[Author POV]
"Fo..rth?" ucap Beam terbata
"Iya kau bisa menyebutnya begitu" ucap Forth diujung telepon
"Baiklah, terima kasih. Sawatdi khrab" Beam memijat keningnya pelan
"Sawatdi khrab" tutup Forth
"Phi Beam kenapa?" Pete mendekati Beam yang sedikit bersandar di dinding
"sedikit pusing nong" Beam menghela napas kasar
"aku akan mengambil air, sebentar yah" Tum berjalan cepat keluar kamar untuk mengambil air
"Phi sebaiknya duduk saja, Phi Tum tidak akan keberatan jika phi duduk di ranjangnya" Tin memapah Beam
"terima kasih nong, hanya pusing biasa sebentar lagi akan baikan" Beam memijat pelipisnya pelan
"Ini air, minumlah mungkin kau mengingat sesuatu di masa lalumu" ucap Tum menyerahkan air kepada Beam
"Mungkin saja" hela Beam
"Baiklah sebaiknya kau istirahat, berbaringlah" ucap Tum
"terima kasih na" senyum Beam
"Ok, Tar sudah membalas pesanku. Terima kasih na" Tum menyatukan kedua tangannya
"Baiklah, aku ingin bertanya phi" ucap Pete pelan
"bertanya pada siapa? Aku atau Beam?" tanya Tum
"Kalian berdua" Pete menegakkan duduknya
"Baiklah, untukku dulu" ucap Beam
"Kau masih sakit Ai Beam" sela Tum
"Aku dokter! Aku tahu ini hanya pusing biasa, aku sudah baikan" keras Beam
"Baiklah, aku mengalah" Tum menggelengkan kepalanya
"Phi Beam khrab, kenapa ketika mendengar nama phi Forth, phi Beam sakit kepala? Apakah phi pernah bertemu sebelumnya?"
"Aku tidak tahu nong, yang jelas seingatku aku bertemu dengannya saat pertama kali ke rumahnya dua tahun yang lalu"
"phi tidak pernah berbicara atau bertegur sapa?" tanya Tin
"entahlah, kalian tahukan aku didiagnosis dokter mengidap PTSD dan dampaknya aku harus kehilangan ingatanku secara random kan"
"dan mungkin saja ingatan yang hilang itu ada tentang phi Forth" sela Tin
"yup, mungkin seperti itu" senyum Beam
"baiklah, dan Phi Tum jelaskan mengapa bisa phi mencintai Tar?" Pete menatap lekat Tum
"Baiklah sebelum kami menjadi saudara, aku menyukainya sejak lama, sejak sekolah menengah pertama, dan diluar dugaanku saat aku masuk sekolah menengah atas Ayahku menikah dengan Ibunya, dan itulah yang menjadi penghalang di antara kami" tutup Tum
"kenapa begitu komplek phi?" keluh Tin
"itu takdir nong, takdir selalu unexpected. Tidak ada yang menduga" Tum menggedikkan bahunya.
"Yah, benar. Aku setuju phi" Pete menimpali
Keempatnya kemudian terdiam larut dalam pikiran masing-masing. Tum dengan ponselnya yang masih berkirim email dengan Tar. Beam masih mencoba memejamkan mata meredakan pusingnya. Pete pun tidak jauh beda sedang menatap layar ponsel dan asyik berkirim pesan dengan Ae. Hanya Tin yang frustasi berpikir bagaimana menakhlukkan Can yang begitu membencinya setelah perlakuan dinginnya selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected (ForthBeam FF) [END]
FanfictionSemuanya tak terduga, pertemuan, cinta, kehidupan, perselingkuhan, restu, masa depan. semuanya akan dihadapi Forth dan Beam secara bersama-sama. Mampukah?