18. Bubur Abalon

310 80 13
                                    

"Kamu tidak apa-apa kan bermalam di kamar Sehun?" Wendy menyerahkan black card milik adiknya pada kasir. Ditemani Wendy dan Nara, Irene membeli beberapa pasang pakaian yang akan ia kenakan untuk dua hari kedepan. Setelah pengecekan, Sehun, Chanyeol, dan Jimin memutuskan menghabiskan waktu di salah satu restoran sambil menunggu Irene dan Wendy selesai belanja. Irene bingung harus menjawab bagaimana pertanyaan Wendy. Makan berdua saja canggung, apalagi tidur satu kamar.

"Sehun tidak akan berbuat yang macam-macam padamu, tenang saja." Seolah mengerti apa yang dipikirkan Irene, Wendy kembali bicara sebelum Irene menanggapi pertanyaannya.

"Hm, aku akan bicarakan ini dengan sajangnim nanti."

"Apa kamu selalu seperti itu pada Sehun?" Wendy dan Irene berjalan beriringan dengan Nara yang berada diantara mereka.

"Maksudnya?"

"Memanggil Sehun dengan sebutan sajangnim walaupun kalian diluar jam kerja?"

"Sudah terbiasa dan aku merasa tidak sopan kalau memanggil sajangnim dengan sebutan lain. Rasanya aneh." Irene tersenyum kikuk.

"Kalian seumuran tapi kamu masih memiliki sopan santun yang bagus. Pantas saja nenek suka."

"Eh?"

***

Wendy memperhatikan putrinya yang asyik bermain dengan Irene di ruang tengah setelah makan malam. Nara sangat senang aunty cantiknya bisa ikut berlibur bersamanya walaupun hanya untuk beberapa hari. Tiba-tiba Wendy teringat akan Seulgi, calon istri Jimin yang belum bisa diterima oleh putrinya. Entah apa yang menyebabkan putrinya bisa berpikir sangat jauh tentang paman kesayangannya itu. Sepasang lengan kekar melingkari pinggangnya, atensinya teralihkan dan menoleh pada pemilik lengan yang sangat erat memeluknya dari belakang.

"Irene pandai mengambil hati Nara." Wendy kembali memandang ke depan sambil mengusap lengan suaminya.

"Sudah takdirnya seperti itu sayang, orang cantik akan dengan mudah menerima orang cantik." Pukulan ringan Wendy membuat Chanyeol terkekeh.

"Lalu kamu pikir Seulgi tidak cantik, hm? Seulgi dan Irene itu tidak jauh beda. Mereka sama-sama memiliki kecantikan di dalam dan luar. Aku masih heran kenapa Nara bisa berpikir kalau Jimin akan diambil Seulgi dan tidak akan menyayanginya lagi."

Chanyeol mengarahkan tubuh Wendy agar menghadapnya, menangkupkan tangan lebarnya pada wajah mungil istrinya lalu mengusap lembut pipi Wendy, "honey, menurutku Nara wajar bersikap seperti itu. Jimin selalu memanjakannya sejak ia kecil, bahkan saat Nara masih dalam kandungan. Perlahan putri kita pasti tahu kalau pamannya bahagia dengan pilihannya. Itu semua hanya soal waktu, biarkan Nara dengan pikirinnya sebagai anak kecil dan kita sebagai orangtua harus menuntunnya perlahan."

"Tapi tidak perlu seperti itu juga sayang. Kasihan Seulgi, mungkin saja dia tersenyum menanggapi sikap Nara seolah tidak apa-apa, tapi hatinya? Kita tidak pernah tahu bagaimana perasaan Seulgi ditolak anak kecil seperti Nara hanya karena takut pamannya tidak sayang lagi."

"Tidak perlu khawatir, adik kesayanganmu juga sudah menjelaskan sedikit pada Nara. Sudah kubilang kan kalau ini hanya masalah waktu. Lambat laun Nara pasti akan mengerti kalau pamannya masih akan tetap sayang dia sampai kapanpun." Wendy hanya tersenyum menanggapi omongan suaminya.

Irene benar-benar bingung sekarang. Nara sudah masuk ke kamar bersama orangtuanya, begitu juga yang lain sudah masuk ke kamar masing-masing. Hanya dirinya yang masih setia duduk termenung di ruang tengah, memikirkan akan seperti apa suasana di kamar Sehun nanti saat dirinya hanya berdua dengan direkturnya dalam satu ruangan yang sangat privasi. Berdua di ruang kerja Sehun sudah biasa karena mereka hanya sebatas membahas pekerjaan dan tidak membutuhkan waktu lama. Tapi ini di kamar, dan mereka harus menghabiskan malam berdua tanpa tahu apa yang harus mereka lakukan. Entah sudah yang ke berapa kali Irene menghela napas cukup keras. Tidak mungkin dia tidur di sofa ruang tengah tanpa ada selimut, tapi juga tidak mungkin dia membiarkan Sehun tidur di sofa. Hey, Sehun adalah anak pemilik resort ini, mana berani Irene macam-macam. Kepala Irene mendadak pusing memikirkan semua itu sampai suara berat di belakangnya membuyarkan pikirannya.

Kacamata Punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang