52. Friend

4.4K 421 16
                                    

[Taman Kota.]

"Sejak dulu kamu tidak pernah berubah, Laras," jelas Leon lalu menenggak air minum yang baru saja ia beli.

"Jika tidak perlu kenapa harus berubah," dan Laras langsung mengambil air minum Leon begitu saja.

Leon mendesah dan duduk di ayunan kosong sebelah Laras.

"Kenapa kamu ke sini?"

"Salahkah seorang wanita menemui kekasihnya?"

"Kita bukan lagi kekasih, jangan bicara omong kosong."

"Tetapi aku belum mengiyakannya."

"Terserah..."

Laras hanya tersenyum melihat wajah dingin dan datar milik Leon.

"Jika kamu memutuskan aku karena dia, kenapa sekarang wajahmu tidak terlihat bahagia? Aku datang untuk siap kecewa, tetapi ternyata aku malah terhibur."

"Aku sudah bilang jangan bicara omong kosong."

"Tidak juga. Saat kamu mengirimku pesan singkat hanya untuk mengatakan bahwa kamu akan mulai jujur soal perasaanmu. Aku pikir itu akan bekerja tetapi sepertinya tidak. Apa dia menolakmu?"

Leon tidak menjawab.

Laras tersenyum lebar. "Wah... Kamu memutuskan aku hanya untuk ditolak wanita lain? Luar biasa..."

Leon bangkit, ia jengah mendengar semua kalimat yang menusuk hatinya. Namun, Laras menahan tangannya.

"Aku datang untuk memutuskanmu."

Leon mengembuskan napas dan melepas tangan yang memegangnya.

"Maaf."

Laras menggeleng.

"Tidak. Jangan minta maaf. Baik aku ataupun kamu, seharusnya tidak ada yang meminta maaf. Ini keputusan kita untuk saling berhenti menjalin hubungan, kita sudah mencobanya namun ini benar-benar tidak berhasil. Sekarang aku hanya ingin kita menjadi teman."

"Sejak dulu kita memang sudah menjadi teman."

Dengan gaya dramatis, Laras memegang dadanya.

"Ah... Hatiku sangat sakit. Bagaimana mungkin kamu mengatakan kata teman begitu mudahnya?"

Namun, Laras tersenyum kemudian.

"Sekarang, apa kamu ingin cerita dengan temanmu ini? Aku khawatir wajahmu akan membeku dan muncul retakan di mana-mana. Ekspresimu itu sangat dingin, marah, kecewa, dan juga sedih. Benar bukan?"

Lagi, Leon mengembuskan napas.

"Bahkan aku sepertinya akan berubah menjadi banteng. Aku terus mengembuskan napas bagai banteng yang marah di arena."

***

[Dalam perjalanan.]

Mobil sport merah milik Ryuji membelah jalan, mobilnya terus melaju tanpa henti dan mulai memasuki kawasan yang sangat asri, membuat Hana membuka kaca mobil dan mengeluarkan kepalanya.

"Ini benar-benar bagus, tetapi di mana ini?" tanyanya.

"Rumahku," jelas Ryuji.

Hana melihat lima rumah yang berdiri namun tidak yakin yang mana yang dimaksud oleh Ryuji.

"Ah... Apa rumah besar itu milikmu?" Hana menunjuk rumah yang paling besar.

"Semua bangunan ini milikku, termasuk kawasan ini."

Hana menoleh perlahan dan memandang pria ini dengan mata yang terbuka lebar.

"You kidding..."

"I'm not. You already know I'm Yakuza, the biggest Yakuza in Japan. I'm also super rich."

Old Man is MINE [ORIGINAL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang