Note : Disarankan membaca My Stranger's Bride terlebih dahulu. Terima kasih untuk vote serta komen dan dukungannya. Buat yang belum follow dan belum masukin cerita ini ke reading list, ayo klik follow aku aku supaya dapat notif langsung saat aku update ceritanya. Terima kasih banyak semuanya karena sudah menyukai kisah babang Alan Maclawry 😍😘
🦋🦋🦋🦋
Alan melihat penyesalan berkelebat di wajah Arnold Wigburg sepupunya. Pria itu baru muncul di pintu kamar rumah sakit, tepat satu minggu setelah Alan sadar. Dan Alan tidak akan menyalahkan pria raksasa itu karena baru muncul untuk jenguknya, ataupun menggerutu mengenai kecelakaan pesawat yang menimpanya.
"Masuklah, Sepupu." Alan melambaikan tangan agar Arnold mendekat. "Kau tidak akan pernah terlihat seperti anak yang takut masuk kelas," ia menggoda laki-laki bertubuh besar dengan tinggi 193 centi itu tanpa rasa takut. "Meskipun Kau tetap berdiri di sana," ia berusaha bercanda untuk membuat Arnold santai. "Semua itu tidak akan pernah terjadi selama sosokmu tetap terlihat setinggi dan sebesar itu."
"Sialan," akhirnya Arnold bicara meskipun kata pertama yang keluar dari mulutnya adalah umpatan. Tapi Arnold tersenyum masam dan saat ini sudah mendekat ke arahnya.
"Kau hanya akan menakuti para perawat, sepupu." Alan menerima pelukan ala pria yang diberikan Arnold untuknya. Dan laki-laki itu memeluknya sedikit lebih lama dari yang biasa mereka lakukan.
"Terima kasih karena sudah kembali kepada kami."
Kata-kata Arnold membuat Alan menyeringai jahil.
"Tentu saja kau harus senang. Karena kalau tidak," Alan melancarkan aksinya untuk menggoda pria bertubuh tinggi besar di hadapannya tersebut. "Aku pasti akan menghantuimu."
"Kau masih hidup," Arnold merengut dengan wajah garang andalannya. "Dan akan tetap hidup. Jadi jangan coba-coba berpikir untuk mati hanya karena berpikir kau bisa menghantuiku." Ia menepuk punggung Alan dengan sungguh-sungguh.
"Aduh," Alan mengernyit saat merasakan telapak tangan Arnold memukulnya dengan menggunakan sedikit tenaga. "Oh iya bagaimana keadaan Livya?" Ia teringat pada istri sepupunya itu yang baru melahirkan. Dan alasan tersebutlah yang membuat laki-laki itu tertahan cukup lama untuk menggunjunginya.
"Dia sudah lebih baik," raut bahagia langsung muncul di wajah Arnold. "Aku minta maaf karena baru bisa datang menjenguk, tapi demi Tuhan aku tidak mungkin meninggalkan Livya yang dinyatakan sudah mendekati hari melahirkan. Aku merasa sangat menyesal untuk kalian berdua—kau dan istriku—percayalah itu adalah dilema yang membuatku ketakutan." Ia bersungguh-sungguh saat mengatakan hal tersebut.
"Aku mengerti. Kau tidak perlu merasa bersalah kepadaku."
"Tapi kau pergi atas perintah dariku. Kau pergi untuk mengantar bedebah itu ke neraka!" Alan mengenang bajingan yang berusaha untuk membunuh istrinya.
"Dan aku mengantarnya terlalu jauh," Alan menyeringai. "Hingga nyaris ikut bersamanya." Ia mendapat tatapan marah dari Arnold.
"Hentikan itu, Alan." Arnold memperingatkan. "Mungkin kau tidak menyadarinya, tapi demi Tuhan aku merasa sangat menderita setiap hari. Tidak setiap saat," ralatnya. "Selama berbulan-bulan ketika kami semua tidak bisa menemukan tubuhmu."
"Aku mengerti," Alan menunjukan senyum meminta maaf. "Bagaimana dengan bayinya? Laki-laki atau perempuan?"
"Laki-laki, dan ya Tuhan wajahnya sangat mirip ibunya." Arnold menjelaskan dengan penuh semangat sekaligus sedikit merasa tertekan. Dan hal tersebut tertangkap dalam pendengaran Alan, hingga membuat sepupunya itu terkekeh pelan.
"Aku yakin dia akan menjadi laki-laki yang bisa memikat banyak wanita."
"Aku harap kau benar," jawab Arnold sambil setengah merenung. "Aku hanya berharap ia menjadi sosok yang gagah sepertiku."
"Cih," Alan mencibir sambil menikmati kekesalan di wajah sepupunya itu. "Dia—anakmu—akan menjadi laki-laki yang memesona seperti diriku, dengan wajah cantik Livya yang ada padanya. Sudah seharusnya ia memiliki postur tubuh sepertiku. Tubuhmu terlalu besar, dan aku berharap keponakanku itu akan lebih terlihat seperti aku."
"Apa kau mau mati?" Arnold bertanya jengkel. Tapi ia tertawa meskipun kesal karena Alan terus memprovokasinya. "Sialan aku tidak tahu jika menjadi Ayah akan membuatku menjadi seperti ini. Sungguh, ini adalah perasaan asing yang aku sendiri tidak bisa mengerti."
"Kau akan mulai terbiasa," kata Alan bijak. "Dan aku yakin kau akan menjadi sosok Ayah yang luar biasa. Dari caramu bicara barusan aku bisa tahu jika kau ingin memiliki anakmu itu untuk dirimu sendiri, kau saat ini pasti kesal kan?" Ia bertanya dengan wajah usil. "Membayangkan jika bocah itu tumbuh besar, lalu terlihat seperti diriku dan bukannya terlihat seperti dirimu."
"Tentu saja." Arnold tidak membantahnya.
"Nah, aku rasa sudah diputuskan jika bocah beruntung itu akan memiliki ayah yang luar biasa," Alan berkata dengan sungguh-sungguh. "Yang akan selalu ada di sisinya."
Pujian Alan membuat Arnold tersenyum malu-malu, dan hal tersebut membuat Alan terbahak. Selama ia hidup dan mengenal sepupu raksasanya itu, tidak pernah sekalipun ada seseorang atau sesuatu yang pernah membuat Arnold Wigburg bersikap seperti itu. Bahkan tidak dengan Livya istrinya, Arnold bersikap mendominasi meskipun sangat menyayangi wanita itu. Dan kini bocah laki-laki berusia beberapa hari itu, pasti akan membuat Arnold membeli seluruh pulau di Skotlandia jika memang itu yang diinginkan anaknya yang belum bisa apa-apa itu.
Cinta dan kebahagiaan menghadirkan banyak hal pada seseorang. Dan sepanjang ia bicara dengan Arnold sambil membahas beberapa hal, isi kepala Alan terus terpatri kepada Lilian, kepada wanita—entah nyata atau tidak—yang sudah dinikahinya tersebut. Wanita yang ia tinggalkan saat ada bahaya yang mengancam keselamatan mereka. Dan Alan merindukan wanita itu, hingga rasanya menyakitkan karena ia tidak tahu harus mencari kemana jika ingin bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stranger's Love [Squel Of My Stranger's Bride]
Historical FictionAlan Maclawry tidak mengerti kenapa dirinya kembali ke masa kini-setelah sebelumnya-terlempar ke masa lalu dan menikahi seorang wanita bernama Lilian Campbell di sana. Ia bersyukur karena bisa kembali ke kehidupannya yang normal, tapi ternyata secar...