24. Drama Tengah Jalan

5.1K 467 27
                                    

Haloha annyeong!!!
Gimana nih weekend kalian?
Biar makin lengkap, baca Absquatulate dulu yuukk!

Jangan lupa tap bintangnya 🌟🌟🌟
Happy reading! 💕💕💕

***

Dina masih berdiam di kursi yang tadi ia tempati dengan Biyan. Hanya ada dia dan juga Cindy, dan tentu dengan jarak yang tidak berdekatan. Yang lainnya sedang mengadakan rapat di kursi kayu sebelah, mengenai galang dana. Dina bersyukur, setidaknya Biyan benar-benar mengadakan rapat, bukan sekedar bermain futsal.

Terlihat sangat jelas bahwa Cindy sangat ingin mengacak-acak rambut Dina sekarang juga. Dan sungguh, Dina sudah menantinya dari tadi. Tidak peduli jika Arshad datang dan dia harus kehilangan ponsel barunya, Dina hanya ingin memberi tahu bahwa dia bukan lagi gadis kecil yang tidak bisa tidak dianggap begitu saja.

Jelas-jelas Biyan sudah punya pacar, Azkadina namanya. Ralat, Naifa. Tapi wanita berbisa ini masih saja berusaha mengusik posisinya di mata Biyan.

"Kenapa, Cin?" secara tidak sengaja matanya bertemu dengan retina marah Cindy. "Ada yang mau diomongin?"

Cindy hanya menatap Dina tidak suka, kemudian mengalihkan pandangannya. Dina hanya sedang berusaha memberi jalan wanita itu meluapkan kekesalannya dengan bertanya demikian. Matanya itu benar-benar mata penyihir!

Rapat selesai, keputusannya, hari Senin besok mereka akan mulai penggalangan dana. Dimulai dari memotong uang saku para siswa, hingga turun ke jalanan. Tidak akan sulit, apalagi mendengar bahwa perguruan tinggi terdekat juga akan melakukan hal yang sama.

Biyan segera berjalan ke arah Dina. Dandanannya tidak seberantakan setelah main futsal. Dia terlihat sedikit bersih setelah mandi dan berganti baju tadi. Jika tidak begitu, Biyan ragu Dina akan mau duduk di belakangnya untuk diantarkan pulang.

"Udah makan?" tanya Biyan sambil membawa tasnya yang sedari tadi tersimpan tepat di samping Dina.

"Udah," Dina bangkit dari duduknya.

Kening Biyan berkerut. Dina sudah ada di sini sekitar setengah jam yang lalu. Belum lagi yang ia tahu dia datang ke mall ini untuk membeli ponsel.

"Kapan?"

"Tadi, sama Dimas."

Tubuh Biyan berubah arah, kini ia mengahadap Dina dengan sempurna. Matanya menatap Dina intens dan penuh selidik. Dan tentu saja Dina tidak nyaman dengan semua itu.

"Apa? Lo ngira gue ada main sama Dimas?" Dina melipat tangannya di depan dada. "Dikira cuma lo doang yang bisa rapat? Gue juga bisa!"

Biyan terkekeh kecil mendengar nada ketus Dina itu. Galak mode is on. Tangannya mengacak-acak rambut pendek Dina dengan gemas. Tidak menghiraukan desisan kesal Dina yang berontak berusaha menurunkan tangan kekarnya itu.

"Nggak kok, Nay. Aku percaya sama kamu."

"Halah! Percaya tapi kok mata lo kay--"

"Siapa nih, Bi? Nggak mau ngenalin ke gue nih?"

Barulah Biyan menurunkan tangannya ketika ada orang lain di tengah-tengah mereka. Mata itu begitu tak berkedip melihat Dina. Dan bibirnya tertarik maksimal membentuk lengkungan. Biyan hanya bisa mengeram pelan melihatnya.

"Azkadina. Adek gue."

Secara spontan, kepala Dina yang tadinya tearah pada orang itu, dengan gerakan cepat beralih ke Biyan. Matanya sudah melotot lebar, bibirnya sudah mengerucut. Tapi Biyan masih bisa terlihat datar saat ini.

Absquatulate [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang