Prolog

29K 798 56
                                    

Haiii!
Cerita baru yaa?
Waahh, nggak nyangka!

Cus, baca!
Jangan lupa bintangnya yaaa 🌟🌟🌟
Happy reading! ❤❤❤

***

Absquatulate.
(v). To leave without saying goodbye.

Pernah mengalami hal itu? Ditinggalkan tanpa ada ucapan sebelumnya? Pasti rasanya sangat menyesakkan. Membuat kehilangan arah untuk mencari. Baik mencari yang meninggalkan, mencari alasan, atau pun mencari pengalihan.

Siapa pun tidak akan senang ditinggalkan. Meski jauh sebelum-sebelumnya, mengukir kenangan manis terlebih dahulu sebagai salam perpisahan. Tetap saja, perpisahan akan meninggalkan luka mendalam.

Lalu, bagaimana jika ucapan pun tidak di terima? Orang itu hanya pergi tanpa permisi. Ck, kebersamaan dengan sejuta kenangan bukan sesuatu yang bisa disepelekan.

***

Dina terus bersenandung ria sambil terus menggoyang-goyangkan kakinya dengan asal. Tak jarang suara cemprengnya ikut mengiringi lagu boyband terkenal dari Korea walaupun mengucapannya salah. Kepalanya ia putar-putar layaknya seorang rocker yang sedang konser.

Cermin di depannya ia jadikan acuan penampilan menarinya yang bisa membuat geleng kepala. Dia bukanlah seorang penari yang handal. Gerakannya sekarang seperti cacing kepanasan. Acak-acakan dan membuat siapapun ingin menyiramnya.

"Din? Ayok!"

Mendengar gedoran pintu, Dina segera mengakhiri acara dance-nya. Dengan nafas yang terangah-engah, dia berjalan mendekati ponsel pink-nya dan segera mematikan musik yang ia sambungkan dengan speaker bluetooth. Rambutnya segera ia ikat asal setelah membasahi bibirnya dengan lip balm. Kemudian, dengan langkah centil, ia mendekati pintu kamar dan membukanya. Di sana, di depan pintu, sudah berdiri Cella dengan tangan yang dilipat di depan dada. Dina hanya memperlihatkan sederetan gigi putihnya.

"Buruan! Nanti keburu rame warungnya!" dengkus Cella sambil pergi menuruni tangga. Dengan cepat, Dina segera menyamai langkahnya dengan Cella.

"Tenang kali, Cell, masih jam 9 kok!" Dian memasukkan ponsel ke dalam slingbagnya.

"Emang masih pagi. Tapi lo tahu 'kan tuh kedai banyak yang suka!"

Selanjutnya, mereka melanjutkan langkah menuju garasi rumah Dina.

Yang melangkah di belakang adalah Dina, Azkadina Naifa Suwardi. Seorang gadis ceria berusia 19 tahun yang sedang sibuk menikmati libur semester kuliahnya. Maka dari itu, ia sedang ada di rumah, menunggu tanggal masuk kuliah tiba. Penggila makanan manis terutama cupcake, yang juara adalah ayam goreng di hatinya. Selalu banyak bicara di setiap momen dan sangat banyak tingkah di manapun ia berada.

Yang di depan adalah Marcella, sepupu sekaligus tetangga Dina. Dia adalah seorang siswi yang baru lulus dan sedang pusing karena baru menjadi maba. Tinggi badannya hanya sekitar 140 cm. Jika berjalan berdampingan dengan Dina, akan terlihat kontrasnya.

"Nggak bakal banyak cowok, 'kan?" teriak Dina yang sedang mengendarai motor maticnya.

"Gak tahu gue. Gue 'kan biasa nongki sorean," Cella sedang sibuk dengan kaca di belakang. Dia memang gidak bisa lepas dari benda satu itu. "Kalo banyak cowok bagus kali, Din. Siapa tahu ada yang nyangkut."

"Emang cabe di gigi! Gue setia ya!"

"Nyangkut buat gue maksudnnya."

Dina memang sedang menjalin hubungan dengan mahasiswa satu jurusannya. Terhitung sekitar dua tahun lebih mereka menjalin hubungan itu. Mereka adalah salah satu pasangan terkenal di kampus. Bukan karena romantisme keduanya yang terlihat jelas di depan publik. Tapi karena keduanya selalu melakukan hal konyol dimana pun dan kapan pun mereka bertemu.

Absquatulate [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang