Beberapa hari ini, aku kembali fokus kuliah. Walaupun sebenarnya aku masih memikirkan rasa takutku karena Papa dan Mamaku sudah mengetahui hubunganku dengan Bang Aldy. Tapi aku mencoba untuk mempercayai Bang Aldy. Jika Bang Aldy mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja, itu artinya semuanya baik-baik saja. Teman satu kampusku yang juga teman SMA ku bahkan satu tim basket adalah Achil. Aku menceritakan semuanya kepada Achil. Achil awalnya juga tidak percaya, tapi aku memberinya foto-fotoku dengan Bang Aldy, juga cincin yang masih aku pakai. Dan sekarang dia sudah percaya.
"Yaudahlah Mon, ga ada yg salah juga selagi Bang Aldy bisa membuktikan ke Kamu." ucap Achil sambil melahap siomaynya. Aku masih sibuk dengan ponselku. Semalam Bang Aldy meminta untuk menjemputku hari ini. Jadi beberapa menit yang lalu Aku sudah memberitahunya bahwa jam kuliahku sudah selesai.
"Tetep aja yang Aku takutkan adalah nanti kalau hubunganku sama Bang Aldy tetap harus berakhir. Bagaimanapun Kita adalah saudara, Chil. Dan gak seharusnya Kita berhubungan lebih dari itu, apalagi kalau sampai menikah." sebenarnya Aku ingin sekali bisa tenang dan tidak memikirkan apapun terkait hal-hal yang berhubungan dengan hubunganku sama Bang Aldy. Tapi nyatanya pikiranku terus saja membayangkan hal-hal yang tidak Aku inginkan. Bagaimana jika kelak Aku dan Bang Aldy benar-benar berpisah, apakah Aku akan siap melihat Bang Aldy bersama perempuan lain?
Achil tidak komentar. Ia justru menikmati es jeruknya. Tak lama kemudian Bang Aldy duduk di sebelahku sambil mengelus kepalaku.
"Kenapa kok wajahmu cemberut gitu?" tanya Bang Aldy.
"Dia masih kepikiran soal keluarganya, Bang," Achil yang menjawab. Aku meletakkan kepalaku diatas kedua tanganku yang Ku silangkan di atas meja dengan sedikit merengek. Aku dengar kekehan Bang Aldy.
"Ayo deh Kita pulang." ajak Bang Aldy. Sedetik kemudian, ada suara Bang Aria. Aku langsung mendongakkan kepalaku lagi. Dan Aku baru sadar bahwa kedua mataku berkaca-kaca.
"Lah, Kamu nangis Mon?" tanya Bang Aria.
"Bang Aria kok ada di sini juga sih?" ya memang seharusnya Bang Aria tidak ada di kampus.
"Aku di ajak Aldy buat jemput Kamu. Aku tungguin dari tadi di mobil tapi Kalian gak datang-datang, yaudah Aku samperin." jelas Bang Aria. Aku menoleh ke Bang Aldy. Bang Aldy hanya tersenyum.
"Achil mau nebeng gak?" tawar Bang Aldy.
"Gak deh, Bang. Aku masih ada kelas." tolak Achil.
"Pak Ogik?" tanyaku. Achil mengangguk. "Halah. Yaudah deh, Aku pulang dulu!" pamitku seraya meneguk es jeruk milik Achil kemudian Aku mengikuti langkah Bang Aldy untuk segera meninggalkan kampus.
"Gimana Papa dan Mama kamu ada pembicaraan tentang hubungan kita gak?" tanya Bang Aldy begitu Kami sudah ada di mobil. Bang Aria duduk di belakang dan Dia sibuk dengan ponselnya.
"Gak ada sih," aku baru sadar, kalau memang mereka tahu hubunganku, kenapa mereka tidak mempertanyakannya kepadaku?
"Yaudah, berarti gak ada yang perlu dipermasalahkan, kan? Kita aman."
"I, iya sih, tapi aku tetep gak enak sama Papa sama Mama."
"Udah, aku juga udah ngomong sama Papa Mamaku, semuanya bisa ngerti kok, Monmon tenang aja ya, Abang sayang sama Monmon," Bang Aldy membelai rambutku menunjukkan bahwa semuanya baik-baik saja. Aku semakin merasa tenang. Semenjak pulang dari Jogja, ini pertemuan pertama kami. Dan Bang Aldy mencoba menenangkanku.
"Bang," panggil Bang Aldy. Bang Aria hanya berdehem. "Ceritain deh hubunganmu sama Kak Prita dulu," pinta Bang Aldy. Bang Aria terkekeh seketika.
"Astaga...," rutuk Bang Aria. "Prita ya? Dia sudah punya anak satu."
"Bukan itu!" gertak Bang Aldy cepat. "Hubungan Kalian dulu!" Bang Aldy memperjelas kalimatnya.
"Intinya gini, Mon." Bang Aria menarik napas lalu membuangnya, "Papa sama Mama tidak mempermasalahkan hubungan Kalian. Asalkan, nih dengerin ya, Kalian bisa terbuka ke Mereka. Meskipun sekarang Papa sama Mamamu tahu, tapi sebenernya Mereka juga butuh penjelasan dari Kamu. Ceritakan aja ke Mereka kalau memang Kalian ada hubungan spesial. Papa sama Mamaku udah kasih pemahaman dan penjelasan kok ke Papa Mama Kamu. Nah, buktinya, Papa Mama Kamu gak ada tanya-tanya kan terkait hubungan Kalian?" Bang Aria mencoba menenangkanku. Ada benarnya juga. Tapi tetap Aku masih takut.
"Dulu Aku sama Prita, saudaraku di Belanda juga gitu. Awalnya Aku juga takut. Tapi akhirnya Papa dan Mama tahu. Mama yang ngomel. Tapi ngomelnya aneh. Masa nih ya Mama malah tanya "Kenapa Kamu gak cerita ke Mama atau Papa? Selagi Kamu jujur, Mama gak akan larang Kamu selama itu dalam hal wajar! Jangan pernah menghamili anak gadis orang!" gitu," Bang Aria menirukan gaya omelan Mamanya. Itu cukup menghiburku.
"Ya akhirnya Aku jujur ke Mama kalau Aku memang pacaran sama Prita. Setelah itu ya gak ada masalah apapun. Keluargaku tahu, keluarga Prita juga tahu dan ya semua berjalan dengan baik." lanjutnya.
"Trus kenapa Kalian putus?" pertanyaan itu reflek keluar dari mulutku.
"Hhh," Bang Aria menghela napas panjang, "Karena Kita sama-sama Gak mau LDR. Aku gak mau kuliah di Belanda, dan Prita juga gak mau ikut ke Indonesia. Padahal saudara-saudaranya banyak yang di Indonesia. Jadi ya Kita memutuskan untuk mengakhiri hubungan Kita dan tetap menjadi saudara seperti biasa. Dua tahun kemudian Dia menikah. Ya begitulah akhirnya."
"Nah, Kita gak ada masalah apapun kan, Sayang?" perjelas Bang Aldy sambil melirikku. Aku tersenyum tipis.
Bang Aldy menghentikan mobilnya di sebuah restoran. Kami bertiga memasuki restoran itu. Bang Aria mendahuluiku dan Bang Aldy, memilih sebuah kursi yang sudah ditempsti oleh seorang perempuan dengan es teh di atas meja. Perempuan itu menyambut Bang Aria dengan pelukan singkat.
"Cewekku," ucap Bang Aria. Bang Aria duduk di sebelah perempuan itu, Aku dan Bang Aldy duduk bersebelahan di depan mereka.
"Putry," permepuan itu memperkenalkan namanya kepadaku. Begitupun Aku memberitahukan namaku.
"Dia ceweknya Aldy yang pernah Aku ceritain," jelas Bang Aria kepada Mbak Putry. Mbak Putry ber-O tanpa suara.
"Gimana Al?" tanya Mbak Putry kepada Bang Aldy. Aku tidak tahu apanya yang bagaimana. Bang Aldy hanya tersenyum.
"Ya intinya seperti yang udah pernah Aku ceritain ke Mbak. Jadi, gak perlu di pikirin lagi," Bang Aldy mengacungkan jempolnya. Mbak Putry mengangguk-angguk.
"Ayo pesan makan. Monic?" tawar Mbak Putry.
"Duh, nggak deh, Mbak. Aku makan di rumah aja." tolakku. Jujur, perutku sedang tidak ingin di ajak bersantai. Aku ingin cepat pulang dan bertemu dengan Mama.
"Emh, mending Aku antar Monic dulu deh. Kita makan-makan next time aja," Bang Aldy seolah paham dengan apa yang Aku pikirkan, Ia langsung berpamitan.
"Oke deh, ntar Aku diantar Putry pulang," ucap Bang Aria. Aku dan Mbak Putry bersalaman dan segera bangkit mengikuti Bang Aldy.
"Abang tahu, Kamu masih gak tenang." Bang Aldy menatapku begitu Aku sudah duduk di sebelahnya. Aku masih sibuk memasang sabuk pengamanku begitu tiba-tiba kedua tangan Bang Aldy memegang kepalaku dan menariknya mendekat. Alhasil, bibir Bang Aldy langsung melahap bibirku dengan cepat. Terlalu mendadak dan membuatku tidak siap.
"Nyosor aja sih!" omelku sambil mengelap bibirku yang basah dengan telapak tanganku. Bang Aldy justru terkekeh lalu menyalakan mobilnya dan bersiap untuk kelusr dari area restoran itu.
"Ya habisnya Abang ngomong Kamu malah sibuk masang sabuk."
"Astaga!" gerutuku.
"Jadi, apa perlu Abang yang bilang ke Papa dan Mama Kamu?"
"Hah? Gila. Gak! Aku aja!" sepertinya aku reflek mengatakannya. Bang Aldy mengangguk-angguk.
"Oke, jadi Kamu akan menceritakan hubungan Kita ke Papa Mama Kamu, kan?" Bang Aldy tersenyum lega. Aku diam, memikirkan apa benar Aku harus melakukannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Do We Love Eachother? 🔞 (TAMAT)
Любовные романыBased on a strue story. Dan kisah itu belum berakhir sampai ada maut yang mendekat. Mau pergi bagaimanapun, kisah itu akan tetap ada dan terus berjalan. Cinta tidak bisa memilih kepada siapa ia akan tinggal. Jika ada hati yang bergetar, itu karena...