[02] Hari Selasa

55 15 1
                                    


——— • MY FATE • ———


Hari ini hari selasa, hari yang dibenci Ryan. Jika kebanyakan orang membenci hari Senin, Ryan berbeda karena ia benci hari Selasa.

Alasan pertama karena hari ini Bu Salbiyah, guru matematikanya masuk ke kelas. Guru yang terkenal galak itu rajin sekali membuat PR untuk muridnya dan Ryan benci karena ia belum menyelesaikan PR- nya.

Alasan kedua, setiap hari Selasa Ryan dan Gita, pacarnya memang berjanjian kencan sepulang sekolah dan Ryan benci karena menurutnya Gita terlihat membosankan saat berkencan.

Sungguh pacar yang durhaka.

Dua alasan yang membuat Ryan bahkan tak bergerak dari tidurnya. Kecuali, jika jam weker nya tak berhenti berbunyi.

Kringgg!!

Jam weker itu akhirnya berbunyi, membuat Ryan tersentak dari tidurnya, lalu Ryan melempar jam itu —sampai benar benar rusak ketika jam itu tak kunjung berhenti.

Ryan akhirnya bangkit dari tempat tidurnya, ketika ia selesai mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu.

Ia bergegas mandi, berganti baju dan melakukan aktivitas pagi orang kebanyakan —kecuali sarapan. Bagaimanapun juga, ia harus sekolah meskipun itu hanya tebar pesona pada cewek-cewek di sekolahnya.

Ryan tersenyum miris melihat ruang makannya yang sepi, tidak ada orang bahkan cicak pun tak mau lewat. Benar benar hidup sendiri. Itu yang dipikirkan Ryan ketika ia sadar orangtuanya terlalu fanatik dengan pekerjaan mereka. Mereka hanya pulang sekali seminggu dan tak pernah mengurus Ryan. Meskipun Ryan sudah besar, bukankah dia ingin juga perhatian dari orangtuanya?

Cowok berkulit putih, tinggi dan alis mata yang tebal itu mengambil ranselnya dan bergegas keluar meninggalkan rumah besar nan megah yang  hanya ditinggali nya sendiri itu.

***

Nadya perlahan membuka matanya ketika ia sayup sayup mendengar suara bibinya yang membangunkannya. Ia mengerjapkan matanya dua kali mengumpulkan nyawanya.

Selamat pagi dunia batinnya.

Nadya bergegas turun dari tempat tidur, dan mulai menjalani pagi harinya dengan biasa.

***

“Selamat pagi, Bibi, Paman!” sapa Nadya semangat melihat Bibi dan Pamannya yang sedang melakukan aktivitas pagi harinya.

Bibi sedang memasak sarapan pagi ini sambil membuat teh, dan mencuci piring. Benar kata orang, perempuan selalu bisa bekerja dengan menyambil.
Sedangkan pamannya hari ini sedang menonton TV serius sekali. Biasanya pagi hari pamannya selalu menghabiskan waktunya untuk membaca koran sambil meminum teh.

“Pagi sayang.” sahut sang Bibi tanpa menoleh, ia terlihat sibuk sekali,tangannya dengan cekatan menyiapkan segala sesuatu untuk sarapan hari ini. Nadya tersenyum walaupun Bibi dan pamannya tidak menoleh ke arahnya.

“Paman nonton apa? Serius banget, biasanya juga baca koran di teras?” tanya Nadya sambil mengambil piring untuk sarapan.

“Ini Nadya kamu lihat, dua anak ini jago bermain billiard padahal umurnya masih muda loh.” jawab Pamannya, membuat Nadya ikut menonton TV penasaran dengan dua anak itu.

“Yang kakaknya umurnya 17 tahun, adiknya 14  tahun.” lanjut Pamannya sukses membuat Nadya membulatkan matanya. “Paman serius?”

Pamannya mengangguk.

Nadya menatap kedua orang itu kagum. Bahkan, anak yang lebih muda darinya sudah sanggup membanggakan keluarganya, dan tampil di acara TV karena bakatnya. Nadya kerap berpikir, apa yang dia lakukan disini? sedangkan diluar sana banyak anak seumurannya berlomba-lomba menunjukkan bakatnya.

Dari lubuk hati Nadya yang paling dalam, ia ingin sekali seperti itu, membanggakan bibi dan pamannya. Tapi, keahlian apa yang dia miliki? Melukis? Nadya tak begitu yakin dengan itu.
Jika dia ingin berusaha, lain lagi ceritanya.

“Paman, tenang aja suatu hari nanti aku bakal kayak begitu kok. Haha.”

Pamannya tersenyum.

“Aku bakal jadi pelukis terhebat. Aku janji.”

***

Nadya membuka helm di kepalanya lalu memberinya pada Farel. Ia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan sebab tertiup angin di kaca spion motor Farel.

“Udah, udah cantik lo.” kata Farel sambil  menyimpan helm yang dipakai oleh Nadya tadi.

“Hehehe, emang,” jawab Nadya tersenyum. “Btw, makasih ya udah nganterin.”

“Yaelah bukan nganterin tapi pergi bareng, udah 7 tahun juga kita kayak gini,” balas Farel. “Tapi, iya deh sama-sama.” lanjutnya.

“Akhir-akhir ini, kita jarang pergi bareng lagi, apa salahnya gue nganggep lo kang ojek.” kata Nadya sambil menyengir. Farel menjitak pelan dahi Nadya.

“Ish...Farel!”

“Iya-iya gue minta maaf kita jarang bareng akhir-akhir ini.”

Nadya mengangguk.

“Yeu, yaudahlah gue duluan masuk kelas ya Rel, dahh!”

Nadya pergi meninggalkan Farel yang masih sibuk dengan motornya.

“Yoi bawel, hati- hati ketabrak nyamuk!”

Nadya tak membalas, ia hanya tersenyum mendengar perkataan Farel, sahabat kecilnya itu.

Tak terasa mereka sudah bersahabat lebih dari 7 tahun. Ibu mereka bersahabat sekaligus bertetanggaan, bahkan ketika Nadya dan Farel masih berbentuk zigot pun mereka sudah saling kenal. Dan ibu mereka sengaja memasukkan Nadya dan Farel ke sekolah yang sama membiarkan mereka tumbuh bersama.

Nadya tau semua tentang Farel. Dan Farel pun tau semua tentang Nadya. Garis hidup mereka selalu saling berhubungan.

Lamunan Nadya tentang Farel buyar seketika, ketika ia sadar ia di perhatikan banyak orang saat ia lewat di lorong-lorong kelas. Ada yang bisik-bisik sambil memperhatikan Nadya. Ada juga yang menatap aneh Nadya.

Dari tadi Nadya sudah mengabsen atribut sekolah yang seharusnya ia pakai dalam hati. Nihil. Tidak ada yang kurang ataupun lebih. Tidak ada yang aneh. Nadya juga ingat betul jika rambutnya sudah rapi saat bercermin di kaca spion motor Farel. Apa yang salah dengannya?

Nadya memandang gadis yang lari mendekat kearahnya. Itu Thira. Mungkin Thira tau apa yang terjadi.

“Thir, ini semua orang kenapa liatin gue, emang gue ke–”

“Ikut gue!” Nadya terkejut saat Thira tiba-tiba menarik tangannya dan memaksanya ikut berlari.

“Kalo lo mau tau, ikut gue!”

Nadya yang dari tadi bingung, hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukan Thira. Sesekali, ia menarik nafasnya karena Thira menariknya kencang sekali. Thira membawanya berlari ke arah mading sekolah. Tempat semua informasi siswa-siswa sekolah.

Dahi Nadya berkerut saat melihat mading tersebut dikerumuni oleh banyak orang. Tidak biasanya. Dan semua orang menoleh ke arahnya ketika ia baru saja sampai disana. Apa yang telah terjadi?

Thira melepas tangan Nadya,lalu mengatur nafasnya. “Nad, hh... sekarang jujur sama gue, ini bukan elo kan?” tanya Thira menunjuk papan mading yang terpampang jelas berisi foto seorang gadis berseragam yang sama dengan mereka sedang berpelukan mesra dengan seorang cowok berseragam yang sama juga di pojokan bis. Dibawahnya, tertulis tulisan seperti BERITA HANGAT! NADYA MEREBUT RYAN DARI GITA dan PACARAN DI BUS dan yang paling besar SELINGKUHAN RYAN.

Tunggu, apa-apaan ini?

Nadya mendekat ke papan mading, mereka seakan mengerti langsung memberi jalan pada Nadya. Hening. Nadya memperhatikan foto itu, sekalipun hati dan pikirannya menolak mengatakan bahwa itu bukan dirinya tetap saja ia tak bisa berhenti mengingat kejadian semalam pagi ketika ia secara spontan dipeluk oleh kakak kelasnya yang populer itu, kak Ryan.

“Nad, gue tanya sekali lagi sama lo...gadis yang dipeluk itu, bukan lo kan?”

“Iya, itu gue.”

Detik itu juga, Nadya tak tahu bahwa dari ucapannya itu, semua akan dimulai.

***

MY FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang