Lucian tersenyum kecil saat Nathan dengan malu-malu mengucapkan agar Lucian berhati-hati dalam perjalanan pulangnya meskipun dengan nada yang tetap ketus dan dingin.
"Aku sayang kak Nathan juga kok." Bisik Lucian ketika dia memeluk Nathan. Wajah Nathan memerah dan dengan cepat dia melepaskan pelukannnya. Berpura-pura memperbaiki letak kacamatanya untuk menyembunyikan rona merahnya.
Lucian terkekeh sebelum mencium pipi kanan Nathan dan segera menghampiri Daniel yang akan mengantarnya pulang.
Nathan hanya diam membeku sambil memegang pipinya yang dicium oleh Lucian. Tanpa sadar ada sebuah senyuman kecil yang muncul. Samar dan tak akan terlihat jika kau bukan lah orang yang mengenalnya selama lebih dari 20 tahun.
"Lihat siapa yang sedang bahagia.." Demian berkata sarkas pada adik keduanya itu.
"Diamlah, 'Mian." Ujar Nathan dingin.
"Oke.. Terserah kau. Tapi, kuingatkan kau.. Daniel itu adik mu." nada Demian terselip nada mengancam dan memperingati sang adik. Nathan menggeram kecil. Seperti hewan buas yang merasa kenyamanannya terancam binatang lain.
Demian tidak peduli. Daniel atau pun Nathan adalah adiknya. Dia yang membiayai sekolah mereka semenjak ayah mereka meninggal dunia. Baginya kedua adiknya itu sudah seperti anaknya sendiri. Tapi, Demian tidak mau jika kedua adiknya memperebutkan sesuatu. Demian sayang pada Lucian. Dia mencintai pemuda itu sama seperti dia mencintai saudara-saudaranya. Lucian juga adik baginya namun dia anggap sebagai adik perempuan. Lucian seperti adik perempuan yang tak pernah dia miliki meski Lucian adalah laki-laki.
Namun, sifat pemuda itu benar-benar seperti adik perempuan yang diharapkan nya. Dia tenang dan pandai. Pembahasannya selalu menarik setiap Demian mengajaknya berdebat. Dia juga senang bermanja pada Demian dan Nathan.
Lucian dengan segala keistimewaannya.
...
"Kau kenapa?" Tanya Lucian dengan nada datar pada Daniel yang sedari tadi hanya terdiam.
"Tak apa kok."
"Yang benar?" Daniel hanya mengaggukkan kepalanya.
"Oh.. Kupikir kau marah karena aku mencium kak Nathan tadi." Ujar Lucian mancing amarah pemuda itu. Daniel memalingkan wajahnya yang memerah karena malu dan marah.
"Sudah kubilang bukan? jangan seperti itu pada kakak-kakakku!"
Lucian memutar bola matanya malas. Daniel dan kecemburuannya.
"Kenapa begitu?" pancing Lucian.
"Lucin!!"
"Bercanda. Terima kasih karena mengantarku. Dan ya.. Acara kemarin sangatlah menyenangkan." Ujar Lucian tersenyum lebar.
Daniel ikut tersenyum sebelum berpamitan untuk pulang ke rumahnya.
Saat Lucian baru saja membuka pintu gerbang rumahnya, tiba-tiba saja tubuhnya dipeluk oleh seseorang dengan begitu erat. Saking eratnya Lucian jadi sesak nafas.
"Pe-peter.. Aku.. Ngh.. Na.. Nafas!" ujar Lucian sembari memukuli pundak kakaknya.
"Kau gila?! kau mau membunuh ku?!" ujar Lucian saat Peter telah melepaskan pelukannya.
"Dari mana saja kau? Aku khawatir tau! kenapa kau tidak pulang kemarin dan kenapa tidak memberi kabar? lalu dengan apa kau ke sini?! apa ada yang menyakitimu? kau tidak terluka kan?!" tanya Peter bertubi-tubi.
"FUHHH.. Peter, aku bukan anak kecil yang perlu kau khawatirkankan. Aku hanya menginap di rumah Daniel." Ujar Lucian.
Peter menatap curiga. Sedikit tidak suka karena Lucian memilih menghabiskan waktu bersama Daniel bukan dengannya. namun, dia berusaha mengerti. Lucian tidak suka bertemu kerabat kerja orang tua mereka, dia tidak suka bisnis meskipun otak anak itu cocok jadi pebisnis. Daniel punya beberapa hal yang tidak Peter miliki. Salah satunya adalah dia orang yang selalu ada untuk Lucian kapanpun Lucian butuh. Pernah Lucian kabur dari rumah karena Paman Sebastian mereka meninggal. Semua pelayan sudah dikerahkan untuk mencarinya, namun tak juga ketemu. Tapi Daniel, dengan mudahnya anak itu menemukan Lucian. Daniel bisa membujuk Lucian agar mau makan sayuran sedangkan Peter tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light and Shadow
Teen FictionMaaf semua Cerita ini terpaksa pindah ke akun lainnya Nama akunnya ouryuuzeno17 . . Aku dan kakak ku bagaikan cahaya dan bayangan. Dia adalah cahaya Sedangkan aku adalah bayangan. Aku hanyalah tambahan saja di keluargaku Tidak penting bila aku ada a...