Ellin melangkahkan kaki-kaki jenjangnya dengan cepat. Ia tidak ingin membuat semuanya menunggu terlalu lama. Sesekali ia menghela nafas dan kaki jenjengnya bertumpuh pas dihadapan ruangan yang sudah lama ia tidak menginjakan kakinya di ruangan tersebut. Disana Ellin melihat orang-orang yang sangat ia sayangi dan tak terasa butir-butir air yang keluar dari kelopak mata indahnya. Ia buru-buru mengelap air matanya dengan punggung tangan mungilnya.
Ellin menghampiri orang-orang yang sana. "Maaf, sudah menunggu ku terlalu lama."
Senyuman wanita itu tercetak disana kemungkinan umurnya sekitar 38-an benar-benar masih terlihat cantik walaupun umur sudah hampir 40-an tapi ia tetap terlihat awat muda.
"Sini sayang." Panggil wanita itu lalu memeluk Ellin dengan erat sembari mengelus lembut punggung Ellin.
Ellin pun terisak sembari membalas pelukan wanita itu. "Aku kangeng." Ucap Ellin dengan isakannya.
"Sayang, maafin bunda." Ucap wanita itu.
"Bun, kenapa aku tidak pernah bisa lagi menghubungimu bahkan dengan sebaliknya bunda. Kenapa?." Tanya Ellin dengan suara seraknya.
Alicia terdiam sembari mengelus lembut rambut anak gadis manisnya.
"Bunda jawab aku."
Alicia tetap bungkam ia merasa sangat bersalah selama ini. Tapi takdir sudah berkata lain.
"Bunda. Kenapa bun? Kenapa? Jawab aku."
"Maaf." Ucap Alicia dengan isakannya
Ellin melapaskan pelukannya. Sementara Alicia hanya bisa menatap anaknya dengan sendu.
"Apakah hanya kata maaf yang bisa bunda katakan?." Tanya Ellin sembari mengelap sisa-sisa air matanya.
"Nisa, duduk dulu sayang. Apa kamu tidak merindukan ayah?." Tanya Wijaya sembari merangkul anak kesayangannya.
Seketika Ellin mematung atas perlakuan ayahnya yang begitu hangat.
Wijaya memegang kedua bahu Ellin sembari menatapnya. "Nisa. Kamu tidak ingin memeluk ayahmu?." Tanya lembut Wijaya.
"A...A..ay...ayah." ucap Ellin dengan terbata-bata dan memeluk sang ayah dengan ragu.
Wijaya membalas pelukan sang anak. "Maafkan ayah sayang." Ucap Wijaya dengan tulus sembari memejamkan kedua matanya.
"A...aa..ayah." ucap Ellin dengan bibir yang bergetar hebat.
Daffa yang melihat adegan maaf-maafan itu dengan datar. "Apakah saya diundang kesini hanya untuk melihat dan mendengar adegan seperti ini?." Tanya Daffa dengan datar dan formal.
Wijaya menghela nafas sembari melepaskan pelukan Ellin. "Apakah kamu bisa menghormati yang lebih tua?."
Daffa mengangkat alisnya sebelah. "Ajari aku bagaimana cara menghormati yang anda katakan."
Wijaya menghela nafas berat. "Saya kira semua orang mengetahui tentang tata cara hormati-menghormati."
"Tapi sayangnya aku tidak." Ucap Daffa dengan santai.
"Saya tahu kamu sudah mendapatkan hal itu di tempat pendidikanmu. Bukan begitu?."
"Ya, anda benar aku sudah mendapatkannya. Tapi sayangnya aku tidak pendapatkannya dikeluargaku sendiri."
"Jaga bicara mu Daffa!." Bentak Wijaya yang tidak bisa menahan emosi nya.
Daffa tersenyum kecut. "Bukankah perkataanku itu benar adanya?."
"Daffa!." Lagi-lagi Wijaya membentak Daffa.
"Maaf waktuku tidak banyak. Jangan membuat waktuku terbuang sia-sia." Ucap datar Daffa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Responsibility & Decision "My Heart"
Romance©©© Seorang gadis manis dipenuhi rasa bersalah terhadap seorang pria bernama Revan Raga Bayaskara yang notabennya sebagai seorang "captain pilot." Semenjak pertemuannya dengan sang captain Revan ia selalu dihantui rasa bersalah yang sangat besar, ia...