Semilir angin lewat menerbangkan surai hitam sebahu Irenia. Yang tengah duduk di kursi halte di pagi itu. Seorang wanita pekerja kantoran, berumur 26 tahun.
Memiliki sifat cuek. Namun, sedikit perhatian pada orang-orang disekitarnya. Malas disuruh-suruh, apalagi disuruh masak. Dia bukan tipe perempuan yang feminin tetapi dia juga bukan cewek tomboy.
Yang pasti, Irenia seorang wanita tegar, pintar, dan memiliki cita-cita tinggi. Terutama ia ingin sekali membahagiakan orangtua satu-satunya ia punya.
Setelah kepergian papa tercinta ke dunia lain. Iren hanya memiliki mama yang selalu mementingkan dirinya. Ya, walaupun si mama bawel dan cerewetnya minta ampun. Tetapi, rasa sayangnya besar pada sang mama.
Irenia juga memiliki dua sodara, satu cowok dan satu lagi cewek. Kedua kakaknya sudah memiliki rumah tangga masing-masing. Tempat tinggal pun juga berjauhan.
Terpaan masalah yang menghadang dirinya dan keluarga selalu berhasil diatasi. Tetapi, masalah pribadi berhubungan dengan asmara, percintaan begitu sulit bagi Iren.
Terlalu pilu untuk di ingat. Terlalu sakit untuk di kenang. Begitu banyak pria datang silih berganti menjadi kekasih hati. Pergi begitu saja meninggalkan dirinya tanpa ada penyebab yang jelas. Pastinya, Iren belum mendapatkan namanya keberuntungan itu. Ya, hanya keberuntungan.
Halte yang sepi, hanya jalanan ramai oleh kendaraan berlalu lalang di depannya. Ia menaikan lengan kiri untuk melihat jam. Tepat jarum hitam menunjuk pada angka 7. Iren mendesah, tidak ada bus biasa ia tumpangi lewat. Padahal masih begitu pagi.
Entahlah, kenapa hari ini ia lebih memilih menggunakan kendaraan umum ketimbang mobil sendiri. Yang katanya biar lebih santai dan tidak terbebani. Ya, lumayan mengurangi kemacetanlah.
Ia berdiri dari sana dan berniat untuk menghentikan sebuah taksi. Tetapi, pandangannya tertutup oleh mobil toyota silver, berhenti tepat di hadapanya. Iren memundurkan langkahnya ke belakang setelah mengetahui pemilik mobil itu.
"Stev?" kagetnya.
Pria yang dipangil Stev itu berjalan kearahnya dengan tatapan tajam penuh amarah. Tanpa disadari Iren menelan saliva yang tergatung di tenggorokan. Ia merasakan firasat buruk tentang pria itu.
"Elo!" teriak Stev mencengkram lengan Iren dengan kuat. Membuat gadis cantik itu meringis kesakitan, "Gue udah bilangkan, jangan bermain api dengan gue!"
Untuk kesekian kalinya Iren menelan saliva yang kini sudah terasa membeku di dalam. Ia menatap Stev dengan wajah takut,
"A-apa maksud lo?""Jangan berlagak tidak tau, Irenia!" Stev merapatkan gigi-giginya menahan amarah,"Apa yang lo katakan pada Jane, sampe dia memutuskan hubungan secara sepihak! Lo membocorkan rencana gue sama dia, hah? Ngaku!" bentak Stev membut Iren menutup kedua matanya kuat-kuat.
"Lo ngomong apa sih, Stev! Gue gak tau menau tentang masalah lo sama dia, jangan asal nuduh deh!" bela Iren memberanikan diri untuk membalas tatapan Stev.
"Persetan! Jangan mengilah lagi, cuma lo yang tau rencana gue, dan cuma lo yang tau tentang hubungan gue dan Jane!" Stev menghentakan lengan Iren kuat, beralih mencengram dagunya dan memberikan tekanan keras di sana, Stev mendorong wajahnya hingga mendekati wajah gadis itu.
"Gue udah bilang kan, kalau lo ikut campur urusan gue, lo akan membayar semuanya."
Iren meringis kesakitan dengan tekanan kuat yang di berikan Stev di rahangnya. Ia benar tidak mengerti apa yang sudah terjadi antara dia dan Jane. Benar, ada niatnya untuk mengungkapkan jati diri Stev pada Jane. Tapi hal itu diurungkan, karena ia tidak memiliki waktu dan bukti kuat untuk membicarakan itu pada Jane. Iren berusaha mendorong tubuh Stev menjauhi dirinya.
"Brengsek lepasin gue!" Iren mengambil jarak dari pria itu, "Gue gak pernah mengganggu hidup dan urusan lo! gue udah gak peduli apa yang terjadi sama lo dan dia! Dan gue ngak takut sama ancaman lo, cowok sialan!" teriaknya.
Stev menghembuskan nafas kasar. Kedua tangannya menggepal erat. Emosinya benar-benar tidak bisa di tahan ingin rasanya ia memukuli wanita itu.
Pria keturunan cina itu mendekatkan dirinya pada Iren dan mulai melayangkan lengan kokohnya ke wajah gadis itu. Tetapi, sesuatu berhasil menahan.
"Lepasin sialan!" teriak Stev murka, pada pria yang berhasil menahannya.
"Jangan kasar sama perempuan!" bentak pria itu.
Iren yang tadinya menutup mata karena takut kini kaget dengan apa ia temukan. Malik Berdiri di hadapanya. Satu tanganya menahan kuat lengan besar Stev di udara.
"Malik?" lirihnya.
Malik menatap tajam pada pria yang berani menyentuh wanitanya. Lengan itu di lempar kasar ke bawah. Membuat Stev kembali merapatkan gigi-giginya menahan gejolak amarah.
"Siapa lo? Berani ikut campur urasan gue!"
"Lo gak perlu tau gue siapa, kalau lo mau main kasar, jangan sama perempuan, gak tau malu!"
Iren berdiri dengan tubuh gemetar di belakang Malik. Memperhatikan perdebatan dua pria itu. Ingin ia menghentikannya segera. Tetapi, Iren terlambat satu langkah. Stev sudah lebih dulu memukul rahang Malik. Menimbulkan suara yang amat sangat keras.
"Malik!" teriak Iren histeris.
Malik terbungkuk sesaat menahan sakit. Membuat kaca matanya terlepas jauh. Setelah itu ia bangkit dan membalas pukulan Stev sebanyak dua kali. Berhasil membuat pria sipit itu ambruk ke tanah.
Iren kembali teriak sambil menutup wajahnya dengan tangan. Malik ingin melanjutkan pukulannya untuk ketiga kali. Tetapi dapat di cegah oleh Iren dengan cepat.
"Malik, udah!" mohonnya menahan lengan pria itu. Secepat mungkin Iren menarik Malik menjauhi Stev yang terkapar dan terlihat berusaha untuk bangun. Ia tidak ingin pertengkaran itu semakin memanas.
"Sialan! Awas kalian! Gue akan balas nanti! Ingat itu!"
Teriakan amarah Stev masih dapat mereka dengar. Tetapi tidak mereka pedulikan. Iren membawa Malik semakin jauh dari halte. Kini sudah berganti ramai oleh orang-orang yang menonton.
"Kamu gak papa?" kuatir Iren melihat memar di pipinya.
Di hujuang trotoar, mereka mengambil tempat duduk. Iren menyentuh bekas pukulan di pipi Malik.
"Aaww!" keluh Malik kesakitan, Iren pun ikut meringis melihatnya.
"Sakit ya? Tunggu di sini bentar, aku mau beli pereda rasa nyeri dulu di warung sana." tunjuknya pada seberang jalan dan langsung berdiri.
"Gak usah, Ren. Aku gak papa." Malik menahan tubuh gadis itu untuk kembali duduk.
"Yakin kamu gak apa-apa?"
"Gak papa, bentar lagi juga hilang sakitnya." Malik memperhatikan Iren kuatir, "Kamu gimana, gak ada yang luka?"
Dengan cepat Iren menggelengkan kepalanya, "Aku gak papa, itu karna kamu datang tepat waktu, Malik! Terima kasih, aku benar gak bisa mikir lagi kalau gak ada kamu tadi, entah gimana nasib aku."
Tanpa disengaja Iren menggenggam telapak tangan Malik dengan kedua tangannya. Ia masih terlihat ketakutan, wajah putihnya semakin terlihat pucat.
Malik membawa pandangannya ke bawah, di mana telapak tangan kecil Irenia mengenggamnya.
Hangat!
Ia merasakan sentuhan lembut kulit gadis itu pada kulitnya. Tidak ingin merusak suasana indah itu. Malik menahan senyum kecil di bibir. Ia memperhatikan saja gadis itu mengoceh ria. Mengungkapkan segala ketakutannya.
Jujur, ia begitu menyukai saat gadis ini berbicara, ketawa, apa lagi tersenyum. Bibir mungil nan indah itu, membuat dirinya tidak pernah puas memandang. Ya, gadis itu selalu berhasil membuat ia terpikat.
Thanks ya ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Cinta Irenia (Tamat)
DragosteCover @Lilinbening Perjuangan mendapatkan cinta sejati, itu tidak mudah. Seperti kehidupan Irenia yang penuh lika-liku. Dikhianati, ditipu, bahkan dilecehkan. Sampai dirinya menemukan dambaan hati dari seorang pria biasa, tetapi untuk kesekian kalin...