Sakura menundukkan kepala dalam-dalam, berusaha membuat dirinya tak kasat mata diruang organisasi sekolah. Gadis itu duduk dikursi paling pojok, dekat jendela, terhalang tubuh Karin, anggota organisasi sekolah lainnya yang duduk satu meja didepannya. Disamping Sakura, Yamanaka Ino berusaha mencermati perkataan Neji yang berbicara didepan kelas.
Hari ini, sepulang sekolah ia tidak bisa membolos rapat harian organisasi sekolah, kalau tak ingin Tsunade-sama memberikan tugas yang lebih berat dari sebelumnya. Padahal, Sakura sendiri enggan dan sungkan menjalankan tugas dari guru gemuk itu yang diberikan minggu lalu.
"Nah, aku, Sasuke, dan Sakura berada satu kelompok dalam hal dekor." Sakura menarik utuh segala kesadarannya saat Neji memanggil namanya. Gadis itu diam-diam mengerling Sasuke yang duduk dibangku pojok sebaris dengannya, menghela nafas dengan penuh sakit hati. Ia tahu sebentar lagi Sasuke akan mengangkat tangan, menolak kelompok yang disusun Neji dengan cibiran yang akan menyakitkan bagi Sakura.
Tapi nyatanya, Sasuke hanya diam dan tak mengubah wajah dinginnya.
"Neji, mengapa tak sebaiknya Sasuke satu kelompok denganku?!" Karin tak perlu mengangkat tangan untuk berbicara. Gadis itu membenarkan kacamatanya "Kita semua tahu apa yang terjadi antara Sasuke dan Sakura, kan? Ah, tak baik mereka sekelompok."
Neji mengerutkan kening heran, belum mendengar sesuatu yang buruk antara si onyx dengan emerald "Apa yang terjadi antara Sasuke dan Sakura?"
"Ya, Sakura kan mengganggu Sasuke terus." ujar Karin sembari melirik Sakura sinis yang langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam. Disampingnya, Ino mencibir diam-diam. Sahabat perempuan Sakura itu sedang meredam keinginannya untuk meremas bibir Karin.
"Ano, Karin-senpai, bukan begitu yang sebenarnya." Ino membela Sakura. Tetapi gadis merah jambu itu menahan lengan Ino supaya tidak beranjak dari tempatnya.
"Tapi itu fakta yang kutahu." tanpa beban Karin mengedikkan bahu, kembali menatap Neji "Kurasa kita perlu perombakan pada daftar kelompok yang kau buat, Neji."
"Dia benar." Sakura terperangah mendengar jawaban dari sudut kelas. Sasuke menatap Neji datar, dingin, dan ketus bersamaan.
"Wah, kurasa ini bukan tempat untuk gosip seperti itu, benar kan?" Neji menggeleng "Karin, Sasuke, keputusanku sudah final. Nah, sekian rapat kali ini. Seminggu ini setiap kelompok akan berdiskusi masing-masing dan kita akan mulai saat gladi kotor. Arigatou, rapat bubar."
Semua siswa anggota organisasi sekolah beranjak keluar, begitu pula Karin dan Ino. Sakura, yang merasakan jantungnya hancur berdarah-darah tentang pembelaan Sasuke terhadap Karin masih membesi dikursinya, merasakan angin bulan Agustus menghela wajahnya dengan lembut dari jendela.
Lalu, air mata itu jatuh.
Sakura menenggelamkan kepalanya diatas meja, menangis dengan hebat disana, saat ruangan sudah kosong. Air matanya tumpah ruah, bersatu dengan luka yang belum sembuh dari pedang ucapan kasar Sasuke.
Baru saja Sakura menangis, ia merasakan kursi disampingnya terdorong dan ada orang yang duduk disana. Sakura masih menelangkupkan kepalanya, ketika sosok itu merengkuh tubuhnya yang mencekung, memberi kehangatan disela-sela tangis Sakura.
Sakura hendak melihat siapa yang memeluknya, tetapi terhalang saat sosok itu justru merengkuh Sakura kedalam pelukannya yang hangat. Sakura mencium aroma musk yang ia kenal, dan mendadak merasa aman. Alih-alih mendorong sosok itu menjauh, Sakura mendekapnya erat dan menangis dalam dada bidang sosok itu.
"Gomen, Sakura." Sakura masih menangis, mencengkram erat kemeja seragam Konoha SHS dan membiarkan dada sosok itu menghangat karena dibasahi air mata. Sakura tahu yang sekarang mendekapnya adalah Sasori, kakaknya. Aroma musk itu, aroma yang ia kenal, bukan? Dan suara itu, suara yang begitu menentramkan, bukan? Dan satu-satunya pemuda seperti itu dalam hidup Sakura hanyalah Sasori, sang kakak.
Sakura masih menangis dalam dekapan sosok itu hingga satu jam setelahnya. Meluapkan sakit hati, membiarkan lukanya jatuh dalam rupa air mata. Untuk kesekian kalinya, Sakura ingin tampil lemah. Ingin menunjukkan kalau kekuatannya ada batasnya. Ingin menunjukkan kepada siapapun-,termasuk Sasuke, kalau ia tidak berdaya. Dan tidak sanggup lagi untuk ditolak dan dibenci.
Dosakah, Sakura menyukai seseorang, bahkan jika orang itu adalah Uchiha Sasuke?
Bersalahkah Sakura?
Dengan pemikiran itu, Sakura jatuh tertidur dengan air mata yang tumpah ruah membasahi pipinya dibahu sosok yang ia kira Sasori itu. Tapi Sakura lupa satu hal, kakaknya berambut merah, bukan biru dongker.
.
.
❄❄❄
.
.
"Sakura-chan dimana, Ino?" Naruto bertanya saat sudah hampir sejam ia dan Sai menunggu Sakura untuk pulang bersama sehabis gadis itu mengikuti rapat organisasi sekolah. Ino yang baru dari ruang Kakashi-sensei mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan Naruto.
"Nee, belum pulang? Ah, mungkin masih diruang organisasi. Padahal sudah lama selesai lho!"
"Sakura ada tugas lagi?" kini, Sai yang bertanya, membuat diam-diam pipi Ino menjadi merah.
"Entahlah, tadi dia sempat murung saat Karin-senpai mengomentari masalahnya dengan Sasuke-senpai." Ino menunduk, berusaha menutupi wajahnya yang sewarna tomat ketika Sai menatapnya "Ah, ya, aku pulang dulu. Sudah ditunggu Hinata!"
"Wa, beri salamku pada Hinata-chan!" teriak Naruto antusias, lalu pontang-panting mengikuti Sai yang sudah berjalan menuju ruang organisasi sekolah.
"Hei, Sai! Jangan cepat-cepat!"
Sai melangkah terburu-buru, dan langsung membuka kenop pintu ruang organisasi. Matanya melebar melihat Sakura yang tertidur dimeja pojok ruangan. Tetapi yang membuatnya dan Naruto terkejut, adalah sosok yang tegak didepan meja Sakura.
Sasuke.
Uchiha Sasuke!
Naruto yakin bisa melihat aura gelap dari tubuh Sai. Dengan langkah cepat, Sai berjalan menuju samping Sasuke, tanpa basa-basi langsung menyerangnya.
"Kau apakan Sakura?" Sai tak merasa perlu menyebut Sasuke dengan sopan. Tak dipungkiri, Sai sama bencinya pada bungsu Uchiha itu seperti Sasori membencinya, bahkan lebih. Sai menatap wajah polos Sakura, ia tertidur dengan tenang, walau jelas bekas-bekas air mata masih tampak "Kau melukainya?"
"Hn."
"Brengsek!" Naruto menahan lengan Sai yang baru saja hendak melayangkan satu pukulan dibahu Sasuke. Naruto mencegah Sai, menarik bahu sahabatnya itu.
"Tidak! Jangan bodoh Sai!"
Sakura yang merasa terganggu, meregangkan kepala dan terhenyak bangun. Hal pertama yang emerald lihat itu adalah wajah marah Sai. Tak sadar ada Sasuke didepannya, Sakura berkata lemah.
"Ah Sai, mana Sasori nii-san?"
"Sasori?" Sai mengernyitkan dahi, sementara Naruto justru duduk disamping Sakura sembari memasang raut khawatir.
"Uh, Sakura-chan kau habis menangis? Apa yang Sasuke-senpai lakukan padamu?"
"Sasuke?"
Dan tepat saat itu, Sakura menemukan onyx hitam yang menatapnya tajam. Gadis Haruno itu terhenyak, apalagi merasakan sorot kekesalan yang memancar dari dalam sana.
"Ah, aku tidak tahu. Tadi Sasori nii-san ada disini. Memelukku. Kemana oniichan?"
Jawaban Sakura seras mengambang diudara, gadis itu masih belum paham akan kekeliruan yang tersangkut dikepalanya.
Bahwa Sasuke yang tadi memeluknya, bukan Sasori.
Sasuke berjalan melewati Sai tanpa ekspresi, membuat Sakura merasa kalau Sasuke masih marah karena keputusan Neji membuat mereka satu kelompok.
"Sasuke-san!"
Sasuke berhenti, tapi tidak menoleh. Sakura hanya menghela nafas, berucap lirih "Gomen, karena kita sekelompok. Aku akan bicara dengan Hyuuga-senpai dan berniat bertukar posisi dengan Karin-senpai."
"Hn." Sasuke menjawab dingin "Aku setuju apapun cara agar kau jauh-jauh dariku."
Kali ini, Sasuke tetap melangkah keluar dari ruangan organisasi walau Sai memanggil-manggilnya dengan murka. Sakura hanya menggigit bibirnya, berusaha-,sekali lagi-,tidak menangis.
Tidak, Sakura tidak boleh menangis lagi. Apalagi dihadapan kedua sahabat baiknya.
.
.
❄❄❄