Bab 24

4.6K 306 19
                                    

"Bener gak papa, kamu gak kerja hari ini?"

Iren duduk bersisian dengan malik di sebuah tempat duduk yang memang sudah disediakan di setiap sisi jalan trotoar. Setelah merasa lebih baik dan lega dari acara bersedih itu, mereka melanjutkan obrolan di sana.

"Ya ... Gimana lagi, aku udah telat lebih dari dua jam," ujarnya menahan senyum serta malu-malu memandang Malik.

"Gak takut, kalau bulan depan kamu gak gajian karena absen hari ini?" Malik menatap Iren dengan senyum menggoda, "Nanti kamu gak bisa shoping, beli ini, beli itu, gak bisa beli alat kosmetik yang harganya selangit! Terus gak bisa ke salon, meni cure, pedi cure!"

Iren tak kuasa menahan tawanya melihat gaya Malik berbicara bak cewe centil, menggerakan kedua tangannya ke sana ke mari dan berakir bergaya ala cibi.

"Apaan sih!" Iren ketawa geli sambil memukul-mukul lengan Malik.

"Iya kan? Waktu itu kamu sampe marah-marah, suruh aku cepet-cepet antar ke kantor biar gak telat, katanya kalau gak masuk bisa gak gajian."

"Itu beda keadaannya, Malik!" gemes Iren. Malik hanya cengengesan. Merelakan bahu kirinya di pukuli.

"Beda apaanya? Kan sama-sama gak masuk!"

Iren menghentikan pukulannya. Memberi jarak sedikit antara dirinya dan Malik. Ia Menundukan pandangan sambil memainkan kesepuluh jarinya.

"Ya, beda lah. Waktu itu kan lagi baik-baik aja, kalau sekarang ..." Iren melirik Malik sekilas dan kembali memainkan jari -jari itu dengan gelisah, "Soalnya sekarang itu aku masih kangen sama kamu. jadi, Aku ... ingin berlama-lama sama kamu di sini."

Iren merasa kedua pipinya terasa panas dan berat setelah mengucapkan kalimat itu. Ia berusaha menyembunyikan wajahnya dengan menunduk lebih dalam lagi.

Di sisi itu Malik tersenyum senang. Serta lebih percaya diri. Kalau wanita disampingnya ini juga merasakan hal sama terhadapnya. Sama-sama merasakan rindu yang besar.

"Iya, aku juga masih kangen sama kamu, Ren. Rasanya aku gak mau pisah sama kamu, aku ingin seperti ini terus lebih lama lagi."

Iren menaikkan kepala perlahan memandang Malik dengan wajah bersemi. Tanpa di sadari Jemari Malik sudah menyusup erat di setiap sela jarinya. Reflek Iren memandang ke bawah dengan wajah merona. tidak ada keinginan untuk melepaskan. Tanpa ragu Iren pun membalas genggaman itu.
Genggaman hangat terasa hingga ke dalam hatinya
Jantung Iren mulai bekerja lebih cepat. Ketika tatapan dua bola mata Malik berhasil menguncinya. Sebuah sorot mata yang seakan menerbangkan dirinya ke nirwana terindah.

Hening beberapa saat, Sampai ketika bunyi klakson mobil di jalanan menyadarkan mereka dari khayalan. Suasana tiba-tiba menjadi canggung. Mereka kelabakan mencari bahan obrolan lain.

"Malik? Aku boleh tanya sesuatu?"
Ujar Iren mencoba mencairkan suasana. Lirikan matanya masih tertuju ke bawah. Di mana Malik sedang asik memainkan kelima jari-jari Iren. Dengan cara meremas, memilin, bahkan di usap-usap lembut dengan kedua tangan.

Malik tersenyum lembut,
"Iya, tanya aja."

"Kenapa kamu pergi gitu aja tanpa bilang ke aku dulu, aku sampai takut kalau gak bisa ketemu kamu lagi."

"Maaf, ya. Aku sampai buat kamu sedih," Malik mengusap pelan ujung kepala Iren, "kamu inget malam terakhir kita ketemu, sebelumnya aku di telfon Velis teman kerja kamu itu."

Iren mengerutkan dahinya bingung, "Velis? Kenapa dia."

"Dia bilang kalau kamu sedang berkencan dengan seorang pria, katanya kalian sudah menjalin hubungan spesial, tadinya aku gak percaya dengan omongan dia, aku disuruh datang ketempat kamu untuk mencari bukti dan aku menurutinya, sampai apa yang aku lihat disana saat waktu kamu dan pria itu sedang ...," Malik menghentikan ucapanya. Memandang Iren ragu-ragu.

Perahu Cinta Irenia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang