1. Darah dan Dendam

20.9K 3.2K 854
                                    

"Huh."

Entah sudah yang keberapa kalinya seorang Jang Wonyoung menghela napas pagi ini.

Ini hari pertamanya masuk sekolah. Hari pertamanya memasuki bangku SMA. Dan hari pertama liburan panjangnya resmi berakhir.

Makanya Wonyoung masih belum terbiasa bangun sepagi ini.

Omong-omong, kegiatan ospek sudah dilakukan 3 minggu sebelumnya. Jadi hari ini semua siswa baru di SMA 48 sudah bisa mulai melakukan kegiatan belajar mengajar.

Dengan langkah malas Wonyoung memasuki kelas sepuluh satu dan langsung menuju kursi belakang. Wonyoung cukup tahu diri dengan tinggi tubuhnya, ia tak mau menempati bangku di tengah apalagi di depan dan berakhir dengan dia dipindahkan ke belakang karena dianggap menghalangi pandangan temannya yang lain.

Ya, Wonyoung juga sudah terbiasa duduk di belakang dari kelas 2 SMP.

Diletakannya tas gendong berwarna hijau mint di salah satu kursi nomor 2 dari belakang di dekat tembok.

Direbahkannya kepalanya di atas meja untuk melanjutkan tidurnya yang terganggu pagi ini.

Well, masih ada 10 menit untuk bel pertama berbunyi.
 
 
 
 
 
 
 

"Iya ini yang ngalamin anaknya temen mamah gue yang dulu sekolah di sini."

Kening Wonyoung mengerut ketika telinganya tak sengaja menangkap suara perbincangan salah satu teman kelasnya. Kalau Wonyoung tidak salah ingat, temannya satu itu bernama Choi Yena.

"Jadi katanya sekolah ini tuh dulu bekas tempat penyiksaan para penjajah dulu."

Wonyoung memutar bola matanya malas.

Please deh baru hari pertama udah ngomongin mitos! Batin Wonyoung yang memilih untuk tetap memejamkan matanya.

"Kita sebut aja nama anaknya temen mamah gue itu namanya Yeri. Nah menurut Yeri nih, sekolah kita ini dulunya bekas gedung pembantaian pejuang. Para pejuang kita dulu dibantai dan dibunuh secara massal di dalem ruangan di salah satu gedung yang kita tempatin ini."

"Gedung kelas sepuluh?" Tanya seorang lainnya yang bernama Yuri.

Yuri dan Yena adalah teman dekat, makanya tak heran jika mereka selalu bersama. Bahkan duduk di satu meja yang sama.

"Yap. Dan katanya nih bekas bekas darah pembantaian yang waktu itu nggak sempet dibersihin dan jadi kering di atas lantai jadi nggak bisa diilangin dengan cara apa-"
 
 
BRAK!
 
 
SREEEEK!
 
 
Wonyoung tidak bisa membohongi dirinya. Ia yang jadi penasaran sendiri memutuskan bangun dari duduknya dan pindah ke bangku di depan Yena dan Yuri.

Yena dan Yuri sempat bingung melihat tindakan Wonyoung yang tiba tiba menggebrak meja, menggeser kursi dan duduk di depan mereka. Lalu memangku ujung dagunya dengan kedua tangan yang ia letakan di atas meja keduanya.

"Lanjutin ceritanya." Pinta Wonyoung.

Raut wajah bingung Yena dan Yuri langsung berganti dengan keduanya yang langsung ber-Oh ria.

Ternyata temannya juga ingin mendengarkan cerita tentang mitos di sekolah mereka ini.

"Iya, jadi bekas darah itu nggak bisa dihapus atau dihilangin pake cara apapun." Sambung Yena. "Lantai udah dihancurin terus diganti sama cor-cor-an baru, bahkan ditimpa nih sama lantai baru, tetep aja bercak darah itu merembes naik ke lantai yang baru. Mana kan lantainya putih jadi ya keliatan banget bekasnya." Lanjut Yena.

"Emang pihak sekolah ini nggak ada niatan ganti warna lantainya apa biar jangan putih?" Tanya Yuri.

Wonyoung menganggukan kepalanya menyetujui pertanyaan Yuri.

schoolve stories; izone ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang