Ini baru hari kedua semenjak ia tiba di Jepang, bahkan belum genap 24 jam dan ia sudah memasuki gerbang Tokyo Disneyland. Great. Sungguh ide cemerlang untuk bertahan hidup dengan dana yang pas-pasan.
Syfa mengira kecintaannya terhadap Jepang dapat membuatnya tidak merasa asing ketika suatu saat ia menginjakkan kaki di sana. Nyatanya, tidak. Dirinya tetap merasa canggung dan kebingungan saat tiba di Bandara Internasional Narita untuk pertama kalinya. Ia sudah memimpikan ini sejak lama—pergi ke Jepang sendirian. Dirinya sering kali menciptakan skenario menyenangkan dalam kepalanya tentang bagaimana ia akan bersikap seperti warga lokal sedetik setelah menghidup udara dari Negeri Matahari Terbit, tapi tentu saja itu semua mustahil. Itulah kenapa Syfa menjalankan rencana cadangan yang masih diragukan efektivitasnya-mengunjungi taman bermain paling populer di awal petualangannya ini. Sebenarnya tiket masuk Disneyland dipesan online dan tanggalnya bisa ditukar, namun setelah merasakan kekecewaannya terhadap dirinya sendiri yang sangat kagok di hari pertamanya, ia malah ingin menceburkan dirinya ke salah satu tempat paling padat pengunjung di Jepang.
Gadis itu berangkat dari guest house menuju Disneyland tidak lama setelah ia salat Subuh. Pagi di bulan Maret masih cukup dingin, untuk itu ia mulanya berlari kecil menuju Stasiun Iriya agar menjaga tubuhnya tetap hangat namun hanya bertahan hingga sepertiga perjalanan karena ia jadi lelah. Jarak tempat tinggal sementaranya dengan Disneyland memang jauh (maklum, demi mendapat biaya sewa murah) hingga Syfa harus berjalan kaki lumayan jauh ke stasiun kereta. Agak repot karena ia harus berganti kereta dua kali sebelum akhirnya sampai ke Disneyland, tapi biaya taksi terlalu mahal. Ia tidak mau terpaksa pulang ke Indonesia lebih awal karena kehabisan uang.
Setelah duduk nyaman di kereta, dirinya hanya menunduk seraya sibuk mempertahankan setelan otaknya untuk berada pada mode 日本語 (Nihon-go). Kini kepalanya penuh dengan kalimat berbahasa Jepang yang sembilan puluh persen meyakinkan pemilik nama Arsyfa Kalyca Saralee itu bahwa semua akan baik-baik saja. Kecuali nama lengkapnya itu yang cukup merepotkan karena sulit ditransliterasi ke abjad Jepang. Syfa baru memperhatikan sekitar ketika ia sudah dekat dengan pemberhentian terakhirnya. Ia jadi sadar kalau beberapa penumpang sekaligus menatapnya dengan penasaran. Wajar, ia satu-satunya yang berjilbab dalam gerbong ini. Meskipun memaklumi, sedikit banyak ia tetap merasa tidak nyaman karena diperhatikan terang-terangan sehingga ia kembali menunduk.
(Bahasa Jepang)
Syfa baru lega saat ia sudah berada tak jauh dari pintu masuk Disneyland. Beruntung sekali ia datang sebelum Golden Week*, di hari kerja pula. Antrean di pintu pun masuk masih pendek, membuatnya optimis kalau ia bisa menaiki banyak wahana.
Karena Syfa ke sini sendirian, ia mengizinkan dirinya terlihat norak dengan berjalan perlahan sambil menatap takjub ketika memasuki area World Bazaar. Baru beberapa langkah dan rasanya ia sedang berada di dunia yang berbeda. Di sekelilingnya berjajar toko-toko yang menjual berbagai suvenir juga restoran dan kafe tematik yang tak lepas dari unsur Disney. Ia jadi tertarik membeli bando karakter yang biasa pengunjung taman ini kenakan dalam foto-foto mereka, "biar Disney banget".
[map: https://www.tokyodisneyresort.jp/en/tdl/map/]
Memasuki Grand Emporium, dirinya semakin terkagum-kagum. Ia bisa dengan random memikirkan suatu benda dan ia pasti bisa menemukan versi Disney-nya di sini. Gadis itu sudah menemukan letak deretan bando karakter yang ingin dibelinya, tetapi ia masih ingin mengitari toko itu. Sesekali dirinya memekik kecil jika melihat satu benda imut yang menarik hati, menyentuh hati-hati, lalu melirik label harga dan mengembalikan barangnya seketika. Kegiatan itu berlangsung beberapa kali sampai dirinya harus mengontrol diri untuk kembali ke tujuan awalnya. Setelah akhirnya ia selesai membayar bando pilihannya, Syfa becermin untuk memakainya tanpa merusak tatanan pasminanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Way Ticket | ✔ [TAHAP REVISI]
FanfictionSyfa hanya punya satu tujuan penting untuk kunjungan pertamanya ke Jepang: memulai kembali hidupnya dengan mengejar mimpi yang telah lama ia paksa tinggalkan. Kalau ternyata ia jadi bertemu idolanya, itu hanya bonus. Kalau ternyata ia bisa menghabis...