat itu.
Saat itu juga, Jonathan melihat harta masa kecil yang lama dia tinggalkan. Sahabat kecilnya yang saat itu berubah menjadi gadis mahasiswa, sedang berjalan pelan melewatinya dengan setumpuk buku yang dia peluk di dadanya. Apa yang Sunny lakukan disini? Pikirnya.
Sunny membelok masuk ke dalam apartmen di seberang rumahnya. Jonathan masih belum mencerna keadaan saat itu. Kemudian lampu menyalah di lantai dua apartmen itu. Jendelanya terbuka, dan sunny duduk di balik sana. Dia terlihat begitu lelah dan tatapannya kosong. Saat itu juga, Jonathan sadar bahwa ada satu hutang yang belum dia lunasi.
"Selamat pagi!" Jonathan menyapa orang-orang yang sedang sibuk mengangkut kardus-kardus pindahan.
"Joe? Kenapa kau datang sepagi ini?" Brad muncul dari tengah-tengah pekerja.
"Brad!" Jonathan membawa pelukan untuk Brad, sahabatnya. "Aku datang untuk melihat sesuatu. Kau sendiri? Bukankah janji kita nanti malam?" tanyanya,
"Ada yang perlu aku periksa untuk Lucas." Jawab Brad. "Apa kau datang untuk..."
Jonathan tertawa kecil, lalu memalingkan kepalanya ke jendela lantai dua seberang jalan. "Tidak." Sambungnya, lalu meninggalkan Brad dengan tepukan di bahu.
YOU ARE READING
Fallen Moon
RomanceSunny masih mengikat erat janji sahabat kecilnya, dengan harapan Jonathan pasti kembali untuknya. Setelah sepuluh tahun, Jonathan berhasil mengajarinya menunggu. Sunny terus menunggu janjinya. Tapi, bukan hari ini. Bukan hari ini juga, sampai Lucas...