[Bagian 10]

1.9K 341 34
                                    

On mulmed: Halsey - Sorry
(Aku menyarankan dengerinnya pas bagian akhir-akhir bacaan aja) ea

***

Ini adalah hari Senin. Sekali lagi aku menguap karena materi yang disampaikan Pak Budi di dalam kelas memang sangat membosankan. Hal itu berlangsung setidaknya sampai Lala membuat mataku yang mulai sayup-sayup memejam mendadak terbuka saat ia menepuk bahu kiriku dengan tangannya.

"Nanti istirahat beli gado-gado yuk?" ajaknya.

Lalu kubalas dengan anggukan kepala. "Beres."

"Beuh, udah kebayang gue bumbu kacangnyaaaaa," bisiknya menggebu-gebu sembari memejamkan mata.

"Sst!" desis Oji. "Ngebahas apaan lo berdua?"

"Gado-gado."

"Hah?" katanya meminta pengulangan. "Hago? Siapa yang main Hago?"

"Gado-gado, tolol." Lala menoyor kepala perempuan yang hari ini memakai jilbab warna toska itu. "Budeg amat."

"Bangke."

"Ngegas juga si ibu."

"Lo duluan, anying."

Kulirik ponselku yang layarnya menyala. Dua pesan dari Rayhan.

Rehan-jink: Gue baru kelar bimbingan skripsi

Rehan-Jink: Minggu depan gue sidang, Ai

Aida: SERIUS?

Aida: Congratulation, sayang

Oji melirik Lala sebelum tatapannya beralih padaku. "Lo kenapa diem aja, Ai?"

"Hah? Kenapa gue?" Aku memasang tampang bingung karena memang sejujurnya sih aku tidak merasakan ada hal yang berbeda dari diriku sendiri.

Lala kemudian ikut-ikutan menoleh kesamping. "Au lo. Biasanya paling heboh."

"Kaga bege."

"Yailah!" Oji melirik kearah depan untuk memastikan bahwa suasana masih aman terkendali untuk kami bertiga yang masih ingin melanjutkan obrolan. "Tau ga, tau ga?"

"Apaan?" tanyaku dan Lala nyaris bersamaan.

"Lo tau Rama kan?"

"Rama siape?" tanya Ghirez tiba-tiba.

"Nyamber aja lo, bocah cutak!" balas Oji sebelum menjulurkan lidahnya.

Ghirez terkekeh, "Lagian lo ngomong kenceng banget kaya pengumuman mushola. Ya gue nyamber lah."

"Rama kenapa, Ji?" tanyaku melerai berdebatan yang sebetulnya tidak terlalu penting itu.

"Rama mana nih, ilah."

"Ramadhan Al-Mulk. Anak kelas sebelah, Rez."

"OH, SI MULKI!" Ghirez berubah semangat begitu tahu bahwa yang sejak tadi dibicarakan Oji adalah teman sepermainannya.

"Kok jadi Mulki sih bangsat?" Lala tiba-tiba tertawa dengan segala kerecehannya. "Jelek amat."

Mau tak mau, aku ikutan tertawa walau tidak kencang sambil menggelengkan kepala. "Kenapa si Mulki? Eh.. Rama maksudnya."

Memang, beberapa bulan belakangan, Rama alias Mulki itu kerap dikabarkan sedang mendekati Oji. Dan, aku pun tahu sendiri bahwa Oji sesekali bercerita soal Rama yang mendekatinya.

"Gue ditembak, anjiiiiiir."

"LAH DEMI APA LO?"

"SUMPAH? KAPAN?"

Before We Were Stranger [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang