“Done,” seru Laura memberitahu Ali melalui badgenya.
“Plan A,” mereka sudah mengetahui dimana transaksi itu dilakukan.
Ali segera bergegas ke toilet, pria itu merubah penampilannya. Dia mengganti jas parlentenya dengan jeans robek, t-shirt hitam yang pas di badan memperlihatkan otot-ototnya yang keras serta tato naga di lengannya yang sengaja dibuat untuk penyamaran ini, rambut yang biasa klimis dia biarkan berantakan dan menutupi sebagian keningnya. Dengan kacamata yang sudah didisain khusus untuk melacak penjahat yang dipasangi GPS juga difasilitasi alat untuk mencari data dengan mudah bertengger indah di hidungnya yang mancung. Ali juga memakai Video Camera Analog Watch, jam tangan pria model analog yang dapat merekam gambar video sekaligus dengan suara. Dengan memori internal sebesar 4GB, jam tangan ini bisa merekam video sampai 2 jam dengan resolusi 352 x 288px. Kameranya sendiri terletak di antara angka 1 dan 2 yang ada di bagian dalam dan untuk merekamnya, kita hanya harus tekan salah satu tombol yang ada. Untuk transfer data, jam jam tangan ini menggunakan kabel USB yang nantinya disambungkan ke komputer. Hanya itu peralatan yang dipakai Ali selebihnya dia memakai otaknya yang genius. Tak lupa pistol dia sembunyikan di balik pinggangnya.
Ali Jetro Bronze kini berganti nama menjadi Digo Franz seorang gembong narkoba. Ali dan Laura meyusuri lorong gelap di belakang gedung Gold Gate, mereka mendapatkan informasi ini dari pria bernama Martin yang tadi bercumbu dengannya. Setelah memuaskan salah satu anak buah Black Eagle itu, Laura kembali bergabung dengan Ali.
“Gotta have fun huh?” tanya Ali.
“Kalo aja ini bukan tugas, gue ga mau bercumbu dengan pria bau badan itu,” Laura bergidik ngeri dan mencebikkan bibirnya kesal.
“Hahaha,” tawa Ali menggelegar di lorong sepi itu.
“What the fuck! Shut up your mouth or I will shoot your dick!”
“Oh come on Laura. Kalo lo tembak jumi gue, siapa yang bisa muasin lo?” Ali mencolek dagu Laura.
“Yang ada gue muasin lo Bronze,” Laura menyeringai penuh kemenangan. Dan pembicaraan pun berhenti seiring dengan tempat tujuan yang semakin dekat.
Kini Ali dan Laura sudah sampai di gedung tua yang terlihat gelsp dan menakutkan. Untuk masuk kesana harus melalui penjagaan yang ketat. Dua penjaga berbadan besar di pintu utama bertugas mengambil senjata setiap orang yang akan masuk gedung itu. Tapi bukan Ali namanya jika tidak bisa mengelabui lawannya. Dia membawa peledak dalam bentuk pematik api di saku celananya.
Di lapisan kedua, dua orang penjaga memeriksa barang bawaan yang dibawa. Apakah mereka membawa narkoba dengan kualitas super atau kualitas rendah akan terlihat di sini, dan itu akan menentukan dengan siapa mereka bertransaksi. Dengan kelas teri kah atau kelas kakap.
Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Ali masuk ke tempat transaksi berkelas high, yang isinya gembong gembong narkoba. Ali duduk menunggu lawannya yang akan bertransaksi dengannya. Selang sepuluh menit lawan Ali yang ternyata seorang perempuan duduk berhadapan dengannya. Ali menatap parasnya yang cantik bak bidadari dengan rambut dibuat bergelombang, kemudian dia beralih ke leher jenjangnya dan meneliti setiap inchi tubuh wanita yang berbalut dress merah panjang dengan belahan sampai paha, yang memperlihatkan pahanya yang mulus juga potongan dada yang rendah memperlihatkan sebagian payudaranya yang besar menyembul keluar. Ali menelan ludahnya melihat wanita sexy di hadapannya ini. Argggghhhhh... Ingin sekali Ali bisa masuk ke dalam tubuh perempuan itu.
Tanpa banyak kata mereka saling melempar koper di atas meja panjang. Mereka memeriksa barangnya masing-masing. Ali menghitung berapa jumlah uang yang ada di hadapannya sementara perempuan di depan nya mencicipi narkoba jenis heroin berkualitas tinggi itu, lalu memberikannya pada anak buahnya. Ketika mereka akan menyepakati transaksi mereka, saat itulah terjadi keributan, ada suara tembakan dan juga suara-suara orang berkelahi.
Ternyata polisi datang dan sudah mengepung tempat ini.Dengan cepat Ali menarik perempuan itu, membawanya pergi melalui jalan belakang. Tidak mudah untuk lari dari kejaran polisi. Mereka harus melawan polisi-polisi yang menghadang mereka untuk keluar dari tempat ini.
“Berhenti! Atau saya tembak!” Teriak seorang laki laki di belakang Ali dan perempuan itu. Mereka berhenti berlari dan membalikkan badan. Seorang anggota ICIS berjalan mawas mendekati mereka. Saat jarak mereka sudah semakin dekat, perempuan itu memberi kode dengan matanya. Ali yang mengerti dengan tatapan perempuan itu yang mengarah ke koper Ali segera melemparkan koper ke kepala anggota ICIS itu.
Saat lelaki itu mengaduh kesakitan, Ali memukul tangannya yang sedang memegang pistol. Benda berbahaya itu terlempar ke udara. Dengan sigap perempuan itu menangkapnya. Kemudian baku hantam terjadi antara Ali dan anggota ICIS itu. Ali melayangkan tinju pada wajah lelaki itu, tapi dengan mudah lelaki itu bisa berkelit dan membalas pukulan Ali di wajah tampannya, sudut bibir Ali berdarah.
“Brengsek!” Ali mengusap darah yang keluar dari bibirnya. Dia mendaratkan pukulan ke wajah lawannya dan kali ini tepat mengenai pipi kirinya. Lelaki itu tak tinggal diam, dia melayangkan tendangan ke perut Ali, tapi Ali tangkis dengan tangannya. Ali harus segera mengakhiri ini sebelum polisi-polisi yang lain datang.
Ali menendang perut lawannya beberapa kali sampai tersungkur ke aspal. Anggota ICIS itu terkapar tak berdaya dengan wajah penuh luka dan juga darah yang keluar dari mulut akibat pukulan yang mengenai perutnya. Ali mengambil kopernya dan menarik kembali perempuan itu berlari menuju motor Ducati nya yang terparkir di lorong samping Gold Gate.
'Sori vin, gue lakukan itu sama lo,' Ucap Ali dalam hati.
Saat Ali sudah duduk di atas motornya, tiba-tiba perempuan itu menodongkan pistolnya ke kepala Ali.
“Kill me!” ucap Ali lantang. “Or trust me,” Ali menutup matanya saat bunyi pelatuk ditarik oleh perempuan itu. Ali tak gentar sedikitpun karena dia tahu perempuan itu sudah membuang pelurunya.
“You don’t know me and I don’t know you, but I trust to you.” Perempuan itu melemparkan pistol ke aspal.
Ali menarik perempuan itu lalu menciumnya. Awalnya hanya ciuman lembut lama lama menjadi ciuman menuntut. Tangan Ali tak dibiarkan menganggur. Sejak ciuman itu berlangsung tangan Ali sudah mengelus paha mulus perempuan itu.
“Digo Franz,” dengan nafas yang masih memburu, Ali mengenalkan diri.
“Perkenalan yang manis,” perempuan itu mengusap lembut bibirnya dengan ibu jarinya.
“Ansisilya Pradipta,” ucapnya lalu naik ke motor Ali
Ali tersenyum penuh kemenangan. Misinya akan segera berhasil untuk masuk ke jaringan Black Eagle dengan berpura-pura menyelamatkan salah satu anak buahnya yang ternyata Prilly yang saat ini sedang menyamar menjadi Ansisilya Pradipta.
Sementara itu Prilly menyeringai di belakang punggung Digo. Ia merasa puas, satu anggota ICIS jatuh tersungkur dan heroin ia genggam di tangan. Satu lagi, ia mendapat jackpot tambahan, seorang lelaki tampan yang bisa ia gunakan untuk bantuan di dalam Black Eagle. Meski itu membuatnya harus kehilangan Tango, Ali Jetro Bronze target utamanya, yang keberadaanya entah ada dimana.
***************************
By : _AI_
Bogor, 18 Oktober 2015
AI ada yang tau??Diketik ulang :
Bandar Lampung, 05 Agustus 2018Dipublish ulang :
Banjarmasin, 22 November 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Love Incident (A.L.I)
Fiksi Penggemar17++ Sebuah tempat tersembunyi dalam gedung tua yang sudah lama tidak dipakai di pusat kota Jakarta menjadi tempat persembunyian sekaligus kediaman pria berusia 29 tahun bernama Ali, keberuntungan yang selalu di pihaknya menjadikan dia seorang age...