Ketika diri ini merindu, hanya mampu menatapnya sendu.
Karena kutahu, ku belum menjadi ‘siapa-siapa’ bagi muGadis itu terus meronta dalam dekapan seseorang. Tangis yang awalnya hanya berupa isakan saja kini berubah menjadi jeritan yang ketika mendengarnya terasa menyayat hati. Lama kelamaan tubuh itu melemas dan tak sadarkan diri.
Pukul 20.10 gadis itu bangun dari pingsannya dalam keadaan ‘ling lung’ seperti tak ada kehidupan didalam dirinya. Gadis itu beranjak dari ranjangnya dan keluar dari kamar yang telah ia tempati kurang lebih lima belas tahun ini.
Ia melewati jalan raya tanpa alas kaki dan tatapan yang kosong. Mungkin beberapa pengendara yang melihatnya tampak merasa aneh dengan keadaan gadis itu.
Sampai akhirnya ia menaiki pembatas jembatan dan menatap kebawah.
Sebuah mobil range rover berhenti dan sang pemilik itu pun turun dan mengampiri gadis itu. Mungkin kalian akan berfikir bahwa pemilik mobil itu akan menarik gadis itu dan terjatuh dalam keadaan yang saling berpelukan. Jika iya, maka kalian salah.
Gadis itu menengok kebawah saat ia mendapti jika dibawahnya tengah bersandar seorang pria dengan kacamata hitam yang tengah memperhatikannya.
Merasa diperhatikan, pria itu pun mengernyit. “ Kenapa gak loncat?, mau bunuh diri kan?.” Pria itu berucap dengan pandangan yang lurus kedepan menatap kendaraan yang berlalu-lalang. “ takut?, gak usah takut kalo mau bunuh diri. Tenang, hidup itu cuman buat ngantri mati kok. Jadi, jangan khawatir. Mau cepet mau lambat bakalan mati juga kok.”
Gadis itu pun turun dari pembatas jembatan dan menatap bingung kepada sang pria. Gadis itu pun berlalu pergi melewati sang Pria, pria itu hanya diam dan mengikutinya dari belakang. Pria itu merasa iba karena sang gadis yang berjalan tanpa alas kaki.
Dalam diamnya, gadis itu terisak. Sesekali ia berjongkok ditrotoar.
“ Lo mau kemana? Mending gue anterin, kasian kaki lo yang lo ajak jalan tanpa alas kaki.” Ucap laki-laki itu. Gadis itu terus berjalan tanpa menoleh kebelakang.
“ Rumah lo dimana?.” Lagi lagi hanya keheningan yang menyambut.
Dengan terpaksa pria itu terus mengikutinya sampai kerumah gadis itu.Rumah yang berada di perumahan Bongeunville dengan tenda dan bendera berwarna kuning yang tertempel pada salah satu tiang penyangga tenda itu.
Beberapa orang berlari kearah sang gadis dan langsung memeluknya. “ Rin, kamu kemana aja nak?.” Seorang wanita yang diperkirakan mungkin usianya empat puluh keatas itu memeluk sang gadis dengan sangat erat dan terdengar suara isakan dari keduanya.
Pria itu hanya menatap dalam diamnya. “ Makasih ya nak, udah mau antarin Gia dengan selamat. Kalau boleh tau nama mu siapa nak?.”
“ Maret bu. Kebetulan tadi saya bertemu denga Gia dipinggir jalan, dia berjalan sambil melamun bu. Kalau boleh tau apa yang terjadi ya bu dengan Gia?.” Yah, pria sedari tadi mengikuti sang gadis adalah Maret.
Gianella Fatwa Rianika. Nama gadis yang sedari tadi Maret perhatikan.
“ Gia ini mengalami peristiwa pahit yaitu, kematian sang Ayah dan Ibu nya disaat yang bersamaan.”
“ Oh, baik kalau begitu saya pamit ya bu.” Setelah mengucapkan kalimat itu pun Maret pergi meninggalkan pekarangan rumah milik Gia.
oOo
diperjalanan pulang Maret termenung meresapi kata-kata yang disampaikan salah satu kerabat gadis yang ia tau namanya adalah Gia.
Gia frustasi.
Gia depresi.
Gia gila.
Tidak!!!, Gia tak gila hanya depresi saja atas kejadian yang menimpa kedua orang tua Gia.
Saat ini Maret merasa jika ia lebih beruntung dari Gia. Walau ibu nya telah pergi selama-lamanya, tapi ia merasa lebih beruntung saja.
Ehh, ketemu lagi sama chaey.
semoga gak bosen yaaa, baca cerita ini.
Dan seperti biasa jangan lupa vote and komen.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah dipenghujung Maret
Teen FictionKisah yang menceritakan tentang aku dan dia. Tentang apa yang menjadikan kita terpisah. Tentang jarak yang selalu menjadi momok untuk kita. Kamu dan Aku tercipta hanya untuk saling mengenal bukan untuk saling melengkapi.