17. Tidak Ada Sisa

303 85 10
                                    

Jimin terbahak mendengar pertanyaan polos Nara dan melihat muka sebal Sehun dihadapannya. Benar-benar random anak kecil satu itu. Entah otaknnya berisi apa, Jimin tidak tahu. Pertanyaan yang sukses membuat Sehun bungkam itu justru membuat Jimin tertawa senang karena merasa Nara satu pemikiran dengannya. Beberapa detik lalu orang-orang menoleh ke arah tempat Jimin duduk, tapi setelahnya mereka kembali mengacuhkan Jimin dan melanjutkan acara makan mereka yang sempat terganggu dengan suara tawa Jimin.

"Kenapa Nara ingin uncle Sehun menikah dengan aunty Irene? Uncle Sehun sepertinya tidak tertarik dengan aunty cantikmu itu." Jimin memberi tatapan jahil pada Sehun dengan senyum tertahan.

"Benarkah? Kenapa uncle tidak menyukai aunty Irene? Aku suka aunty Irene. Dia cantik dan selalu mengajak Nara bermain saat ke rumah meskipun hanya sebentar."

Sehun menghembuskan nafas samar sebelum menjawab keponakannya, "Nara, ini bukan hal mudah untuk uncle. Nara tidak perlu tahu bagian mana yang tidak mudah karena kamu masih terlalu dini untuk mengetahuinya. Jadi, jangan pernah lagi bertanya tentang kenapa uncle tidak suka atau tidak mau dengan aunty Irene. Mengerti?"

Nara mengangguk lesu mendengar penjelasan Pamannya dan kembali fokus menghabiskan sisa makanan. Sehun tahu kalau dirinya sudah membuat keponakannya sedih karena harapan Pamannya bisa menyukai Irene tidak terwujud. Tapi itulah yang dirasakan Sehun saat ini, hatinya belum bisa terbuka untuk wanita lain meskipun hubungannya dengan Haera sudah berakhir beberapa waktu lalu.

***

"Bibi menutupnya untuk hari ini saja kan?" Irene yang baru ikut bergabung dengan adik dan Bibinya di meja makan langsung melontarkan pertanyaan perihal Bibinya yang menutup rumah makan setelah diberitahu semalam oleh Seulgi.

"Iya, hanya untuk hari ini karena aku akan ke Busan mengunjungi ibumu yang selalu merengek minta dijenguk olehku. Apa kalian juga mau ikut?"

"Bibi kan tidak harus menutupnya, ada aku dan Seulgi yang bisa mengurus rumah makan itu selama bibi pergi. Tapi aku juga tidak bisa ikut ke Daegu dengan bibi karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan untuk Senin nanti."

Bae Eunso mendelik malas pada keponakannya, "Lalu apa gunanya kau menawarkan diri menjaga rumah makan kalau dirimu saja masih harus berkutat dengan pekerjaan di akhir pekan seperti ini?"

Irene terkekeh, "Aku bisa mengerjakan pekerjaanku malam hari setelah mengurus rumah makan bibi."

"Tidak apa-apa, kalian tidak perlu repot menjaga rumah makan sementara aku pergi ke Daegu. Oh ya Seulgi, bagaimana persiapannya? Sudah sejauh mana? Ibumu pasti menanyakannya begitu aku tiba disana nanti."

"Dua minggu dari sekarang kita semua akan fitting baju. Aku dan Jimin sepakat menggabung fitting baju dengan kedua keluarga agar tidak terlalu repot mengatur jadwal lagi."

"Baiklah aku akan memberi tahu ibu dan ayahmu agar datang ke Seoul dua minggu lagi. Nikmatilah akhir pekan kalian, aku berangkat sekarang dan akan menyampaikan salam kalian untuk Changsoon dan Siyoon."

Sepeninggal Bae Eunso, Irene dan Seulgi yang telah sepakat menghabiskan akhir pekan dengan berbelanja langsung bersiap-siap dan meluncur ke pusat perbelanjaan yang lumayan sering mereka kunjungi.

***

Irene menghampiri Sunkyu yang sudah lebih dulu berada di kantin kantor dengan makanan dan minuman yang sudah disantap setengahnya. Pekerjaan Irene hari ini cukup melelahkan memang, mengingat perusahaannya akan mengadakan acara dua minggu yang akan datang dan banyak sekali jadwal rapat persiapan dengan beberapa staf dan Kepala Divisi agar acara berjalan lancar. Sebenarnya jam istirahat sudah hampir habis tapi Sunkyu yang sedang tidak banyak pekerjaan mengiyakan saat Irene meminta ditemani makan siang.

Kacamata Punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang