A.L.I #9

6.2K 677 8
                                    

“Digo...“

Ali membalikkan badan. “Ada apa, Si?”

“Lo nggak usah balik ke acara, ya? Temenin gue... Di sini.” Ujar Prilly dengan tatapan sendu.

Ali merasakan bagian bawah tubuhnya berkedut lagi. Astaga jalang ini benar-benar tau bagaimana cara menggoda pria tanpa harus menggunakan cara mematikan. Dengan memasang wajahnya seperti ini saja, bisa membuat gue berkali-kali nggak berkutik. Tahan Ali, tahan. Lo nggak boleh lepas kontrol.’

“Digo, kenapa Lo malah melamun? Mau nemenin gue atau nggak?” tanya Prilly ketus.

“Si, jangan buat gue beneran dibunuh sama Big boss dan abang lo ya!” Ali berkelit.

Prilly terkekeh. “Nggak akan! Lo tenang aja, Digo. Itu urusan gue nanti.”

Ali menatap Prilly sebentar. “Yaudah, lo tunggu di sini sebentar. Gue cari kotak P3K buat ngobatin luka lo.”

Prilly mengangguk. Ali pun meninggalkan ruang kamar Prilly. Dilihatnya keadaan di ruangan besar itu masih ramai dengan mafia-mafia kelas kakap. Ali mengenali beberapa mafia yang hadir di sana.

Akan tetapi, ada satu mata melekat begitu tajam ke arahnya. Dan orang itu adalah Zayn. Tatapannya setajam elang dan wajahnya dingin, benar-benar seorang pembunuh berdarah dingin. Ali tidak takut dengan tatapan itu. Justru dengan penuh keberanian, ia membalas tatapannya walau datar saja.

Ali kemudian mengingat kalau Prilly sedang menunggunya di kamar. Ia bergegas mencari kotak P3K dengan bantuan anggota Black Eagle. Ali belum mengetahui setiap inchi ruangan yang ada di rumah itu, meskipun ia sudah beberapa hari tinggal di sana dalam pengawasan Prilly.

Yang Ali tahu, tidak ada jalan keluar yang mudah saat memasuki kediaman mafia berbahaya seperti Black Eagle. Masuk ke sarang macan, sama saja seperti menyerahkan nyawa secara cuma-Cuma

Ali masuk kembali ke dalam kamar Prilly. Gadis yang saat itu sedang bermain handphone, segera sumringah menyambut Ali. Ia meletakkan handphone di atas meja samping ranjang.

“Handphone gue sejak kapan berpindah tangan,ya?” tanya Ali sembari memeras handuk di dalam baskom.

“Sejak lo nggak sadar kalo handphone ini nggak ada di saku Lo.”

Ali tersenyum tipis. “Kayaknya kurang cukup Lo periksa handphone gue waktu itu, ya? Lo meragukan gue, huh?” tangannya sibuk membersihkan darah yang ada di kaki Prilly.

“Siapa Angel?” tanya Prilly datar.

“Angel?” Ali bergumam. “Ada apa dengan Angel?” tanya Ali sambil menatap wajah Prilly yang tidak terlihat sakit sedikitpun

“Kenapa nggak lo jawab aja  siapa itu Angel? Pacar lo, huh? Terdengar nada sinis pada suara Prilly.

Ali memicingkan matanya, lantas tersenyum. “Dia tangan kanan gue dalam sindikat jual beli narkoba. Puas, Ansisilya Pradipta? Kenapa tiba tiba lo tanya tentang Angel?”

Hanya ada satu kontak wanita di HP ini. Li denger ya, Digo! Gue nggak suka selama lo berada di sini lo berhubungan dengan orang lain dunia luar. Karena lo sekarang  anggota dari Black Eagle. Segala bentuk tindakan yang berhubungan dengan dunia luar bisa saja membahayakan Black Eagle. Paham? !“ ujarnya tegas.

Ali terkekeh. “Nggak usah bawa-bawa Black Eagle. Kalau lo cemburu bilang aja, Si.”

“Cih! Cemburu? Lo pikir lo siapa?”

“Gue Digo Franz.” Ali meraih pipi Prilly dan segera membungkam mulut gadis itu dengan bibirnya. “Sorry”. Ia menarik dirinya menjauh dari Prilly lantas kembali membersihkan luka pada kaki gadis itu.

Another Love Incident (A.L.I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang