Ini rindu sudah terlalu renta untuk tidak mengadakan temu. Kapan kiranya semesta akan berbaik hati lagi, merancang pertemuan untuk kita dalam suatu ketidaksengajaan. Sementara Allah dengan segala kemahaan-Nya mempersatukan kita kembali, atas nama kebahagiaan. Kau tahu, aku mulai berusaha menyukai perpisahan demi pertemuan yang menjanjikan.
Kau tahu, aku mulai kehabisan cara bagaimana menepis rindu padamu, belajar membencimu pun pada akhirnya menemui kata gagal lagi dan lagi, kau dan kenanganmu sungguh keterlaluan.
Awalnya, melulu merindukanmu bukanlah suatu hal yang begitu menyiksa. Aku menyukai tiap tiap rindu yang muncul. Tak masalah bagiku jika kita tak saling menjumpai, terpenting kau tidak hilang dari ruang pandang saja sudah cukup untuk meleburkan segala rindu. Tetapi setelah kepergianmu, Rindu terasa sangat berat dan menyiksaku perlahan. Terlebih lagi sekarang aku tidak bisa melihatmu, tapi meskipun menyiksa, Aku tetap menikmati rindu-rindu yang datang membawa kamu dan kenanganmu.Pekanbaru-Jakarta, 26 Agustus 2018
YOU ARE READING
Narasi Rindu
Non-FictionKolaborasi bersama antara 2 perempuan penikmat rindu. Merangkai Aksara menjadi kata membentuk kalimat-kalimat rindu yang utuh, rindu yang tak tersampaikan pada Tuannya biarlah melebur disini.