Sick?

30 0 0
                                    

.
.
.
.

Ellin berdecak kesal bagaimana tidak pagi-pagi ia sudah menyiapkan sarapan pagi untuk sang majikan. 'Ck, majikan gue kayak babu saja.' Guman Ellin.

"Hm, itu sudah tugas dan kewajibanmu."

Ellin yang mendengar suara srek itu langsung berbalik pemandangannya lurus tanpa berkedip seperti ia sedang terhipnotis oleh pria tampan bak pangeran itu. Ya Revan sepertinya baru bangun tidur piayama tidur masih melekat ditubuh kekarnya, rambut masih acak-acakkan, dan mata masih belum terbuka sempurna Ellin akui pemandangan pagi yang terkesan indah dan sexsi bahkan melebihi pemandangan sunrise di pantai.

"Hm, kenapa memandangiku seperti itu?." Tanya Revan.

Ellin masih bungkam ia terus memandai Revan tanpa kedipan sekalipun.

Revan melihat tingkah Ellin yang begitu menggemaskan lalu mendekat kearah gadis manis itu. Revan semakin mendekat dan menyisakan jarak antaranya beberapa senti. Revan menatap mata Ellin lebih inteks lalu ia meraih tengkuk Ellin ia bisa merasakan wangi vanila dari tubuh gadis itu dan wangi teh dari rambut yang sangat memabukan. Sungguh Revan menelan salivanya berkali-kali untuk menetralkan apa yang ada dipikirannya saat ini. Bisa-bisa ia kehilangan kesadaran normalnya tapi dorongan demi dorongan yang ada ditubuhnya meminta yang lebih. Revan membelai lembut bibir Ellin dengan telunjuknya. Revan bisa merasakan betapa lembutnya bibir merah alami dan tipis itu hanya dengan sentuhan telunjuknya saja seketika Revan menjilat bibirnya sendiri ia sangat menginginkan bibir itu dan pasti sangat memabukan jika bermain disana.

"Apa kau sudah pernah berciuman sebelumnya?."

Pertanyaan Revan membuat Ellin tersadar ia mengutuk dirinya sendiri bagaimana bisa pria kutub itu sangat dekat dengannya dan paling brenseknya lagi dia menanyakan hal yang bersifat privat.

"Apa kau sudah pernah berciuman sebelumnya?." Tanya kembali Revan.

Ellin merasakan tubuhnya melemas ia memegang ujung kaosnya dengan gemetar. "A...a..aa..ak.. Aku-----

"Kenapa? Lo begitu gugup. Apa kau ahli dalam hal berciuman, hem?." Tanya Revan yang langsung memotong kegugupan Ellin.

Plak...

Satu tamparan dari tangan mulus dan lentik itu. Revan merasakan pipinya yang sangat panas dan sakit.

"Dasar pria Brensek!." Pikik Ellin.

Plak...

Satu tamparan lagi mendarat di pipi itu. Seketika rahang Revan mengeras, ia baru pertama kalinya di tampar apalagi ini seorang gadis yang sangat lancang mendaratkan tangannya di pipinya.

Ellin menatap tangannya dengan penuh kegugupan. Ia tidak yakin dengan dirinya sendiri kenapa ia dengan mudahnya menampar seseorang.

Revan mendorong tubuh Ellin hingga terhempit di ujung meja makan.

"Apa kau sudah puas menamparku, hem?."

"Bi.... Bisa tidak lo mundar?." Tanya gugup Ellin.

"Bisa tidak lo diam?."

"Bagaimana gue bisa diam. Kalau lo nya aja terus maju."

Revan memiringkan kepalanya. "Kenapa lo terus mundur?."

"Dasar Crazy!." Pikik Ellin.

"Diam!." Bentak Revan.

"Lo yang diam! Crazy! Crazy! Cra-------"

Revan melangkahkan kakinya sembari meletakan kedua tanganya didepan dadanya. "Lo mau bukti?." Tanya Revan dengan nada seperti orang yang sedang berbisik. Sungguh membuat Ellin merasa geli dan membuatnya merinding seketika.

Responsibility & Decision  "My Heart"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang