Hiroki menggerutu kesal sambil menendang-nendang Taka, "Harusnya kau tidur dengan pacarmu saja sana. Badanmu itu biar kerempeng tetap saja 'makan tempat'. Aku tidak bisa tidur."
"Berisik! Kalau aku bisa, jelas aku memilih berduaan dengan Syfa daripada dengan bocah manja sepertimu."
Hiroki, tanpa merasa ini sebuah keharusan, dengan tidak rela membagi tempat tidurnya dengan Taka karena Syfa. Bukan berarti ia kesal dengan gadis itu, tetapi ia kesal dengan Taka yang meringsek masuk ke dalam selimutnya tanpa aba-aba. Padahal 'kan Taka bisa tidur di sofa ruang tamu atau di kamar mandi, ia tidak peduli. Harusnya ia tidur leluasa malam ini karena besok ia harus tampil all out bersama bandnya untuk sebuah festival musik.
"Ya sudah sana!"
"Tidak bisa. Tidak boleh. Ya begitulah ... dia 'kan Muslim."
Hiroki berhenti menendang dan muncul kerutan bingung di dahinya.
"Dia beragama Islam. Masa' kau tidak mengerti?" sahut Taka.
"Oh, Islam kah? Benar juga, dia memakai ...."
"Hijab. Astaga, tumben kau bukan Tuan Tahu Segalanya."
Hiroki menoleh ke samping. Sial, ia kaget menyadari seberapa dekat jarak wajahnya dan Taka.
Duk!!!
"Hei, kau ingin membuat kakakmu gegar otak? Di sampingku ini dinding, Tolol!"
Hiroki tidak peduli, "Nii-san, kau yakin hubunganmu dan Syfa tidak seperti-"
"Tidak akan. Yang menentukan suatu hubungan itu kita sendiri, bukan orang tua kita. Yah, kalau kupikir-pikir, mungkin saja aku akan berakhir dengan perceraian ... jika aku menikah dengan salah satu pacarku yang dulu. Kalau Syfa ... ia berbeda. Aku yakin kami akan hidup bahagia selamanya."
"Apa yang membuatnya berbeda? Ia bahkan hanya satu tahun lebih tua dariku. Kau juga bilang kalau pertemuan kalian awalnya sebatas idola dan penggemar. Baru bertemu juga tidak sampai tiga minggu yang lalu. Kau yakin menikahi salah satu penggemarmu sendiri? Bukankah-"
"Diam, Cerewet! Hmm, coba kupikir bagaimana menjelaskannya. Dia berbeda karena ...."
Mau tidak mau, Hiroki mendengarkan penjelasan panjang lebar dari kakak sulungnya mengenai kekasihnya. Masih agak tidak masuk akal, tapi perlahan ia berhasil juga diyakinkan kalau Syfa memang pasangan yang tepat untuk Taka. Lagipula, gadis itu memang baik. Ia bahkan juga menyukai MY FIRST STORY dan mengatakan album baru mereka jauh lebih baik dari album ONE OK ROCK. Jadi tidak ada alasan bagi Hiroki untuk tidak merestui hubungan mereka. Hiroki terkekeh sendiri mengingat Taka yang memprotes manja saat Syfa memuji bahkan minta foto bersama. Astaga, akhirnya datang juga saat di mana ia berada di atas kakaknya.
"Mengapa Tomo tidak datang?" tanya Taka sambil menatap langit-langit kamar.
"Astaga, kau kira aku sengaja datang untukmu? Percaya diri sekali! Aku besok tampil di Osaka, jadi-"
"Berisik, aku bertanya tentang Tomo bukan dirimu."
Hiroki menghela napas. Ia berbalik memunggungi Taka, "Dia tidak bisa, besok dapat shift pagi di kantornya."
"Nah, benar 'kan! Berarti kau merencanakan datang untuk ulang tahunku."
"Berisik! Aku ingin tidur!"
Taka mengangkat bahu acuh, "Benarkah? Yah, padahal aku ingin memberitahu rencanaku besok hari. Kaa-san bahkan belum kuberitahu, aku ingin meminta pendapatmu. Tapi karena kau menyuruhku diam jadi aku—"
"EH?! Apa? Apa? Cepat katakan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
One Way Ticket | ✔ [TAHAP REVISI]
FanfictionSyfa hanya punya satu tujuan penting untuk kunjungan pertamanya ke Jepang: memulai kembali hidupnya dengan mengejar mimpi yang telah lama ia paksa tinggalkan. Kalau ternyata ia jadi bertemu idolanya, itu hanya bonus. Kalau ternyata ia bisa menghabis...