Chapter 9

129 14 0
                                    

"Rachel.. Mari hentikan kegilaan ini." Ujar George pada sang istri yang sedang manatap album foto seseorang.

"Apa maksudmu, darling?" tanya nya meski tau apa yang dibicarakan suaminya.

"Berhenti lah dari semua kegilaan yang kau ciptakan. Anak itu bahkan baru berusia 4 tahun saat semua terjadi. dia tak bisa disalahkan karena hal itu!"

"Kau.. Jadi, kau juga berniat memaafkan kesalahannya begitu saja?" tertawa sinis, dia berdiri dan menghampiri sang suami.

" Dia putra kita dan saat itu dia masih terlalu kecil. Bahkan untuk mengingatnya saja dia tidak bisa."

"Tentu tidak bisa! Karena seluruh ingatannya mengenai kejadian itu hilang!"

"Itu artinya dia juga menjadi korban! Dia bahkan sempat koma karena itu! dan lagi sekarang dia jadi pesakitan! Tak bisa kah kau berhenti membenci nya dan memberinya kasih sayang layaknya seorang ibu?"

"Sejak mereka lahir aku memang sudah membenci mereka." ujar nya sambil menatap foto seorang gadis cantik yang tengah berpelukan dengan seorang pria tampan murah senyum. Mereka terlihat bahagia.

"Baik. Aku sudah memperingatkan mu.. Jika sampai kau menyesalinya.. Jangan salahkan aku." ujar George sebelum meninggalkan sang istri.

"Tak akan. Karena sejak awal aku sudah menyesalinya." lirihnya.

......

Peter mempererat pelukannya pada Lucian yang tertidur dalam dekapannya. Pemuda itu sudah puas menangis dan meraung di dekapan saudara kembarnya. Daniel sedari tadi hanya bisa menonton saja. Itu kali kedua dia melihat Lucian sehancur itu. Pertama adalah saat mereka kecil. Ketika usia keduanya bahkan baru menginjak 9 tahun. Tepat saat Paman Sebastian meninggal dan Lucian memilih melarikan diri ke hutan. Anak itu tersesat dan terjatuh beberapa kali sampai membuat pakaian berkualitas mahalnya kotor dan rusak. Tubuhnya penuh luka dan memar akibat tergores ranting dan bebatuan saat terjatuh. namun dia tak peduli. Dia ingin menyusul pamannya. Dia meraung raung meminta agar Tuhan datang menjemputnya. Dan Daniel, yang juga seumuran dengan Lucian saat itu hanya bisa memperhatikan. Tak tau harus apa. tentu dia tau bagaimana dia bisa kembali. Aldo dengan sengaja memasang pelacak pada dirinya saat mengatakan jika dia tau dimana Lucian berada. Dan katanya dia hanya perlu diam menunggu mereka menemukan dirinya. Tapi itu dimasa lalu. Saat dia itu dia tak tau harus apa. Terlalu pengecut untuk sekedar mendekap bocah rapuh itu. Namun, sekarang juga.

Lagi pula dia hanya orang yang Lucian anggap sahabat. Sedangkan Peter adalah saudara kembar pemuda itu.

"Bagaimana keadaannya?"

"Sudah tenang. Tapi, pasti kan saja besok kau mendapat kabar anak ini tak akan masuk sekolah."

"Aku tau. Harus kah aku pulang sekarang?"

"Sebaiknya jangan. Lucian sangat senang saat kau bilang akan menginap. Tetap lah disini dan buat Luci ku senang."

"Sejak kapan kau berhak memerintahku dan 'Luci ku'?"

Peter tertawa pelan. Dia membaringkan sang adik di tempat tidurnya. Dibelainya helaian rambut sang adik dengan  lembut. Daniel menatap keduanya. Lucian tertidur dengan tenang sambil menggenggam erat sweeter yang Peter kenakan. Sedangkan Peter hanya tersenyum lembut memperhatikan sang adik. Mereka terlihat sempurna bersama. Dan Daniel merasa asing.

"Aku.. Ingin bertanya.. Boleh kah?" ujar Daniel ragu.

"Tentu.. Apa yang mau kau tanya kan?"

"Apa.. Um.. Sebenarnya.. Seberapa berharga paman Sebastian itu.. Bagi Lucin? Sampai dia terlihat sangat merindukannya saat bercerita tadi?"

Light and ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang