[03] Salah paham

52 13 0
                                    


--- • MY FATE • ---


Thira sejak tadi mengutuk-ngutuk mereka. Wajahnya merah padam, rambutnya acak-acakan, sesekali ia menendang-nendang meja persis seperti orang stress.

"Lo sih gak cerita-cerita ke gue Nad, coba lo cerita dari dulu pasti gue ga seheboh dan semalu-maluin tadii!" omel Thira, Nadya hanya balas tersenyum.

"Yaelah malah senyum nih anak!"

"Yaudahlah, intinya kan lo dah tau cerita aslinya kayak gimana dan lo gak perlu ngomel-ngomel di depan mading lagi" balas Nadya santai sambil menyeruput teh hangatnya.

"Santai banget sih lo, iya cuma gue yang tau dan tetep aja mereka bakal nyinyirin lo, karena lo jelas udah ngaku kalo itu lo!" omel Thira lagi sambil menendang meja. Kenapa jadi Thira yang stress?

"Lagipula, kenapa sih mereka buat gosip kayak begitu tanpa ditanya sama orangnya langsung?"

Nadya tak menjawab, ia hanya tersenyum manis sesekali menyeruput tehnya.

Hampir saja ia tersedak ketika melihat Farel masuk ke kelasnya sambil mengatur nafasnya. Sepertinya ia habis berlari.

"NADYA!" panggil Farel cukup kuat membuat seisi kelas meliriknya. Nadya menoleh dan ia hanya tersenyum kaku.

"Iya?" sahutnya mencoba santai.

Farel mendekati Nadya, lalu menarik tangan Nadya dengan paksa membawanya keluar kelas atau lebih tepatnya membawanya ke tempat sepi.

"Sekarang, ikut gue."

"Farel, pelan-pelan dong!"

Thira hanya melongo melihat Farel yang mencengkeram tangan Nadya kuat. Belum pernah ia melihat Farel begitu. Wajahnya merah, peluh membasahi dahinya kentara sekali ia sedang sangat marah.

Nadya sendiri tau, Farel pasti marah karena gosipnya, gosip tentang dirinya yang dipeluk oleh Ryan -kakel populer itu yang baru beberapa menit saja setelah ia mengaku bahwa itu dirinya, ternyata sudah cepat menyebar gosip itu sampai terdengar di telinga Farel.

"Sekarang, bilang sama gue Nadya. Yang di papan mading itu..hh...bukan lo kan?" tanya Farel.

Nadya merasakan deja vu begitu mereka sampai di taman sekolah dengan pertanyaan Farel yang sama dengan Thira.

Nadya hanya tersenyum lalu mengangguk.

"Lo ngapain peluk-pelukan sama si Ryan Nad? Apa bener lo selingkuhan dia? Kegatelan banget dia, dia kan udah punya cewek. Sialan." umpat Farel.

Dan Nadya hanya tersenyum tenang. Membiarkan Farel yang sedang mengatur nafasnya yang menggebu-gebu. Membiarkan Farel meluapkan amarahnya.

"Yaudah la Rel, gausah dibahas itu cuma salah paham doang,"

"MAKSUD LO?? SALAH PAHAM GIMANA? UDA JELAS-JELAS LO PELUK-PELUKAN SAMA RYAN, LO BILANG SALAH PAHAM DOANG??" bentak Farel tepat didepan Nadya, membuatnya sedikit tersentak. Farel tak pernah semarah ini.

"DAN HERANNYA LO MASIH AJA SENYUM-SENYUM GAJELAS?? GUE BERASA JAHAT BANGET DISINI NAD, PADAHAL ELO YANG GAK MAU JAWAB!! KEN–"

"Semalem ambulans lewat, Rel."

Air muka Farel langsung berubah, ia langsung mengerti dan membungkam mulutnya. Rasa penyesalan tercetak diwajahnya karena ia telah membentak Nadya. Ia terdiam sambil menatap Nadya yang juga menatapnya tenang.

"Maaf gue–"

"Gue ga nyangka trauma gue terhadap bunyi sirine ambulans itu kembali lagi...asal lo tau aja Farel, gue malah berterima kasih sama kak Ryan yang udah nenangin gue." lirihnya.

"Nadyaa..."

"Walau akhirnya gue jadi bahan omongan orang lain, jadi bahan gosipan orang, gue–"

"Nadya, maafin gue. Gue ga tau apa-apa. Lo bener, gue salah paham. Maaf, gue cuma merasa bersalah aja karena gue ga bisa jagain lo, gue ngebiarin lo pergi sendiri." ucap Farel lagi dengan suara yang terdengar parau.

"Gue tau, gue ngerti kok," jawab Nadya.

"Gue cuma malu sama lo, malu sama mereka kalo mereka tau tentang trauma gue yang terlalu kekanakan, makanya gue mencoba untuk tenang dan santai." Nadya menambahkan.

Farel terdiam.
"Kalau begitu, mulai sekarang sesibuk apapun gue dan lo kita harus selalu pergi-pulang bareng, karena mau kayak gimana juga lo tanggung jawab gue." ucap Farel pelan menatap lekat manik mata Nadya.

"...kalo perlu gue yang bakal jelasin ke mereka kalau ini cuma salah paham." lanjut Farel.

Nadya tersenyum lalu menggeleng pelan.
"Gausah Farel, gue ga mau repotin lo terus"

"Tapi, lo mau jadi bahan gosipan orang lain? Lo mau mereka salah paham terus? Gak-"

"Rel, ini bukan urusan mereka, ini urusan tentang gue, kak Ryan dan mungkin kak Gita..."

***

Bel sekolah tanda masuk sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Ryan masih melangkah santai sambil bersiul di lorong-lorong kelas. Ia tak menghiraukan handphone-nya yang beberapa kali bergetar di sakunya. Tak dilihat pun Ryan sudah tahu siapa yang menelfonnya.

Gita, pacarnya.

Sudah bukan rahasia lagi, setiap pagi Gita menelfon dan mencari Ryan karena pacarnya telat masuk ke kelas. Bukan telat, lebih tepatnya membuang-buang waktu hanya untuk berjalan-jalan mengitari sekolah dan mencari angin segar, kata Ryan. Memang tak ada yang bisa mengerti jalan pikirannya.

Cowok bermata tajam dan bertubuh tinggi itu akhirnya memutuskan mengambil handphone disaku nya yang tak kunjung berhenti bergetar. Mereject panggilan Gita, dengan begitu Gita tak akan membuat handphone-nya bergetar lagi.

Ryan melangkah santai lagi hendak melewati lorong berisi mading. Ada satu hal yang membuatnya tertarik untuk melewati lorong itu. Dari kejauhan, ia melihat hal yang tak biasa tertempel di papan utama mading.

Sebuah foto di tertempel amat besar yang berisi cowok berseragam sama dengannya memeluk seorang cewek yang tampak seperti ketakutan. Itu dirinya, dengan Nadya.

Ryan tersenyum kecil tak peduli lalu, melewati lorong papan mading itu dengan santai.

***

MY FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang