Melodi Pertama

2.7K 310 5
                                    

Min Yoongi selalu berdecak sebal saat Ibu mulai bercerita soal anak kecil yang menjadi Muse dan membuatnya tetap bisa memasak hingga sekarang. Ibu memang selalu memasak makanan yang lezat dan menggugah selera, membuat semua orang mengurungkan niatnya untuk makan di luar saat tahu kalau Sang Nyonya Besar memasak. 

Ibu selalu memaksa Yoongi untuk menemaninya bertemu dengan Sang Muse, Ibu bilang anak itu berusia lima belas tahun kulitnya putih bersih dan memiliki senyum yang menawan. 

Yoongi menolak dan menampik mati-matian arti Muse dalam kehidupan seseorang, bahkan meskipun Ibu sudah menceritakan berulang kali apa arti Muse mulai dari mitologi Yunani hingga nama-nama terkenal yang dalam kisah hidupnya memiliki Muse untuk berkarya. 

Yoongi sudah dua puluh tahun hidup di dunia dan cerita tentang Muse hanyalah omong kosong di usianya sekarang.


"Apa kau tidak ingin memiliki adik?" Ibu selalu bertanya hal yang sama setelah dia menemui Musenya dan Yoongi selalu menjawab dengan gelengan kepala. 

Adik yang ada di dalam kepalanya adalah makhluk menjengkelkan yang akan merebut perhatian, kasih sayang dan kecupan manis di pipi.

 Yoongi tidak mau berbagi kecupan hangat Ibu dengan orang lain bahkan Ayah juga akan turut mendapat pelototan tajam saat melarang Yoongi meminta kecupan hangat di bagian wajah dari bibir tipis Ibu.

"Suatu hari kau akan memiliki adik." Yoongi menggeleng kuat-kuat, menolaknya dengan tegas.

"Kau menolak dan membuat Ibu sedih, tapi tidak masalah Ibu sudah mengecup pipi tembamnya." Yoongi melotot langsung memasang ekspresi kesal saat Ibu mengatakan hal itu sembari tersenyum menggoda.

"Ibu! Aku tidak mau membagi kecupanmu." Ibu hanya tertawa dan Yoongi memilih merengut sebal seperti anak kecil, jika Ayah pulang semuanya akan semakin menjengkelkan bagi Yoongi karena Ayah selalu mengatakan hal menyebalkan.

"Ayah tidak hanya mendapat kecupan, tapi ciuman dan Ayah tidak akan membagi ciuman Ibumu kepada siapapun, termasuk dirimu." 

Yoongi kesal, bahkan meskipun wajah dinginnya terlihat mengerikan di mata orang lain, dia tetaplah sosok anak tunggal yang begitu dimanja keluarganya.



Perkuliahan Yoongi berjalan lancar di program studi Seni Musik sesekali Yoongi mempelajari manajemen bisnis dengan membantu Ayah mengurusi perusahaan yang bergerak di bidang seni. Yoongi hanya memiliki satu teman akrab di universitas, sosok yang sangat cerewet dan berbanding terbalik dengan sikapnya yang terkesan dingin dan angkuh. 

Yoongi selalu menjaga imagenya, menyembunyikan rapat-rapat sifat manja yang sudah mendarah daging. Laki-laki tidak akan keren kalau bersikap manja. Nama temannya adalah Park Jimin, dia adalah orang yang membuatnya menolak mentah-mentah sosok adik yang ditawarkan Ibu. 

Pemuda bermarga Park itu memiliki satu orang adik dan dia selalu bercerita bahwa menjadi seorang kakak itu sangat tidak enak. Kakak harus merelakan segalanya untuk adik, bahkan meskipun itu benda paling berharga dalam hidupnya.

"Aku akan memberikan apapun, kecuali kekasihku tentunya."

Yoongi hanya tersenyum mendengar celotehan Jimin tentang adiknya yang manja dan menjadi seorang pangeran saat di rumah. 

Semua titah adik adalah perintah, Yoongi hanya tersenyum mendengar celotehan Jimin. Rasanya dia juga ingin menceritakan kehidupan bak pangerannya di rumah kepada Jimin, namun itu akan mencederai image dinginnya. 

Min Yoongi memang memiliki prinsip hidup yang aneh.


Ibu selalu berkata bahwa tangan Yoongi adalah tangan malaikat, tangan yang menerima anugrah Tuhan dengan begitu besar. Tangan Yoongi selalu menciptakan melodi indah di penjuru rumah, bahkan sejak Yoongi masih begitu kecil. 

Sebuah bakat yang tidak pernah Ayah dan Ibu kira. Awalnya Ayah membawa sebuah piano yang gagal dikirim karena pelanggan membatalkan pesanan, karena sayang dan tidak mungkin dipajang di kantor yang masih sempit, Ayah membawa piano itu pulang. Waktu itu usia Yoongi masih lima dan akan beranjak enam tahun dan Ayah baru merintis usahanya setelah Yoongi lahir. Ibu ingat bagaimana senangnya Yoongi melihat sebuah piano terpajang di ruang tengah dengan apik, Jemari mungilnya lantas memencet tuts dengan dua warna tersebut asal, lantas menimbulkan pekikan gemas dari Ibu. 

Yoongi berbakat, Ibu dan Ayah senang dengan fakta itu, sehingga Ayah memutuskan untuk tidak menjual kembali piano itu dan mengajari Yoongi memainkannya.

"Mungkin ini sebabnya kau menginginkan kaset Beethoven saat hamil dulu."

Ibu hanya terkekeh lantas mengingat betapa tergila-gilanya dia dengan hal yang berbau piano saat Yoongi masih berada di rahimnya.

Ibu dan Ayah adalah penikmat musik, bahkan meskipun kedua orang tua mereka adalah pemusik handal mereka hanya penikmat meskipun darah seni masih mengalir di darah mereka. 

Muse [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang