Singkat cerita, aku dan Bang Aldy menjalin hubungan yang semakin dekat. Semenjak aku lulus SMA, aku mulai bertingkah biasa saja, selayaknya saudara. Bang Aldy sering main ke rumahku, Mbak Sovy juga semakin dekat dengan Bang Aldy. Apalagi aku.
Tapi, di sela-sela hubungan kami, aku masih merasakan bahwa aku menyukai Bang Aldy. Aku masih mempertimbangkan alasanku menyukai Bang Aldy. Karen jika mengingat bahwa aku dan Bang Aldy saudara, ada banyak ketakutan-ketakutan yang aku bayangkan.
Pernah suatu ketika ada acara keluarga di rumah Nenek. Semua keluarga berkumpul termasuk keluarga Bang Aldy. Aku tiba lebih dulu dan seperti biasa aku bersama saudara-saudaraku kumpul dan saling bercengkrama. Pembahasan tidak lain adalah keputusanku untuk kuliah. Ada Aina juga yang bercerita tentang pengalaman-pengalamannya di sekolahnya sampai gebetan-gebetannya yang rata-rata adalah senior-seniornya. Dan tiba-tiba, kedatangan Bang Aldy membuyarkan ceritanya. Aina dengan cepat berlari menghampiri Bang Aldy lalu memeluknya. Entah kenapa di saat itu Aku merasa cemburu. Walaupun Aku menegaskan kepada diriku bahwa kami semua adalah saudara. Tapi ada rasa tidak terima saat melihat Aina yang dengan akrab menggandoli Bang Aldy. Aku menatap mereka dengan lekat, tapi semakin lekat akan membuatku semakin kesal. Sampai Bang Aldy menemukan tatapanku tapi Aku justru mengalihkannya.
Aku berjalan ke halaman belakang, menghindari saudara-saudaraku. Rasanya ingin menangis, tapi Aku tidak mau terlihat bodoh. Aku pikir Aku akan berada di halaman belakang sebentar. Sesekali Aku melirik cincin pemberian Bang Aldy, tapi itu membuatku terus mengingat Bang Aldy. Dan ya, Aku sudah memakai cincinnya. Aku pikir, tidak ada salahnya juga untuk memakainya. Hitung-hitung menyenangkan perasaan Bang Aldy yang terus-terusan memintaku untuk memakainya.
"Mon?" panggil Bang Aldy. Dari suaranya, terdengar ia percis di belakangku. "Kok tadi Abang lihat kamu kayak kesel sama Abang?" tanya Bang Aldy. Mungkin aku terlalu memperlihatkan rasa kesalku. Aku tidak pandai berbohong dalam hal perasaan.
"Gak papa kok," Aku membalikkan tubuhku setelah yakin Aku bisa menata perasaanku dan meredam rasa ingin menangisku.
"Terus? Kamu cemburu ya lihat Aku sama Aina?" kedua mataku sontak mendelik yang membuat Bang Aldy cekikikan.
"Cemburu apaan?" pertanyaan umum di saat sudah ketahuan. Hanya mengalihkan.
"Kamu gak bisa bohong lah dari Abang," goda Abang yang semakin membuatku salah tingkah. Setidak pandai itukah aku dalam menyimpan perasaanku?
"Bodo amat lah, gak penting!" gertakku yang mulai kesal kemudian berjalan dengan langkah lebar meninggalkan Bang Aldy yang terdengar seperti sedang menertawakanku.
Saat itu, aku berpikir apa mungkin aku memang menyukai Bang Aldy? Apa mungkin Bang Aldy tahu? Kenapa Bang Aldy bisa menyimpulkan kalau aku cemburu? Dan sejak saat itu juga sikap Bang Aldy mulai berubah. Semakin perhatian dan semakin membuatku nyaman. Dan yang tidak pernah hilang adalah getaran yang selalu aku rasakan setiap kali bersama Bang Aldy.
Aku pindah ke dapur untuk mencari cemilan dan minuman. Aku tidak tahu darimana datangnya perasaan yakin kalau Bang Aldy sebenarnya sudah tahu akan perasaanku. Dia berlaku seolah Dia juga merasakan hal yang sama terhadapku. Aku jadi menyimpulkan bahwa kedekatan Kita akhir-akhir ini adalah sebuah proses PDKT. Tapi Aku masih berusaha untuk tidak terlalu banyak berharap. Sering menepis khayalan-khayalanku terhadap Bang Aldy yang kadang suka muncul sendiri di otakku.
"Ngaku, gak?" suara itu tiba-tiba muncul tepat di belakang telingaku. Jelas Aku kaget dan langsung menutup botol air mineral yang barusaja aku teguk.
"Apaan sih? Ngagetin aja loh," geramku begitu mendapati Bang Aldy sudah berdiri di belakangku. Lantas Aku segera menaruh botol tadi dan sedikit mengatur jarak dari Bang Aldy. Malu jika ada saudara lain yang melihat. Bang Aldy masih dengan senyumannya yang penuh makna itu.
"Aina itu emang yang paling deket sama Aku." ucapnya tiba-tiba seolah Aku bertanya apa hubungannya dengan Aina. Padahal tidak.
"Tapi udah gak kok, karena ada Kamu yang sekarang paling dekat sama Aku, bahkan lebih dekat dari mereka. Kamu yang paling tahu masalah yang pernah Aku hadapi sama mantanku." tambahnya. Aku merasa geer dan ingin senyum-senyum sendiri. Tapi Aku tahan.
"Dan Abang pastikan, gak ada saudara lain yang bisa lebih dekat sama Abang selain Kamu setelah ini."
"Dih apaan? Mau Bang Aldy deket sama siapapun ya silakanlah Bang. Gak ada urusannya sama Aku." jawabku.
"Duh, kenapa sih Kamu gak bisa ngaku? Tinggal ngaku gitu aja loh," protesnya. Aku semakin kesal rasanya dan ingin jauh-jauh dari Bang Aldy karena detak jantungku semakin tidak karuan.
"Tapi ngomong-ngomong, terimakasih ya," ucapnya kemudian mengganti topik.
"Untuk?" tanyaku.
Bang Aldy melirik ke jari manisku dimana Aku memakaikan cincin pemberiannya beberapa bulan yang lalu.
"Berapa kali ya Abang ngomong terimkaasih? Dan harus berapa kali juga Aku jelasin kenapa Aku pakai cincin ini," jawabku sambil memainkan cincin itu.
"Kalau sampai Aku bosen, Aku lepas aja deh cincinnya daripada harus debgerin omongan Abang gitu terus," Aku bahkan tidak sadar bahwa Aku mrnggoda Bang Aldy. Aku seolah-olah hendak melepas cincinnya. Tapi, dengan cepat Bang Aldy menahanku. Tangannya menyentuh tanganku dan Aku bisa merasakan detak jantungku yang semakin tidak karuan.
"Jangan, jangan," tolak Bang Aldy sambil terkekeh. Aku tidak tahu apa yang akan saudara-saudaraku pikirkan jika melihat tingkah Kami saat itu di dapur. Tapi semoga saja masih dibatas wajar.
"Udah bagus loh di jarimu. Cocok. Jangan dilepas, deh. Sorry kalau gitu, Abang akan berhenti ngomong kayak tadi." tambahnya. Serius, jarak Kami saat itu cukup dekat. Bahkan hampir tidak ada jarak sesenti pun. Jelas dari tubuh Bang Aldy yang dengan mudah menempel di lenganku.
"Yaudah makanya jangan bawel!" ocehku sambil menarik tanganku dari genggamannya. "Awas!" Aku betah dengan posisi itu. Tapi keadaan saat itu yang membuatku tidak nyaman. Seandainya saat itu Kami sedang tidak berada di acara keluarga, mungkin Aku bisa sedikit berlama-lama dengan posisi itu.
Aku segera meninggalkan Bang Aldy dan mencari ruang di tengah-tengah saudaraku lainnya. Tapi, dimana Aku berhenti untuk ngobrol dengan saudara-saudaraku, di situlah Bang Aldy menghampiri. Berhasil membuatku salah tingkah. Tapi baguslah, acara keluarga saat itu adalah acara keluarga terindah untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Do We Love Eachother? 🔞 (TAMAT)
RomanceBased on a strue story. Dan kisah itu belum berakhir sampai ada maut yang mendekat. Mau pergi bagaimanapun, kisah itu akan tetap ada dan terus berjalan. Cinta tidak bisa memilih kepada siapa ia akan tinggal. Jika ada hati yang bergetar, itu karena...