Dengan kecepan stabil. Mobil merah meyala itu sudah berada di tengah jalan raya yang mulai sedikit lancar. Menahan kekesalan membuat Iren tidak bisa tenang sedikitpun.
Kedua tangannya mencengram erat pada stir mobil. Ia melirik jam di speedometer. Di sana tertulis angka 21:55. Ia ingin segera mungkin untuk ketemu pria yang sudah buat dia gila setengah mati.
Sekitar 30 menit mobil Iren sudah terparkir di depan deretan ruko di mana Malik tinggal dan buka usaha. Tepat disalah satu ruko bertulisan Yayanakoca itu. Iren turun dengan langkah besar.
Di sana ada beberapa pekerja Malik yang sedang bersih-bersih. Mungki mereka akan segera menutup toko. Pikirnya!
"Permisi!"
Dua pemuda itu menoleh padanya,
"Eh, ada mbak Iren, ada apa mbak, kok malam-malam ke sini?" tanya pemuda yang Iren tau namanya Adoy."Maliknya ada, saya pengen ketemu sebentar, bisa panggilin gak."
Terlihat kedua pemuda itu saling pandang sesaat. Sebelum kembali memandang kearahnya,
"Memangnya Uda gak cerita sama mbak Iren?"Iren menautkan alis,"Cerita? Cerita apa maksudnya?"
"Itu loh mbak, kalau Uda Malik udah balik ke Sumatra dua hari yang lalu."
"Apa? D-dia pergi!" Iren membeku di tempat. Kedua kakinya terasa kehilangan tenaga.
"Iya, mbak. Di sana lagi pembukaan cabang baru, jadi uda Malik yang ngurusnya, katanya dia akan netap di sana."
Pendengaran Iren terasa tuli sesaat. Hatinya tercabik dengan kabar itu. Pantes saja berkali- kali ia menghubungi tidak satupun yang nyambung. Ternyata pria itu benar-benar pergi meninggalkan dirinya.
Memikirkan hal itu tubuh Iren terhuyung kebelakang. Untung, kedua pemuda di depannya reflek menyambut Iren yang hampir terjatuh.
"Mbak, mbak gak papa?" tanyanya kaget.
Iren tidak menjawab. Dia diam merasakan detak jantungnya yang terus menghujam, terasa Sesak, terasa sakit. Terasa beban berat juga ikut memukul-mukul kepala bagian belakang.
Iren mencoba untuk berdiri dengan baik. Kembali berjalan menuju mobil dan memasukinya. Tanpa mengacuhkan pandangan dari dua pemuda itu. Iren sudah mulai menjalankan mobilnya untuk beranjak dari sana.
Sepanjang perjalan Iren menangis. Rasa capek menangis tadi siang belum hilang. Kini Ia kembali terisak dan tersedu. Membirkan air mata itu megalir dengan deras di wajahnya.
"Kamu jahat banget sih, Malik!" teriaknya dalam isakan.
"Kalau emang mau pergi, kenapa setelah aku ketahui semua tentang perasaan kamu! dan aku juga baru sadar kalau aku juga memiliki rasa yang sama." Iren tak kuasa manahan isakan, ia menghapus air mata itu dengan lengannya,
"Kamu emang gak punya hati, kamu jahat, Malik! Jahat!"Karena hatinya yang kacau Iren kurang fokus dalam mengemudi. Ia mendadak injak rem ketika matanya menemukan beberapa pejalan kaki ingin menyebrang. Membuat tubuhnya tersentak kasar ke depan.
Iren meringis sakit pada keningnya. Dan kembali panik ia buru-buru keluar dari sana untuk melihat keadaan. Jangan sampai dia melakukan hal jahat.
"Hati-hati donk Mbak bawa mobilnya, hampir aja kita ketabrak!" bentak dari seorang bapak paruh baya menghadang langkah Iren.
Iren tersentak, Pandangannya beralih pada ibu-ibu yang masih terduduk syok di depan mobilnya.
"M-maaf, pak, saya gak sengaja!"Bapak itu ikut kaget melihat keadaan Iren. Wajah sembab dengan bola mata memerah dipenuhi air mata yang masih saja mengalir tiada henti.
"Ya ... ya sudah, lain kali hati-hati, mbak bawa mobil secepat itu bahaya buat keselamatan orang dan keselamatan mbak sendiri, apa lagi jalanan di sini, banyak orang-orang memakai untuk melintas," jelas bapak itu memberi peringatan pada Iren.
Iren menundukan wajah sambil meanggukan kepala. petanda ia sedang mendengarkan bapak itu yang lagi ceramahinya. Sambil sesegukan, menarik ingus mengalir tanpa malu dari lubangnya.
"Maaf!"
Satu kata yang mampu Iren ucapkan.
Kedua pasutri itu mulai pergi meninggalkan Iren yang masih berdiri. Seketika sudah sepi. Tubuh gadis itu limbung begitu saja kebawah. Punggungnya tersandar kasar pada dinding mobil. Satu tangan mencengkram dada yang terasa sakit. Seakan sakit itu tidak ingin berhenti menyiksa. Ia menangis sejadi-jadinya melepaskan luka lara. diiringi rintikan hujan yang kian membesar.
Ia memaki-maki dirinya di dalam hati. Kenapa begitu mudah memberi hati pada seseorang. Kenapa begitu bodohnya berharap pada seseorang. Padahal, yang di harapkan sama sekali tidak pernah memikirkan perasaannya sama sekali.
"Bodoh! Tolol! Bego! Iren Bego!"
Iren memukul-mukul dadanya dengan tangan. Rasa sakit itu belum juga menghilang dari sana. Ia membiarkan air hujan membasahi tubuh lemahnya yang tanpa tenaga.
Hujan saja mengerti tentang aku yang terluka, sedangkan kamu hanya bisa menciptakan luka.
Mungkin ini kisah terpahit yang aku alami, mungkin ini cinta terakhir bagiku, aku tak ingin ada cinta-cinta lain, datang hanya untuk menyakiti.
Aku lelah, aku tak ingin lagi merasakan cinta.
Ingin melampiaskan pada siapa kekesalan ini, kecewa pada kamu yang entah di mana,
Aku tak pernah menyesali pada sebuah pertemuan, mungkin itu hanya kebetulan yang sudah di rancang sedemikian rupa, sampai akhirnya sakit kembali berkuasa.kalau kamu inginkan ini, aku tak akan melarang, pergilah! Jangan pernah tunjukan rupamu lagi, aku lelah berharap, aku lelah!
Sekecil apapun harapan itu, akan aku hapus sampai tidak ada bekas, pergilah! Aku akan terbiasa tanpamu.
Gimana ya endingnya kira-kira? 😑
Ini lagu yang pas banget sama hati Iren, nonton ya ... Daku saja sampe ikut menangis baca liriknya, baper uuuii...tapi gak tau dek bagi kalian... 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Cinta Irenia (Tamat)
RomanceCover @Lilinbening Perjuangan mendapatkan cinta sejati, itu tidak mudah. Seperti kehidupan Irenia yang penuh lika-liku. Dikhianati, ditipu, bahkan dilecehkan. Sampai dirinya menemukan dambaan hati dari seorang pria biasa, tetapi untuk kesekian kalin...