Melodi Keenam

937 203 0
                                    

Yoongi mengernyit heran saat melihat pintu rumah tidak tertutup rapat kemudian melangkah pelan menelusuri ruang tamu dan langkahnya terhenti di kamar kedua orang tuanya.

"Kau tidak perlu menatapnya seperti itu, anak kita sudah meninggal karena Yoongi dan Jino bukan anak kita." Itu suara Ayah dan berhasil membuat dada Yoongi berdegup kencang, dia tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Ayahnya.

"Berhenti mengatakan bahwa adik Yoongi sudah meninggal, aku yakin kalau Jino adalah adik Yoongi."

"Tidak mungkin!" Ayah membentak dan ini adalah kali pertama Yoongi melihat pertengkaran sengit kedua orang tuanya, bukan lagi pertengkaran kekanakan hanya karena masalah kecupan dan ciuman. Ini permasalahan yang serius.

"Aku tidak mau mengungkit masa lalu lagi, aku sudah memaafkan kesalahanmu dan kumohon fokuslah dengan kehidupan sekarang." 

Yoongi mundur lantas berlari menuju kamarnya, dia butuh istirahat untuk menjernihkan pikirannya yang kacau.

"Aku menginginkan Jino, bukan Jino tapi Jungkook." 

Yoongi sudah ke kamar dan tidak mendengar Ibu mengatakan hal itu dengan tangisan, Yoongi sudah di kamar dan tidak melihat Ayah memeluk Ibu yang gemetar karena tangisannya. 

Sayang, Yoongi tidak melihat dan mendengar karena sudah pergi ke kamar.





Yoongi tidak tahu apa yang membuatnya memilih membolos kelas dan menghindar dari kecerewetan Jimin lantas memilih pergi ke Taman Yeouido Hangang. Yoongi tidak tahu kenapa taman yang berada tak jauh dari Sungai Han itu menjadi pilihannya. 

Hingga dia melihat sosok yang kemarin begitu bersinar di panggung duduk di tempat yang sama seperti beberapa minggu yang lalu. 

Jeon Jungkook berada di sana dan sepertinya tidak sendiri karena Yoongi melihat dua orang dengan jas hitam berdiri tak jauh dari Jungkook berada. 

Yoongi memutuskan untuk mendekat dan duduk di samping Jungkook yang tengah memejamkan matanya sembari menghirup udara sebanyak-banyaknya.

"Jungkook-ssi." 

Yoongi memanggil sembari menepuk bahu Jungkook lantas memberikan senyuman saat Jungkook tersenyum melihatnya.

"Yoongi Hyung."

 Yoongi tidak tahu kenapa senyuman lebar Jungkook menular kepadanya.

"Kau sudah membuatkan lagu untukku?" 

Yoongi tidak menjawab dia kemudian mendongak demi menatap langit yang tak ternodai awan putih, cuaca sangat cerah saat ini.

"Apa yang ada di dalam pikiranmu hanya itu?" Jungkook terkekeh kemudian menggelengkan kepalanya.

"Tidak." Yoongi menghela napas panjang, suasana menjadi canggung sekarang.

"Aku datang ke konsermu semalam." Jungkook mengangguk pelan. "Aku tahu, Ibu memberitahuku lewat pesan singkat."

Yoongi kembali menghela napas panjang, kecanggungan benar-benar membuatnya semakin kaku.

"Kenapa kau selalu memainkan Fur Elise?" Yoongi akhirnya menanyakan hal ini, hal yang membuat semua orang bertanya-tanya.

"Karena Papa sering memainkannya untuk Mama Elisa, aku memainkan Fur Elise karena aku ingin Mama Elisa tahu bahwa aku sangat menyayanginya." 

Yoongi menganggukkan kepalanya kemudian kembali menghembuskan napas panjang.

"Menurutmu, apakah Mama Elisa adalah Muse untukmu?" Jungkook tersenyum, terdiam untuk memikirkan jawaban.

"Tentu saja."

"Tapi Mama Elisa sudah meninggal."

"Aku tahu, tapi cinta Mama Elisa tidak pernah hilang. Mama Elisa selalu menjadi Muse untukku dan Papa."

"Meskipun dia sudah tidak lagi kau lihat?" Jungkook terkekeh kemudian menghembuskan napas panjang.

"Jika Mozart adalah Museku aku tidak perlu datang ke makamnya dan memintanya meminkan piano bukan?" 

Jawaban yang hampir sama dengan Jimin, Yoongi tidak semakin tidak mengerti makna Muse bagi orang-orang yang mempercayai Muse.

"Hyung, dunia sudah berbeda, jangan bersikap seolah kau berada di dunia yang sama dengan Mozart atau Beethoven." 

Muse [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang