Bilur.
Satu malam, dua malam, tiga malam, sebulan sudah Juna mengerjakan tugasnya untuk membuatkan album foto pernikahan. Sesekali ditemani Kania lewat telepon atau pesan singkat.
Juna menolak uluran tangan Agung untuk membantunya karena sejatinya ini adalah tugas Agung. Juna hanya berkata "Sudah, kau ngopi sajalah. Ini tugasku sekarang dari sejak aku ambil alih klien ini. Kau terima uangnya saja, ya?". Melihat kelakuannya, Agung mengerti bahwa Juna tengah jatuh hati "Yasudah, semangat ya. Nanti kalau jadian, kabari aku. Hahaha" guraunya. "Hus hus, ditu lah ngaganggu wae maneh mah. (Hus hus, sana pergi ganggu saja kamu ini)" ucap Juna sambil senyum-senyum sendiri.
Hari ini Juna bangun lebih pagi dari biasanya, ia memastikan seorang Juna yang selalu bangun kesiangan agar tidak melewati waktu jumpanya dengan Kania meski sebenarnya waktu pertemuannya jam 4 sore. "Loh, tumben kak sudah bangun?" Sapa adik Juna—Andini. "Aku bangun siang salah, pagi salah. Maumu apa sih hah?" Balas Juna sambil tertawa dan mengacak-acak rambut adiknya.
Waktu sudah menandakan jam 3 sore. Juna bergegas ke Braga, tempat ia berjanjian dengan Kania untuk mengantarkan album pernikahan kakaknya sambil berharap bisa mengajaknya menikmati senja bersama. Sesampainya di Braga, ia melihat seorang gadis sedang tersedu-sedu di bangku sudut sebuah tempat makan. "Kania?" Sapa Juna sambil mengetuk bahu nya. "Eh, Juna..." ucap kania yang masih bersedu, sambil mengelap air mata di pipinya. "Ada apa?" Tanya Juna. "Tidak apa, bagaimana? Albumnya boleh aku lihat?" Ucapnya sambil sesenggukan. "Iya..ini." Juna menyodorkan albumnya, sambil berpikir "Ada apa ini, apa yang terjadi dengannya?" Juna yang tak tega melihat gadis yang membuat hari-harinya bahagia, menangis karena sebuah balasan pesan singkat di handphone nya yang masih terbuka. "Sangat bagus Jun. Aku suka sekali! Terimakasih banyak ya." Ucap Kania sambil memaksakan senyumnya. Sial! hatinya sedang sakit namun senyumannya tetap saja indah, Juna tidak ingin membuat dirinya penasaran. Ia memberanikan diri untuk bertanya "Maaf sebelumnya, aku melihat handphone mu yang masih terbuka dan tak sengaja membaca pesannya. Siapakah?" "Haha, mana ada tak sengaja membaca. Yang kutahu yang tak sengaja itu melihat, lalu rasa penasaran membuatmu sengaja untuk membaca." Jawab Kania. Beberapa detik mereka lewati dengan membisu. "Itu mantan kekasihku." Lanjutnya. Mereka telah lama putus karena sang mantan kekasih ternyata memiliki hubungan yang lain dengan teman semasa kecilnya, namun masih saja ia mengejar Kania. Juna menunduk "Seperih itu, ya?" Tanya Juna. Kania hanya mengangguk. Arjuna yang tak tega melihat wanita pujaannya itu, menawarkan tumpangan untuknya pulang ke rumah. Lalu Kania mengamini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu
Lãng mạn"Kalau memang berjodoh, pasti ada saja cara semesta mempersatukan kita. Bahkan setiap pertemuan dan perpisahan pun memiliki takdirnya sendiri, kan?" 17 Agustus, 2000. Arjuna Citrakara. Seorang pemuda gagah dan idealis yang baru saja kembali pulang k...