"Hi, Love. Ke mana kita akan kencan hari ini?"
"Taka...."
"Aku serius saat memintamu jadi pacarku."
"Taka—"
"Keretaku akan berangkat. Bersiaplah. Bye."
Hah, dasar tukang paksa. Sekalian saja seharusnya ia tidak menelepon Syfa lebih dulu agar Syfa lebih terkejut saat melihat Taka di depan guest house-nya. Padahal ia masih marah karena Taka memaksanya naik wahana menyebalkan itu. Berniat naik Hysteria di Dufan yang notabene serupa dengan Space Shot saja ia tidak pernah, lelaki itu malah menyeretnya ke wahana senam jantung itu.
Syfa baru sadar dirinya tertidur menunggu Taka saat ia merasa tubuhnya diguncang-guncang pelan. Tadi malam ia memang baru tidur setelah dini hari karena ia dan Reina berburu pakaian di satu mal yang mengadakan midnight sale untuk memperingati ulang tahunnya. Syfa juga biasanya tidur larut jadi ia tidak mengira sampai ketiduran seperti ini. Ah, mungkin sofa-bed ini saja yang terlalu empuk. Untunglah ia tertidur setelah berpakaian rapi.
"Sunshine, the sun is right above our head. It's noon, Darling. Wake up...." Taka menyerah membangunkan Syfa setelah kalimatnya selesai. Syfa mendengar semuanya, tetapi ia masih ingin memejamkan mata sebentar lagi. Taka bergerak memeluknya dari samping, menyandarkan kepala di bahu Syfa.
"Taka, aku sudah bangun. Kenapa malah dipeluk?"
Taka mengeratkan pelukannya, "Aku memelukmu karena lelah. Dari aku berdiri hingga duduk, memanggil hingga mengguncangmu, kamu masih saja terlelap. Aku sudah ingin menciummu kalau-kalau kamu sebenarnya Putri Tidur, tapi tempat ini terlalu terbuka. Jadi ya kupeluk saja, agar ikut tertidur sepertimu."
"Maafkan aku, sudah masuk waktu makan siang ya?"
"Sudah, tidak apa-apa. Hmm, makan siang apa ya? Delivery order piza?"
"Eh?"
"Berpelukan seperti ini lebih nyaman, Sy-chan. Aku jadi malas jalan-jalan."
"Ih, Taka, lepas! Kenapa kamu jadi manja seperti ini sih?"
"Ya ingin saja, kamu 'kan pacarku."
Perlahan Syfa melepas pelukan Taka dan membuat lebih banyak jarak di antara mereka. Taka segera meraih tangan Syfa untuk digenggam dan dibawanya ke pangkuan. Kepala laki-laki yang saat ini memakai sweater hoodie warna krem itu mengelus buku-buku jari Syfa sambil menunduk. Kebetulan sekali mereka sama-sama memakai sweater hoodie, sudah benar-benar sehati kah? Syfa mengulum senyum, kemudian tatapan mantap Taka setelah ia mendongak membuat Syfa semakin salah tingkah.
"Sy-chan, aku benar-benar serius."
"...."
"Kamu tidak mau jadi kekasihku?"
"...."
"Ah, tidak mungkin. Kamu pasti mau, bukan?" Taka meraih satu lagi tangan Syfa yang tadinya sedang memain-mainkan kancing jaketnya. "Tolong jawab sebelum suasana hatiku berubah."
"Taka-"
"Cukup."
"Eh, kenapa sih? Kamu tidak ingin mendengar aku berkata 'Aku sudah jadi pacarmu sejak kemarin'?"
Taka menyentil pelan hidung Syfa, "Kelewat lama, Sy-chan. Sebenarnya aku sudah tahu bahwa kamu tidak bisa menolak pesonaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Way Ticket | ✔ [TAHAP REVISI]
FanfictionSyfa hanya punya satu tujuan penting untuk kunjungan pertamanya ke Jepang: memulai kembali hidupnya dengan mengejar mimpi yang telah lama ia paksa tinggalkan. Kalau ternyata ia jadi bertemu idolanya, itu hanya bonus. Kalau ternyata ia bisa menghabis...