Side Story: Decision

175 23 21
                                    

Mumpung di Osaka, Hiroki ingin mengunjungi Universal Studio lagi. Kunjungannya beberapa tahun silam hanya untuk konten Instagram band-nya saja, omong-omong. Waktu itu ia difoto di depan kastil Hogwarts, padahal menonton film Harry Potter saja ia tidak pernah. Yang Hiroki suka di sini, tentu saja para minion dari Despicable Me.

Karena ini rencana dadakan, mau tidak mau ia datang sendiri. Selalu saja begini. Teru dan Kid'z sudah ada janji dengan teman YouTuber-nya untuk membuat konten memancing sedangkan Nob terlalu malas untuk menemani. Sebenarnya mereka memang kelelahan, tapi kapan lagi Hiroki ada (sedikit) waktu luang untuk jalan-jalan? Ia juga sudah bilang pada Kaa-san untuk menginap satu malam lagi, jadi ia tidak perlu tergesa untuk kembali ke rekan bandnya.

Hari sudah sore saat ia turun dari taksi, mengingat selesai tampil saja baru tadi siang. Hiroki tentu tidur siang dulu karena badannya remuk setelah berloncatan di panggung. Ia sudah pasrah kalau-kalau tidak sempat naik wahana berbau minion manapun. Setidaknya ia bisa mengambil foto atau berbelanja.

Sudah cukup gelap saat Hiroki mencapai gerbang untuk keluar dari Universal Studio. Ia lumayan puas menikmati Minion Cookie Sandwich yang meskipun kelewat mungil, tapi menggemaskan hingga tidak bisa untuk tidak difoto. Hiroki menarik napas lega karena hingga saat ini, tidak ada seorangpun yang mengenalinya. Akan semakin melelahkan jika ia harus meladeni penggemar yang ingin berfoto. Bukannya Hiroki sombong ... hanya saja ia ingin sekali-kali kembali menikmati menjadi 'orang biasa'.

Hiroki, yang merasa kakinya mulai bertingkah, duduk sebentar di kursi taman di antara kawasan Universal Citywalk dan gerbang Universal Studio. Ia melihat foto-fotonya yang tadi diambil dengan bantuan petugas. Untung saja mereka profesional, sehingga tidak berbalik minta foto dengannya. Atau ia tidak seterkenal itu kah, hingga ia tidak dikenali? Hiroki menyandarkan punggungnya, mulai berpikir untuk membuat strategi baru agar band mereka lebih dikenal semua orang.

Hiroki memindai orang-orang yang berjalan keluar Universal Studio. Tidak banyak, pasti karena sebagian besar menunggu parade malam hari. Taman bermain seperti ini, mau tidak mau mengingatkannya akan keluarga. Ah, Hiroki mulai lagi. Ia meraih ponselnya untuk mencari distraksi agar tidak jadi melankolis saat seseorang yang tampak tergesa merebut atensinya.

Itu pasti Syfa! Tidak ada lagi perempuan berhijab selain dirinya, setidaknya saat ini. Ia juga tahu bahwa Taka akan melamar kekasihnya itu di sini, jadi dugaannya tidak mungkin salah. Hiroki melupakan kakinya yang letih dan sekejap saja ia sudah berada di depan calon kakak iparnya.

Hiroki terkejut melihat Syfa yang bercucuran air mata. Harusnya tidak begini. Aduh, Hiroki bodoh. Melihat Syfa yang bergegas tanpa Taka saja sudah aneh sejak awal. Hiroki terpaksa menahan pergelangan tangan Syfa karena perempuan itu ingin menghindar. Hiroki tidak tahu kenapa melakukan ini karena mereka bertiga (ia, Taka, dan Tomo) memiliki kesepakatan tidak resmi bahwa masing-masing tidak perlu mencampuri urusan tanpa diminta. Tapi mau bagaimana lagi, Hiroki benar-benar penasaran.


"Nee-san?"


Syfa menahan isaknya. Kenapa lagi ia harus bertemu adiknya? Menghindar dari sang kakak saja perlu kebulatan tekad yang spontan. "Tolong jangan panggil aku seperti itu."

"Tapi kau 'kan-" "Oh tidak, jangan bilang Taka bertindak brengsek dan belum melamarmu."

Syfa menggeleng lemah, "Taka tidak melakukan hal buruk, dan ia sudah melakukannya."

"Lalu Nee-, um, Syfa? Apa masalahnya?" Hiroki melanjutkan, "Apa masalahnya sehingga kau ingin pergi dari sini tanpa kakakku?"

"Bisakah kau melepas tanganku?" ucap Syfa lirih.

"Maaf, Syfa, tapi aku tidak bisa. Kau pasti lari tanpa menjelaskannya padaku. Sekarang katakan, tindakan bodoh apa yang dilakukannya?"

"Hiro, kumohon lepaskan. Aku harus pergi."


Hiroki tidak tahan melihat raut Syfa. Begitu muram dan ... tersiksa. Hiroki tidak sedang dalam situasi di mana ia bisa menentukan keberpihakan. Ia tidak tahu apa yang Taka lakukan, tapi setidaknya ia bisa menebak bagaimana perasaan Syfa saat ini.

Hiro melonggarkan pegangannya tanpa melepas tangan Syfa, "Kau kuizinkan pergi kalau kau memberikan kontakmu. Kontak yang bisa kuhubungi, bukan kontak yang kau nonaktifkan agar Taka tidak bisa mengusikmu."




THE END.

One Way Ticket | ✔ [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang