[00]

125 19 5
                                    

[Jika kamu adalah pembaca yang baik, pasti kamu tahu bagaimana menghargai karya penulis.]

——— • MY FATE • ———


Pesan singkat dari Farel tak melunturkan senyumannya. Gadis berambut hitam legam, bermata bulat dengan hidung mancungnya itu segera menaiki bus yang ada di depannya. Sesekali merapikan dasi sekolahnya walaupun hanya miring sedikit.

Gadis itu —Nadya melihat seisi dalam bus, mendeteksi apakah masih ada bangku kosong yang menjadi tempat bersandarnya setelah mengantre cukup lama untuk masuk kedalam bis itu.

Beruntungnya ia melihat bangku kosong di pojokan bis yang tepat disebelahnya duduk seorang cowok berseragam sama dengannya. Nadya tak heran lagi, karena mayoritas penumpang yang ada di bus  memanglah anak sekolahan.

Nadya menghela nafas lega saat dirinya dapat merebahkan punggungnya di bangku itu setelah lama berdesak-desakan dengan penumpang yang tak sabaran.

Namun, itu tak melunturkan senyuman dan semangatnya pagi ini. Walaupun ia kecewa karena Farel baru saja mengiriminya pesan bahwa ia tak bisa pergi bersamanya.

Gapapa naik bus, yang penting gue bisa pergi ke sekolah batinnya.

Ia melirik sekilas cowok yang ada di sampingnya. Lalu tak lama, bus pun bergerak menuju halte-halte berikutnya.

Nadya menikmati perjalanan itu lewat earphone dari musik handphone-nya, ia tersenyum lebar. Semilir angin sepoi sepoi menghembus rambutnya sebagian dari jendela yang sengaja ia buka kecil.

Butuh 15 menit untuk akhirnya melunturkan senyum Nadya. Sebuah mobil putih —yang selalu terburu buru melaju cepat hendak menyusul bus, namun tetap saja tidak bisa karena ia kalah besar dari bus itu.

Mobil pengangkat jenazah, ambulans.

Nadya sendiri sudah memejamkan matanya dan menutup telinganya erat-erat berusaha untuk tidak mendengar suara sirine ambulans yang memekakkan telinga dan hatinya.

Tubuh gadis itu bergetar hebat ketika sadar mobil ambulans lewat tepat ada disampingnya.

Bunyi sirine ambulans yang membuatnya mengingat sekelebat bayangan yang tak menyenangkan hati meskipun ia berusaha menepisnya. Yang membuatnya mengingat traumanya.

Tolong gue lirihnya. Hampir saja ia menitikkan airmatanya.

“Lo kenapa?”

“Hey, lo kenapa?” tanya suara seseorang di sampingnya. Nadya tak mampu menjawab.

Tiba-tiba ia merasa angat menjalar ke tubuhnya, tangannya digenggam.
Genggaman yang erat dan dekapan tenang itu membuat tubuh Nadya berhenti bergetar.

Setelah Nadya tenang, ia tersadar.

Yang tengah mendekapnya hangat itu,

–lelaki disampingnya.

***

MY FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang