sixteen

3.7K 586 84
                                    

[Talitha]



Seharian ini aku menghabiskan waktu di rumah saja. Tenang, aku bukan tipekal cewek yang galau berkepanjangan setelah mengetahui kenyataan pahit bahwa kekasihku ternyata berselingkuh dan memutuskan untuk mangkir dari pekerjaan. Hari ini memang libur karena pada kalendar menunjukkan tanggal merah.

Sebenarnya tadi pagi-pagi sekali Tiara sudah mengajakku untuk jalan-jalan kilat ke Bandung bersama sahabatnya, si Anna itu. Namun aku lebih memilih untuk menolak. Dipikir-pikir, kalau aku mengikuti jejak adik sepupuku itu, bisa-bisa besoknya aku benar-benar membolos kerja. Ke Bandung hanya untuk memuaskan keinginan Anna yang so craving for crab soup di The Valley. Tidak, terima kasih, adik-adik kecilku.

Selagi aku asyik selonjoran di depan TV, pukul empat lewat belasan menit tiba-tiba bel pintu depan berbunyi. Ponselku juga berdering di saat yang bersamaan. Telpon dari Karin. Tidak segera ku angkat karena sepertinya tamu di hari libur ini lebih penting.

Dan aku benar-benar kesal sekarang. Sungguh. Baru tiga hari yang lalu aku memergoki mantan pacar yang asyik berselingkuh, menjalani hari-hari kerja yang sangat membosankan dan menyedihkan, kini aku harus menghadapi berita terbaru yang dibawa teman terdekatku di ACT. Karin berkunjung ke rumah bersama seorang pria tampan dan menyodorkan undangan resepsi pernikahan yang akan diselenggarakan di salah satu hotel mewah ibukota. Karin memperkenalkan lelaki itu sebagai calon suaminya. Ku tarik saja sahabatku itu ke kamar untuk interogasi.

"Yin, lo nggak lagi becanda, 'kan? Please, kondisi mental gue sekarang lagi nggak cocok buat dikibulin."

Karin terlihat serba salah. Dia membuka undangan dengan bahan kertas kualitas terbaik bernuansa emas nan mewah yang belum sempat ku sambut. Karin meringis kala menunjukkan foto calon pasutri yang terpampang di sana. Jelas dan tak perlu diragukan lagi kalau itu adalah Karin dan pria tadi.

"Gue nggak bercanda, Ta. Minggu ini resepsi pernikahan gue sama Jimmy."

Gelagat Karin benar-benar membingungkan. Dia bilang, dia akan menikah, namun kenapa terlihat sangat gelisah? Bukankah seharusnya dia senang tiada tara dan membuat semua orang iri atas senyuman yang dia pamerkan atas kebahagiaan itu? Yah, walaupun ini agak mendadak.

"Oke, lo nikah minggu ini. Terus kenapa lo baru bilang? Kenapa lo gigitin bibir lo begitu? Lo lagi nggak dipaksa nikah sama cowok itu, 'kan? Atau... Oh, God, lo nggak nikah karena kebablasan, 'kan, Yin?"

Aku menerima sebuah tepukan gemas dari Karin. Dia mengelak, "HELL NO! Gue belum segila itu buat biarin diri gue kebablasan dan hamil sama sahabat gue sendiri!"

"Oh, jadi itu cowok sahabat lo?" Keningku berkerut saat dia mengangguk. "Bisa jelasin ke gue, Yin? Sumpah, gue nggak ngerti sama sekali."

Dan Karin mulai menceritakan sekilas kronologi bagaimana dia dapat berakhir menjadi seorang menantu untuk keluarga Padmana. Aku tidak menyangka kalau Karin ternyata mempunyai kekerabatan dengan keluarga terpandang seperti mereka. Lihat saja bentuk dan kualitas undangan resepsi pernikahan serta acara yang akan berlangsung minggu nanti. Sungguh, aku masih tercengang karenanya.

"Jadi, lo harus datang ke acara resepsi gue." kata Karin yang masih menggandeng lenganku. Dia menyeretku menuju ruang tamu dimana calon suaminya duduk santai. "Jim, bisa minta satu lagi, buat sepupunya Tata."

Pria itu tersenyum simpul dan mengambil satu undangan lagi. Ya, aku dapat merasakan aura yang... bagaimana aku menjelaskannya ya? Dia sangat metroseksual.

Aku dapat membayangkan banyak wanita sedang bergelayut manja di kaki serta lengannya. Sungguh jauh berbeda dengan Karin yang simpel dan santai. Tak jauh beda sepertiku.

LOVATTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang