——— • MY FATE • ———
Sinar mentari menyeruak memaksa masuk dari celah-celah kecil jendela kaca kelas. Hingga akhirnya ketika jarum jam mulai berjalan keatas, sang mentari semakin memancarkan sinarnya mengalahkan celah-celah kecil itu. Menembus melewati kaca-kaca jendela. Menyinari wajah-wajah orang yang berwajah tak kalah cerah dari sinarnya.Nadya tersenyum.
Ia menorehkan kuas lagi pada kanvas putih. Dipandanginya lukisan berisi seorang wanita dan seorang pria sedang bermain dalam kegelapan dihiasi jutaan bintang itu. Satu goresan lagi maka lukisan itu akan selesai.
Nadya mengusap peluh di dahinya. Menoleh ke bangku sebelahnya yang kosong. Ia terkekeh kecil ketika mengingat tampang bodoh Thira yang memintanya untuk tidak meninggalkannya sendiri di UKS.
Salah sendiri mengapa ia pura pura sakit karena Pak Saiful masuk ke kelas hari ini, jika ia mengerjakan tugasnya, mesti ia tak akan repot pergi ke UKS. Sialnya, Thira tak tahu jika penjaga UKS hari ini adalah mantannya yang masih berharap padanya.
Ting!
Notifikasi line masuk ke hp Nadya. Ia melirik pop up dari Thira di layar hp nya.
Line
Woy!
Nadd
Nad kok ninggalin gue sih :(P
Sori, tadi Brama yang suruh
gue keluarOalah:(
Pokoknya
Lo harus kesinii
temenin gue Nad :(Ah, gak deh gue gak mau
ganggu :)Nad, seriusan bilang aja
sama Pak Sepol lo sakitttPak Sepol gak masuk Thir
Lah anjir sia-sia dong gue
Iya haha
Pokoknya lo kesinii
Bete gue ada Brama :(Siyap
read
Nadya mengakhiri chatnya dengan Thira. Tangannya bergerak membereskan peralatan alat-alat lukisnya. Tak terkecuali lukisannya yang berisi kedua insan yang menari-nari dalam kegelapan itu. Karena belum kering, Nadya memutuskan untuk menjemurnya di mejanya. Lagipula butuh beberapa goresan lagi untuk mengatakan lukisan itu benar-benar selesai.Setelah keluar dari kelas, Nadya tak bergegas menuju UKS. Ia mengitari beberapa lorong kelas. Melihat-lihat mading kelas atau memandangi burung-burung berkicau ria di luar jendela. Air mancur diluar, atau beberapa orang tukang kebun seperti Pak Udin sibuk menanam tanaman hiasan sekolah. Ingin rasanya Nadya membantu mengurangi peluh di seluruh badan mereka. Tapi, ia sadar tak mampu diwaktu seperti ini. Sebab jenuh dan letih yang dirasanya yang mengantar Nadya disana hanya menikmati pemandangan sekolahnya yang tak disangkanya seindah ini.
Beruntungnya, lorong-lorong kelas dilaluinya berjarak jauh dengan ruang guru. Sehingga, lorong-lorong itu bagai rumah tak bertamu. Sepi.
Nadya melangkahkan kakinya lagi menuju papan mading utama. Terlintas di otaknya hendak melihat fotonya dengan Kak Ryan yang sempat menghebohkan seisi sekolah itu. Nadya terdiam, begitu mendapati foto itu tak lagi tertempel. Diam-diam ia berterima kasih pada Ryan. Ia pasti yang mencabutnya.
Nadya tersenyum kecil, memutar kakinya kembali ke jalan menuju UKS. Bola matanya membesar saat pandangannya bertemu dengan mata tajam gadis yang berdiri tepat didepannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/160055540-288-k305228.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MY FATE
Teen FictionTentang kehidupan Nadya, gadis yang trauma dengan suara sirine ambulans. Tentang kehidupannya bersama takdir.