epilogue😋

1K 51 0
                                    

Aroma tanah yang basah menyentuh hidung Sakura. Emerald gadis itu masih pucat, berlinangan air mata sementara Hinata harus membantu Sakura sampai kemakam sang pendonor.
"Hinata, aku ingin sendiri." pinta Sakura, ditatapannya batu nisa itu.
"Tapi, Sakura-chan.."
"Aku akan baik-baik saja, kau bisa menunggu bersama Naruto dan nii-san digerbang makam."
"Baik." gadis indigo itu berjalan menjauh, sementara Sakura terduduk bertumpu lutut. Ia mendesah, menangis dalam diam.
Seharusnya, orang yang terbaring didalam sana tidak perlu melakukan ini, Sakura rela buta selamanya asal dia tetap hidup.
Akhirnya, Sakura paham apa arti cinta sejati. Dan naasnya, ia terlambat. Kematian pemuda ini baru menyadarkan kekeliruannya.
"Kau tak apa?" Sakura merasakan ada yang menarik tubuhnya kedalam pelukan, membuat tangis Sakura pecah. Ia terisak-isak, memukul-mukul kepalanya sendiri.
"Ini salahku.." Sakura merasakan tangan orang yang memeluknya menghentikan aktivitasnya melukai diri.
"Sudah, Sakura. Jangan sakiti tubuhmu.."
"Sasuke.. dia.."
Sakura terisak-isak, membiarkan tangan yang hangat itu menepuk-nepuk bahunya. Sakura menatap mata kelam pemuda yang memeluknya dan berbicara saat sudah tenang dan berhenti menangis.
"Dia sudah tenang, percayalah padaku. Sai tahu apa yang dilakukan ini terbaik untukmu." katanya, sambil menghapus air mata yang menganak sungai dipipi Sakura.
"Mengapa kau baru datang?" Sakura mencubit lengan Sasuke, pemuda yang sedang merengkuhnya didepan makam Sai, "Kau tak peduli padaku?"
"Aku ada didekatmu selalu, Sakura." Sasuke memeluk Sakura lagi, menenggelamkan hidung mancungnya dihelain rambut lembut Sakura, "Hanya kau tak tahu."
"Maafkan aku, seharusnya aku percaya padamu.." Sakura terisak lagi. "Dan..dan.. Sai tak perlu.. hiks."
"Sudah." Diangkatnya dagu Sakura, dan betapa trenyuhnya ia melihat emerald itu penuh air mata duka. Sasuke meniup mata Sakura membuat gadis itu mengerjap geli lalu memejamkan mata, lantas Sasuke menempelkan bibirnya diatas bibir Sakura. Merengkuh daging lembut itu dalam kuluman yang hangat.
"Kau tak tahu betapa aku merindukanmu.." bisik Sasuke disela-sela ciumannya, "Jangan minta aku meninggalkanmu lagi, Sakura.."
Sakura tak menjawab, hanya desaham yang ia lontarkan.
Ciuman itu berakhir ketika paru-paru Sakura kekurangan pasokan oksigen. Dihirupnya udara rakus-rakus, lalu memandang Sasuke penuh damba.
Keduanya keluar dari area makam saat senja mulai turun, ditemani kicauan burung gereja dan semilir angin yang memainkan rambut Sakura. Dan saat itulah, Sakura seperti masih merasakan kehadiran Sai, sahabatnya yang sudah mendonorkan kornea matanya untuk kesembuhannya disamping Sakura.
Orang yang mencintainya sepenuh hati, bahkan merelakan nyawanya sendiri.
Sasuke menggenggam tangan Sakura, mengingat-ingat saat Sai mengatakan biar ia yang berkorban karena Sakura amat mencintai Sasuke. Dan Uchiha itu, menoreh senyum kecil.
Tepat dibawah langit yang mulai berubah warna, Azure.
.
.
EPILOGUE
.
.
13 years later..
"Sai-nii!!" suara anak perempuan yang menangis membuat Sakura yang sedang sibuk dikamarnya membenarkan kancing baju teratas dan melangkah keluar, berusaha mengabaikan tatapan tidak terima suaminya diatas ranjang. Sakura mendesah melihat Sarada, putri kecilnya menuding anak sulungnya yang menjulurkan lidah.
"Ada apa ini?" Sakura menggendong Sarada yang menangis dilehernya, memelototi Sai. "Kau apakan adikmu?"
"Tidak ada." Sai mengedikkan bahu, "Aku hanya mengikat rambut bonekanya, kaa-san."
"Bohong!" tuding Sarada, "Oniichan mencukur Buble sampai botak!"
Buble adalah nama boneka Sarada. Sakura membuang nafas, "Kenapa kau lakukan, Sai?"
"Dia sudah merusak gitarku, kaa-san."
"Tapi aku tidak sengaja." Sarada menangis lagi. Sasuke keluar dari kamar dengan wajah kusut mendengar ribut-ribut, masih tidak memakai baju, hanya celana pendek yang membuat pipi Sakura memerah.
Suara baritone itu mendominasi, "Sarada, nanti tou-san belikan yang baru."
"Tidak mau! Sarada maunya buble!" rengekan Sarada membuat Sakura meringis.
"Sudah jangan menangis, nanti kaa-san benarkan ya sayang." Sakura mencium pipi anak perempuannya yang masih kekeuh menggeleng.
"Nanti kaa-san buatkan sup sama jus tomat ya?"
"Mau!"
"Aku mau, Sakura!"
"Kaa-san, Sai juga mau!"
Sakura melongo saat ketiga orang disekitarnya langsung menjawab. Sarada turun dari gendongan Sakura, berlari kecil menuju dapur diikuti Sai.
"Ayo, kaa-san buatkan!! Biar Sai sama Sarada menunggu." Sai menarik ujung baju Sakura sebelum menghambur ke dapur.
"Ck, semua Uchiha sama saja." Sakura meringis saat sadar masih ada Sasuke yang tersenyum nakal didepannya, "Apa?!"
"Kita lanjutkan tadi, Saku.." Sasuke menarik Sakura yang memberontak.
"Sasuke-kun, anak-anak menunggu didapur.."
Sasuke mencium leher Sakura. "Aku tak peduli.."
"Kaa-san kenapa lama sek-," Sarada yang hendak mencari Sakura terhenyak saat menatap apa yang sedang dilakukan kedua orang tuanya, "Kyaaaaa~~ Sarada tidak lihat! Sarada tidak lihat!!"
Sasuke dan Sakura menjauh dengan malu-malu, lalu Sakura berjalan dulu menuju dapur. Sementara Sasuke menghela nafas saat masih melihat Sarada menutup mata dengan tangan mungilnya. Dibawanya anak kesayangannya itu dalam gendongannya.
"Sudah buka matamu."
Sarada mengalungkan tangan dileher Sasuke, "Tadi tou-san sama kaa-san sedang apa?"
"Hn." Sasuke berfikir keras, ia sampai didapur dan melihat Sai duduk tenang dimeja makan, dan Sakura sibuk dipenggorengan, "Tadi tou-san mencicipi kaa-san mu."
"Sasuke!" delik Sakura.
"Mencicipi?" Sarada menautkan alisnya heran dalam gendongan papa. Ekspresinya lucu, membuat Sasuke mengangguk.
"Kan kaa-sanmu enak seperti tomat."
"Waa benarkah?"
"Iya.."
Sakura menghela nafas mendengar percakapan keluarga kecilnya sambil tersenyum kecil. Sudah dibilangkan, semua Uchiha sama saja..
.
.
END.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Dan PengorbananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang