"Sekarang permainanmu semakin hidup, kau terlihat seperti Jungkook."
Jimin memuji sembari menuliskan melodi di bukunya. Jimin memiliki Muse lain dan membuatnya semakin rajin menulis melodi di bukunya.
"Kau akan datang ke konser Jungkook? Ini konser pertamanya setelah masa pemulihan."
Jimin menghentikan aktivitas menulisnya kemudian menatap Yoongi yang tengah membujuknya.
Jimin mencebik, lama-kelamaan sifat manja Yoongi yang sudah mendarah daging terlihat juga.
"Aku akan pergi bersama kekasihku." Yoongi merengut, langsung bergelayut di lengan Jimin, membuat Jimin ingin tertawa begitu lebar melihat wajah memelas Yoongi.
"Jimin ... kumohon ... datanglah bersamaku."
"Tidak mau, ajaklah kekasihmu. Lagipula kau kan mendapat tiket masuk gratis."
"Aku akan meminta kepada Jungkook untuk memberimu tiket gratis." Jimin mendengkus, meletakkan penanya dengan kesal.
"Yoon, dibandingkan Jungkook kau lebih cocok menjadi adiknya, kenapa sikapmu kekanakan sekali eoh? Kemana sikap angkuh dan dinginmu? Kau ini aneh, saat seorang kakak memiliki adik dia akan tumbuh semakin dewasa, mengerti?" Yoongi mencebikkan bibirnya, membuat Jimin tidak tahan untuk tidak tertawa.
"Yak! Kau ini, walaupun Jungkook memanggilmu Hyung, kau tetaplah anak tunggal yang manja."
"Diamlah, kenapa kau semakin sering mempermainkanku?"
"Karena aku Musemu!" Jimin berlari setelah merampas buku partitur milik Yoongi, Yoongi tentu saja tidak terima dan mengejar Jimin yang sudah berlari sembari tertawa.
Jungkook menjegal langkah Yoongi yang berlari mengejar Jimin, membuat Yoongi jatuh mencium tanah, menambah volume tawa Jimin dan kekehan nakal Jungkook.
"Yak! Kau mau apa lagi? Dan kenapa sekarang kau ada di sini? Bukankah seharusnya Ibu mendandanimu untuk persiapan konser?"
Jungkook hanya menampilkan senyumannya, membuat Yoongi yang tertular senyuman Jungkook mau tidak mau tersenyum.
"Kau masih berhutang kepadaku, Hyung."
Yoongi mengeryit heran setelah bangkit dari posisi tersungkurnya kemudian mengumpati Jungkook yang tidak menolongnya sama sekali, juga Jimin yang masih terpingkal seperti orang gila.
"Kau akan membuatkan melodi paling indah untukku, kau ingat?"
Yoongi menghembuskan napas kasar kemudian menatap Jungkook yang memasang wajah polosnya.
Yoongi tidak bisa marah jika seperti ini.
"Aku ingat betul bahwa kau bahkan tidak ingat namamu setelah kau sadar, bagaimana kau bisa mengingat janjiku yang satu itu?"
"Sebenarnya aku lupa, bahkan aku lupa tentang Mama Elisa. Tapi, Ibu mengingatkanku tentang janjimu yang satu itu, Ibu bilang kau mengatakan itu saat pertemuan pertama kita."
Yoongi merutuk, mood dia benar-benar buruk hari ini.
"Jika aku sudah selesai membuatkanmu melodi indah, kau mau apa?"
Jungkook tersenyum lantas menatap Yoongi dengan netra bulatnya.
"Mainkanlah dengan indah di konserku nanti."
Permainan piano Jungkook tidak pernah mengecewakan dan Yoongi selalu terlarut dengan permainan Jungkook yang penuh perasaan.
Semuanya baik-baik saja sekarang, mulai dari kehidupan keluarganya yang kembali berdamai dengan keluarga Jungkook, persahabatannya dengan Jimin yang semakin erat, hubungan persaudaraan antara dirinya yang angkuh dan Jungkook yang polos dan yang paling utama dalam perjalanan mencari makna Muse selama beberapa waktu belakangan.
Yoongi mengerti bahwa Ibunya tidak berbohong soal dia yang berbakat dan seorang Ibu memang tidak berbohong untuk membuat suatu keajaiban.
Ibu benar soal Muse.
Yoongi senang dengan fakta itu, sehingga kini senyuman lebar turut menghiasi wajahnya saat memainkan melodi indah yang dia janjikan untuk Jungkook.
Ada yang mau menyampaikan sesuatu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Muse [COMPLETE]
FanfictionDalam mitologi Yunani, Muse adalah para dewi yang melambangkan seni. Mereka dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan dan inspirasi seni. Awalnya ada tiga orang Muse tetapi dalam perkembangan selanjutnya jumlahnya bertambah menjadi sembilan. Muse mer...