Yoongi tersenyum puas setelah menyelesaikan melodinya dan menyempurnakan partitur miliknya.
Yoongi mendapat nilai dan pujian saat menampilkannya di kelas bahkan Jimin masih memujinya setelah keluar kelas. Suasana makan menjadi berisik karena pujian tidak henti dari bibir Jimin.
"Berhentilah memuji dan makanlah dengan benar." Jimin hanya mengangguk kemudian menatap Yoongi lebih dalam lagi.
"Kau bilang beberapa hari ini kau tidak bisa bermain piano, tapi kenapa permainanmu tadi sangat hebat?" Yoongi menghentikan aktivitas makannya, kemudian menarik napas dalam-dalam.
"Karena aku berbakat." Jimin mencebik pelan, sedangkan Yoongi mengangkat bahunya tidak peduli. Yoongi tetaplah sosok angkuh yang menyebalkan.
Ibu memasak makanan enak malam ini dan Yoongi sudah tidak sabar untuk menikmatinya, hatinya merutuki Ayah yang pulang terlambat dan membuat makan malam harus ditunda. Ibu terlihat lebih segar beberapa hari belakangan, bersikap wajar seolah kejadian petang itu tidak pernah terjadi sebelumnya.
"Ibu, kenapa hari itu Ibu menangis?" Ibu menunjukkan senyum konyolnya, membuat Yoongi berdecih pelan.
Ibu tetaplah sosok Ibu yang narsis dan menyebalkan di mata Yoongi.
"Ibu sedih karena tidak bisa mengecup pipi Jungkook dan membuat Jungkook menyicipi masakan Ibu." Yoongi mencebikkan bibirnya pelan, Ibu selalu menggodanya.
"Aku tidak cemburu."
"Benarkah? Apa artinya Ibu boleh mengecup pipi Jungkook sepuasnya?"
"Mana bisa begitu, tidak boleh! kecupan Ibu hanya milikku."
Yoongi bersungut-sungut kemudian memasang wajah kesalnya, Ibu hanya terkekeh lantas mendaratkan banyak kecupan di wajah putranya.
Yoongi menghela napas panjang, dia gagal marah jika Ibu bersikap seperti ini.
Melodi Fur Elise menggema di sebuah rumah mewah dengan dekorasi tak kalah mewah. Sebuah grand piano berwarna putih terpajang cantik di ruang tengah dengan seseorang yang tengah memainkannya, melodi sederhana yang membuat semua orang yang berada di sana berhenti sejenak dari aktivitasnya demi meresapi melodi yang dimainkan dengan penuh perasaan itu. Begitu dentingan piano berhenti semua orang bertepuk tangan namun Sang Pianis malah tersenyum sendiri tanpa menyambut tepuk tangan meriah itu.
"Jungkook-ah." Salah satu diantara mereka mendekat memasang Hearing Aid di kedua telinganya.
"Papa." Laki-laki yang dipanggil Papa itu hanya tersenyum kemudian meminta anaknya berbalik. Tepuk tangan sudah mereda tapi pujian masih terlontar dari mulut semua orang yang mendengarnya.
"Papa, kenapa semua orang ada di sini?"
"Tentu saja untuk melihat permainanmu, Papa sudah tidak sabar melihatmu tampil di atas panggung seperti di Indonesia dulu, melakukan tour dunia bersama Mama." Sang Pianis -Jeon Jungkook- menampilkan senyumannya.
"Jungkook senang Papa sudah sembuh." Sang Papa hanya tersenyum kemudian membawa putranya dalam rangkulan.
"Jungkook, terima kasih sudah menebus rindu Papa kepada Mamamu."
"Mama Elisa?" Papa mengangguk pelan, sedangkan orang-orang pamit undur diri untuk menjalankan tugasnya, sebagian dari mereka adalah pekerja di rumah besar itu.
Tinggal sepasang renta yang duduk menatap interaksi Ayah dan anak itu.
"Maafkan Papa karena membuat hidupmu kesulitan, kau pasti kesulitan dengan semua yang kau jalani demi Papa."
"Jungkook sayang Papa dan akan selalu bersama Papa."
"Benarkah?" Jungkook mengangguk kemudian menenggelamkan wajahnya di dada Papa.
Kakek dan nenek tersenyum melihat itu, melihat sebuah kebahagiaan kembali mampir di rumah besar mereka. Sepasang renta itu tentu masih mengingat betapa sulitnya membujuk Jungkook untuk tinggal bersama mereka dan berhenti bekerja paruh waktu selama Papanya terbaring di rumah sakit.
"Papa, apa boleh aku memiliki Mama baru?" Papa mengangkat alisnya, menatap wajah putranya yang mendongak lucu demi melihat wajahnya.
"Jungkook sudah tidak sayang Mama Elisa?" Jungkook menggelengkan kepalanya pelan.
"Mama Elisa selalu di hati Jungkook, ada seseorang yang ingin menjadi Mama baru Jungkook."
"Siapa?"
"Mamanya Yoongi Hyung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Muse [COMPLETE]
FanfictionDalam mitologi Yunani, Muse adalah para dewi yang melambangkan seni. Mereka dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan dan inspirasi seni. Awalnya ada tiga orang Muse tetapi dalam perkembangan selanjutnya jumlahnya bertambah menjadi sembilan. Muse mer...