-4-

25 3 2
                                    

Happy reading

vote and comment

---------------------------------

Acara itu telah berakhir 2 jam yang lalu. Namun beberapa orang nampak belum ingin meninggalkan acara reuni yang semakin sepi. Beberapa terlihat masih saling bercengkrama dan bernostalgia mengenang masa-masa SD mereka. Shafa sendiri kini hanya duduk sambil memainkan handphone nya, tidak lupa ditemani oleh salah satu temannya yang kini masih terbelak kaget mendengar penuturan Shafa beberapa menit yang lalu.

"Serius Shafa ? kamu udah ada ?" tanya gadis itu.

"Antara iya atau nggak sih, aku nggak bisa memastikannya. Tapi kemungkinan ada," ucap Shafa yang masih sibuk dengan handphone-nya.

"Beri tahu aku kalau nanti ada kabar baik ya, sekarang aku mau balik dulu nih ada urusan Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam,"

Shafa menghentikan aktifitasnya sementara ketika temannya itu baru saja pergi. Gadis itu kembali teringat akan perkataannya yang seakan-akan memutar kembali ingatannya yang sempat ia lupakan. Sudah sangat lama dan bahkan Shafa tidak menyangkan ia akan melakukan hal itu di hari-hari terakhir ia berada di sekolah ini.

Langkah kaki membawanya pergi meninggalkan acara reuni yang sudah semakin sepi. Meski ini adalah sebuah acara, tetapi Shafa sama sekali tidak merasa seperti dalam sebuah acara. Mungkin banyak dari mereka yang tidak ingat akan sosoknya sehingga tidak banyak yang menyapanya tadi. Acara itu pun menjadi sedikit membosankan bagi Shafa.

Cahaya matahari yang cukup terik membuat udara di sekirat Shafa terasa panas. Tubuhnya sudah mulai bercucuran keringat karena udara yang panas. Sesekali Shafa mengibaskan tangannya ketika lampu merah berdiri di hadapannya.

Shafa berhenti di toko buku untuk membeli keperluan kuliah sekaligus membeli buku bacaan. Lumayan dari hasil kerja sambilannya sebagai penulis sekaligus freelance desain membuatnya mendapatkan penghasilan meskipun tidak seberapa dengan pegawai tetap.

Gadis itu berkeliling toko buku untuk sekedar cuci mata sekaligus mencari buku yang ia perlukan. Tangannya sesekali mengambil buku yang terlihat menarik di matanya dan membaca sekilas pada contoh buku yang telah terbuka. Jika dianggapnya kurang menarik ia akan mengembalikannya lagi pada rak display.

"Oh iya, novel kemarin sudah masuk toko buku kan ? ada dimana ya ?" gumam Shafa sambil melihat-lihat novel yang terpajang rapi di dinding toko.

Beberapa bulan lalu, Shafa sempat mengirimkan naskah ke salah satu penerbitan untuk kesekian kalinya dan Alhamdulillah naskahnya diterima dan siap untuk di terbitkan. Meski tidak semua naskah yang pernah dikirim Shafa diterima, gadis itu tetap berjuang di tengah kesibukkannya.

Manik hitamnya menangkap sebuah novel yang tidak terlalu tebal dengan cover berwarna putih dan beberapa corak serta gambar yang menjadi ciri khas tersendiri. Shafa tersenyum kemudian menghampiri novel tersebut. Tangannya mengambil novel itu dan membaca nama penulis yang terpampang di sampul depan.

"Alhamdulillah ternyata memang sudah ada," gumam Shafa.

Selesai dengan semua urusan, Ridho kembali ke Palembang karena ia harus bekerja. Permasalahan keluarganya kini menjadi suatu beban pikiran baginya. Ia ingin sekali menjaga keluarganya yang berada disana, namun kerabatnya menyuruhnya untuk fokus bekerja agar bisa membayar biaya rumah sakit. Dengan berat hati tentunya, Ridho menyetujuinya dan berharap mungkin ini yang terbaik.

Ridho kembali ke rumah kontrakannya dengan menumpangi taksi yang selalu hadir di depan lobby bandara. Hatinya terus berdzikir selama perjalanan untuk menghilangkan rasa gelisah. Ingin rasanya ia sampai di rumah untuk segera menenangkan pikirannya.

Sesampainya di rumah, Ridho langsung membayar ongkos taksi kemudian masuk ke dalam rumahnya. Tubuhnya ia hempaskan pada tempat tidur cukup kuat saking lelahnya pada masalah yang baru saja menimpanya. Ia mengambil handphonenya untuk mengecek notif yang sudah lama tidak pernah ia lihat.

'Shafa ?' batinnya ketika ia melihat banyak pesan masuk dari Shafa. Ia pun membuka notifikasi tersebut. Beberapa pesan terlihat tengah menanyakan keberadaan dan kabar. Haa.. sudah berapa lama ia pergi sampai pesan ini sudah menumpuk di handphonenya ?

"Apa besok mampir ke rumahnya saja ya ?" gumam Ridho sambil membaca pesan-pesan tersebut tanpa menjawabnya sama sekali.

"Atau mungkin sekarang ?" gumamnya lagi.

"Sudah lama tidak ketemu kamu banyak berubah ya, aku jadi pangli,"

Kata-kata itu masih tergiang di kepala Shafa tanpa ia minta. Padahal ia sudah tidak berharap apapun lagi tentang perasaan itu. Lalu kenapa ? ia sendiri juga tidak mengerti akan hal itu. Tangannya kini tengah sibuk dengan tugas-tugas yang terpampang di layar laptopnya, namun pikirannya yang sudah tidak karuan membuatnya tidak fokus mengerjakan tugas yang ada di hadapannya.

Shafa memutar murattal hafalan juz 28 untuk memuraja'ah hafalannya. Setidaknya ini bisa membantunya menenangkan hatinya yang sedikit gelisan dan penuh akan pikiran cukup berat.

"Shafa.. masih belum ada kabar dari Ridho ?" tanya Aziza.

"Belum ada umi, memangnya kenapa ?"

"Umi hanya pengen kamu sama Ridho coba fitting baju," ucap Aziza sambil memperhatikan apa yang tengah sibuk mentapa kayar laptop.

"Kalau ada kabar darinya nanti Shafa kasih tahu umi kok,"

"Ya sudah kamu lanjutkan aja dulu tugasnya,"

'Dari sekian banyak alumni, kenapa yang pertama kali kulihat adalah dirinya ?' batin Shafa yang nampak kesal. Sebenarnya tidak ada apapun yang terjadi diantara dirinya dnegan laki-laki itu. Namun itu justru membuat perasaannya bercampur aduk. Pertanyaan yang belum terjawab hari itu sudah lama ia lupakan sebelum akhirnya ia kembali bertemu laki-laki itu.

Shafa mengusap wajahnya agak kasar dengan kedua tangannya. Bibirnya menghela nafas pelan sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Akhir akhir ini pikirannya memang tidak begitu tenang.

Tiba-tiba suara ketukkan pintu membuat Shafa buru-buru memakai hijabnya kemudian pergi membukakan pintu. Matanya terbelak kaget ketika ia melihat Ridho kini telah berdiri di hadapannya dengan penampilan yang sedikit acak-acakkan. Laki-laki itu mengusap wajahnya kasar dan mengalihkan pandangannya ketika gadis itu kini berdiri dihadapannya.

"Maaf karena sudah hilang tanpa kabar," ucap Ridho yang sadar akan kesalahannya. Ia bisa mengetahui hal itu dari ekspersi Shafa yang seolah mengatakan "Dari mana saja dirimu ?".

Shafa membiarkan laki-laki itu kini berbincang dengan kedua orang tuanya di ruang tengah. Sementara ia kembali menyibukkan diri dengan tugas-tugas yang tidak ada habisnya sampai sekarang. Ada perasaan lega namun beribu pertanyaan muncul dibenaknya dan ingin ia lontarkan pada lelaki itu. Namun ia tahan karena mungkin laki-laki itu punya masalah sehingga tidak bisa dihubungi.

Gadis itu memutuskan untuk keluar dari kamarnya ketika ia tidak mendengar suara percakapan di ruang tengah. Matanya tidak menangkap sosok Ridho, hanya kedua orang tuanya yang kini tengah berdiskusi entah apa yang mereka diskusikan. Shafa tidak mengetahuinya.

"Ridho kemana mi ?" tanya Shafa

"Dia sudah pulang tadi, katanya masih ada urusan," jawab Abinya itu. Shafa hanya mengangguk kemudian kembali masuk ke dalam kamarnya.

'sudah pulang ya..' batin Shafa.

'lain kali saja aku mengatakannya..'


-----------

Palembang, 1 September 2018

You and Our PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang