₀₃

4.9K 662 89
                                    

"Jadi?"

Chenle membalik lembar buku di atas meja. Matanya fokus pada barisan huruf di buku itu sedangkan telinganya menyimak curahan hati Jisung.

"Kalo udah taken kan mestinya dia bilang dari awal aja sih biar guenya nggak salah paham. Bangsat. Ngapain backstreet segala? Lagaknya kayak orang penting aja." Jisung misuh-misuh sambil memainkan game di ponselnya. Seperti biasa, push rank, mungkin? Chenle tidak tau.

"Weh, kambing!" maki Jisung tiba-tiba ketika suara tembakan mengudara.

Chenle menatap datar Jisung. Sebenarnya hal ini sudah biasa, Chenle sudah sering mendengar Jisung tiba-tiba mengumpat saat laki-laki itu tengah sibuk dengan peperangan dalam gamenya. Namun tetap saja, Chenle kadang merasa risih dengan hal itu.

"Kurang-kurangin ngomong kasar, Sung. Jelek tau," kata Chenle dibarengi suara khas lembaran kertas yang saling bergesekan.

Jisung menjawab dengan gumaman. Kedua ibu jarinya terlihat begitu sibuk mengetuk-ketuk layar ponsel. Bahkan ia sudah memasang raut wajah yang begitu greget entah sejak kapan.

"Yang bener, Sung. Kamu dengerin nggak sih?" tanya Chenle agak kesal. Chenle sendiri tidak tau mengapa akhir-akhir ini ia menjadi agak sensi begini.

"Iyaa, Lele. Bakal gue kurang-kurangin kok," yakin Jisung tanpa mengalihkan pandangannya sedetik pun.

Baru saja Chenle akan kembali menekuni bukunya, teriakan Jisung cukup mengagetkan Chenle sampai laki-laki itu tersentak.

"Anjing!"

Chenle mengatur napasnya sambil mengusap dada. Ia begitu kaget sampai jantungnya berdetak cepat. Chenle menggelengkan kepalanya.

"Sung,"

"Bentar, Le. Bentar. Ada orang, ada orang! Woi, woi, woi! Darah gue cuma seratus, anying, lo pada berempat."

Brak!

"Bangke," decak Jisung sambil membanting ponselnya ke meja. Sepertinya ia kalah.

Chenle melotot melihat ponsel pintar dan pemiliknya secara bergantian. Gila. Bahkan Chenle tidak menyadari bahwa mulutnya menganga.

Di sisi lain, Jisung yang sedang dipelototi justru cengar-cengir sambil sedikit mengusap ponselnya sebelum memasukkannya dalam saku blazernya. Ia mengulurkan tangannya untuk mengatupkan rahang Chenle, tentu saja membuat yang bersangkutan naik pitam.

Inhale, exhale. Setidaknya amarah Chenle sedikit mereda. Iya, sedikit karena nyatanya laki-laki itu masih menatap Jisung dengan wajah galaknya.

"Jangan berlebihan gitu dong, Sung. Kalo kamu udah nggak suka sama hapenya, ya jangan dibanting. Mending kamu kasih aja sama yang membutuhkan. Nambah amal juga kan nantinya," tegur Chenle.

Lagi, Jisung hanya menjawabnya dengan gumaman. Chenle menghela napas. Ia lelah dengan sifat Jisung yang satu ini.

"Jawab yang bener, Sung."

"Iya, Lelee. Maklum, namanya juga refleks," ujar Jisung sambil mencubit kedua pipi Chenle. Ia bahkan dengan beraninya menggoyangkan tangannya membuat Chenle merasa risih karena pipinya ditarik-tarik.

"Satu lagi, kan udah kubilang, jangan keseringan ngomong kasar, Sung. Nggak baik. Mulut kamu kotor banget sih?" kesal Chenle.

"Bersihin coba." Jisung mengecup udara, kode minta kissu.

Chenle melotot. Ia langsung menyudahi gerakan tangan Jisung yang memainkan pipinya. Chenle marah. Apalagi saat mendapati Jisung mengedipkan satu matanya sebelum cengengesan.

"Kamu gila. Nggak cuma mulut kamu yang kotor, pikiran kamu juga," desis Chenle sambil menangkup kedua pipinya. Takut-takut pipinya melar setelah ditarik-tarik kurang lebih lima menit.

Jisung terbahak. Tatapan nyalang Chenle tak lebih dari satu dari sekian hal menggemaskan yang tidak disadari oleh dirinya sendiri. Bukannya takut, Jisung malah gemas. Ingin rasanya ia mengarungi Chenle lalu dibawa pulang untuk dijadikan guling tiap ia tidur.

"Lo lucu. Manis banget, gemes gue jadinya." Jisung tersenyum sambil mengusak surai Chenle.

Chenle tidak paham. Ia mendadak pusing. Jantungnya berpacu. Ia marah. Satu hal yang Chenle tau,

"Kamu gila, Sung."

Supot  〰sungleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang